Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Malam Terakhir di Kota Samarinda

3 Juni 2023   12:49 Diperbarui: 3 Juni 2023   13:08 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam Terakhir di Kota Samarinda

Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kompetensi Pengawas dan Penilik Sekolah dalam Implementasi Kurikulum Merdeka, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ditutup pada malam hari tanggal tiga puluh Mei 2023. Kegiatan yang diikuti pengawas dan penilik dari sepuluh kabupaten/kota di Kaltim tersebut berjalan lancar.

Dalam buku panduan bimtek tertera bahwa jumlah peserta 72 (tujuh puluh dua). Peserta terbanyak dari Kota Samarinda (25), disusul peserta dari Penajam Paser Utara (15), Bontang (7), Berau (7), Kutai Timur (4). Kemudian Paser, Kutai Barat, Kutai Kartanegara, dan Mahakam Hulu (Mahulu) masing-masing tiga peserta. Terakhir, peserta paling sedikit berasal dari Kota Balikpapan (2).

Usai acara penutupan, saya segera kembali ke kamar untuk beristirahat. Saat itu, teman-teman ada yang sibuk membelikan oleh-oleh pesanan untuk anggota keluarganya. Teman sekamar saya, Pak Imam Mudin pergi ke BigMall untuk membeli jaket pesanan anak laki-laki satu-satunya (anak terakhir). 

Lokasi BigMall Samarinda tidak terlalu jauh dari Hotel Harris tempat kami diinapkan. Ongkos naik taksi online hanya sekitar lima belas ribu rupiah. Pulang dari membelikan jaket untuk anak lanang, Pak Imam Mudin dimintai tolong untuk mengambilkan kunci mobil Pak Tri Wahjoedi di kamar 711. Dengan gesit, Pak Imam Mudin yang baru saja masuk kamar segera meluncur ke kamar yang dimaksud. Pak Sugeng Mardisantoso berada di kamar tersebut. 

Saat itu Pak Tri Wahjoedi dan rombongan berjalan kaki dari hotel menuju BigMall. Sekitar tiga ratusan meter berjalan, rupanya merasa kurang nyaman berjalan kaki. Apalagi ada kawan wanita dalam rombongan itu.

Setelah kunci mobil didapatkan, Pak Imam Mudin tidak menemukan mobil Pak Tri Wahjoedi  di tempat parkir. Rupanya posisi mobil sudah dipindahkan. Pak Imam Mudin sudah berkeliling ke area parkir yang begitu luas dan tidak menemukannya. Akhirnya, disarankan agar Pak Tri dan rombongan naik mobil online saja. Pak Imam Mudin kembali ke kamar dengan membawa kunci mobil Pak Tri Wahjoedi. Batal mengantarkan mobil ke rombongan yang berjalan kaki menuju BigMall.

Saat kembali ke kamar 611, Pak Imam Mudin bercerita bahwa "habis sudah nasi satu piring!" Itu pertanda rasa lapar datang. Saya pun setuju untuk keluar hotel mencari makan.  

Kami keluar hotel melewati lobi yang masih terlihat agak ramai. Kaki-kaki kami melangkah menuju pinggir jalan raya. Pak Imam Mudin berjalan lebih dahulu.

Saya mengikuti Pak Imam Mudin dari belakang (dokpri)
Saya mengikuti Pak Imam Mudin dari belakang (dokpri)

Setelah menyeberang jalan, mata kami mengamati deretan bangunan di pinggir jalan. Sebagian besar rumah makan sudah tutup. Kemudian mata kami tertuju pada sebuah warung yang masih buka. Posisi warung sangat mencolok. Ada tempat untuk membakar sate.

Dokpri
Dokpri
Warung itu cukup dekat dengan Hotel Harris tempat kami diinapkan. Posisi pas di ujung pertigaan jalan dari arah jembatan Sungai Mahakam lama. Kami dapat menyaksikan kendaraan yang lalu lalang di jalan raya.

Dokpri
Dokpri
Penjual sate menanyakan, apakah kami mau makan sate ayam atau sate kambing. Dengan cepat saya memilih sate kambing. Kemudian kami mendengar bahwa untuk sate kaambing tinggal satu porsi.

"Ya, sudah, Pak Pri sate kambing, saya sate ayam!" demikian Pak Imam Mudin memutuskan.

Saya pun setuju saja, padahal kalau pun saya diminta memilih sate ayam pun tidak menolak. Sambil menunggu racikan sate disiapkan, saya mengamati jalanan yang penuh gemerlap dengan lampu kendaraan.

Sate ayam untuk Pak Imam Mudin (dokpri)
Sate ayam untuk Pak Imam Mudin (dokpri)
Tiada berapa lama, pesanan kami pun dihidangkan. Tidak terlalu repot meracik masakan sate. Bumbu pasti sudah disiapkan. Lontong tinggal mengiris-iris atau memotong-motong. Kemudian, waktu yang agak lama adalah proses pemanggangan atau pembakaran daging sate.

Pak Imam Mudin menambah sambal (dokpri)
Pak Imam Mudin menambah sambal (dokpri)
Untuk mendapatkan sensasi lebih pedas, saya lihat Pak Imam Mudin menambahkan sambal. Untuk saya pribadi sambal kacang sudah cukup. Tidak perlu menambah sambal lagi. Selera orang memang berbeda-beda. Ada yang suka pedas dan ada yang tidak suka pedas. Untuk makan sate, saya cukup dengan sambal kacang.

Pak Imam Mudin lebih cepat selesai makan (dokpri)
Pak Imam Mudin lebih cepat selesai makan (dokpri)
Sesuai usia, yang lebih muda lebih cepat menyelesaikan hidangan yang tersedia. Sementara itu, saya perlu berhenti beberapa menit untuk menggelontorkan makanan yang sudah masuk ke lambung. Setelah itu, lanjut menikmati lagi hidangan yang masih tersisa. Saya hitung ada sebelas tusuk sate. Cukup banyak memang. Apalagi sate kambing. Semoga tidak berdampak buruk ke dalam tubuh saya.

Dokpri
Dokpri
Agar tidak mubazir, saya pun besemangat untuk menghabiskan lontong dan daging yang masih tersisa di piring. Rasa lega sudah pasti saat lontong dan sate yang tersisa dapat saya habiskan. Minuman teh manis segera saya tuntaskan pula. Habis makan memang perlu minum. Berhubung yang tersedia teh manis. Saya pun tidak mencari-cari minuman lain. Kalau mau minuman air putih, nanti bisa minum lagi di kamar hotel.

Pak Imam Mudin yang membayari (dokpri) 
Pak Imam Mudin yang membayari (dokpri) 
Setelah cukup waktu duduk-duduk usai makan, Pak Imam Mudin berdiri dan membayari makanan kami. Alhamdulillah. Semoga rezeki Pak Imam Mudin semakin lancar dengan melakukan hal itu. Sebelum meninggalkan warung, saya melakukan perekaman video kondisi di sekitar warung tersebut. Fokus pada lokasi warung yang cukup dekat dengan Hotel Harris. Lebih khusus lagi, saya ingin menggambarkan bahwa lokasi warung tepat di ujung jalan dari jembatan Sungai Mahakam lama.


Usai melakukan perekaman, kami segera kembali ke kamar hotel. Kami harus bersimpun, merapikan pakaian kotor untuk dibawa pulang ke Penajam. Kegiatan sejak tanggal 28 Mei 2023 menyisakan banyak pakaian kotor.

Penajam Paser Utara, 3 Juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun