Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Antre Bukan Hanya Teori

1 Juni 2023   12:53 Diperbarui: 1 Juni 2023   13:42 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya Antre Bukan Hanya Teori

Kegiatan antre bukanlah hal yang menyenangkan. Setiap orang berusaha agar tidak ikut antre jika hal itu memungkinkan. Masyarakat yang kian banyak dan fasilitas yang terbatas, memungkinkan orang harus antre untuk memenuhi kebutuhan atau kewajibannya. Dalam kehidupan nyata, banyak orang harus antre di puskesmas, kantor pos, tempat penjualan gas tiga kilogram, kantor bank, SPBU, bahkan untuk buang hajat pun, masih harus antre pula.

Dalam kegiatan Bimbingan Teknis Peningkatan Kompetensi Pengawas dan Penilik Sekolah dalam Implementasi Kurikulum Merdeka yang dilaksanakan di Hotel Harris, Samarinda (28-31 Mei 2023), peserta yang berjumlah tujuh puluhan harus rela antre pada saat-saat tertentu.

Pada saat berada di kamar hotel, harus ada yang mengalah dalam penggunaan kamar mandi. Setiap kamar ada dua peserta sedangkan kamar mandi hanya satu. Meskipun hanya berdua, tetap harus ada yang menunggu (antre) pada saat kawan sekamar sedang berada di dalam toilet/kamar mandi tersebut.

Ketika akan menggunakan lift, peserta harus menunggu dan antre masuk ke ruang lift. Hal itu akan berulang karena jumlah lift terbatas dan pengguna lift bukan hanya peserta bimtek. Banyak tamu hotel yang menggunakan lift yang sama pada saat-saat tertentu.

Peserta bimtek yang diselenggarakan oleh BGP (Balai Guru Penggerak) Kalimantan Timur perlu antre yang berulang pada saat makan siang. Mengingat waktu istirahat yang terbatas, peserta rela antre untuk mendapatkan jatah makan siang.

Senyum ceria sudah dapat giliran. Dokpri
Senyum ceria sudah dapat giliran. Dokpri
Pak Imam Mudin tampak ceria setelah mendapatkan jatah makan yang mengambil sendiri (prasmanan). Ia pun mencari tempat duduk yang masih kosong. Sementara itu, di belakangnya masih terlihat antrean cukup panjang.

Menikmati hidangan dengan riang (dokpri)
Menikmati hidangan dengan riang (dokpri)
Beberapa peserta sudah mulai menyantap hidangan yang diambil sendiri, sementara masih ada peserta lain yang baru antre untuk mendapatkan jatah makan siangnya. Mereka antre dengan tertib. Tidak ada peserta yang menyerobot antrean. Sebagai pengawas dan penilik sekolah tentu harus dapat memberikan contoh bahwa budaya antre bukan hanya teori tetapi harus diimplementasikan.

Selesai lebih awal, dapat berswafoto (dokpri)
Selesai lebih awal, dapat berswafoto (dokpri)

Saya termasuk peserta yang gercep (gerak cepat). Begitu acara sesi pagi-siang ditutup, saya bergegas menuju lantai lima. Ketika para peserta kelas A belum antre, saya lebih dahulu antre untuk mengambil makanan. Saya harus cepat-cepat menyelesaikan urusan makan agar segera dapat melaksanakan aktivitas pribadi, termasuk istirahat siang. Jadwal pertemuan siang-sore sudah ditentukan, yaitu pukul 13.30-18.00 wita. Kalau kita bersantai-santai dalam beraktivitas, tentu banyak waktu yang terbuang. Istirahat siang jadi berkurang.

Waktu yang tersedia harus dimanfaatkan secara cerdas. Kalau menuruti selera orang lain, urusan kita akan terbengkalai. Misalnya, ada kawan satu meja makan yang ingin mengajak berbincang hal yang kurang penting, tentu kita dapat menolak. Ada urusan pribadi yang harus dituntaskan.

Saya pun hanya sekali berswafoto dengan kawan satu meja. Sekali jepretan, maksudnya. Pada saat ada satu peserta meminta tolong untuk difotokan, saya menolak dengan sopan. Bukankah dia dapat berswafoto atau meminta tolong teman lain yang masih berada di dekatnya? Waktu itu saya sudah berdiri dan hendak meninggalkan ruang.

Istirahat siang lebih penting bagi saya mengingat usia yang kian menua. Jika isitrahat kurang, badan akan tidak nyaman. Lagi pula, saya masih harus antre naik lift ke lantai enam. Perlu kesabaran dan toleransi (lagi).

Penajam Paser Utara, 1 Juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun