Pertanyaan pun diajukan rekan-rekan kerja. Kami haru siap dengan jawaban. Waktu itu saya merasa yakin bahwa kami tidak memiliki masalah dengan kesuburan, mengingat saya dan istri tercinta termasuk keluarga besar. Saya mempunyai adik dan kakak. Demikian pula istri tercinta, ada kakak dan adiknya. Dari sisi keturunan, kami tidak memiliki "cacat".
Alhamdulillah pertanyaan terjawab pada bulan Juni 1991, putra pertama kami dilahirkan. Dua tahun kemudian, 1993, putra kedua dilahirkan.
Kita memang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan selalu muncul. Jawaban tidak harus berupa perkataan atau kalimat. Jawaban bisa berupa perbuatan atau aksi nyata.
Sebagai makhluk sosial, sebaiknya kita tidak terlalu "kepo" dengan urusan orang lain dengan banyak bertanya. Kita harus berkaca pada diri kita, bagaimana jika kita menerima banyak pertanyaan yang terkait dengan "urusan dalam negeri". Tentu ada rasa risih dan kurang nyaman.
Jika kita tidak ingin ditanya hal-hal terkait urusan privasi, sebaiknya kita tidak "usil" dengan bertanya pada hal-hal sensitif pada orang lain. Buatlah pertanyaan bersifat umum yang jawabannya "mudah dijawab" dan tidak menyinggang hal privasi seseorang. Contoh.
"Cuaca akhir-akhir ini tidak menentu, ya? Bagaimana di tempat Anda?"
Selamat menikmati suasana lebaran. Semoga kita tidak mendapatkan pertanyaan yang "aneh-aneh" dari kerabat, rekan kerja, dan para tetangga di sekitar kita.
Kita pun perlu menjaga lisan kita untuk tidak bertanya sesuatu yang cenderung memojokkan atau melecehkan orang lain. Â Â
Penajam Paser Utara, 22 April 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H