Teringat Ibu di Kampung
Hari Rabu, 22 Maret 2023 keluarga besar Sastro Martoyo yang tinggal di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah mengadakan kegiatan jalan-jalan di sekitar Alun-alun Klaten. Kebetulan hari libur nasional sehingga banyak anggota keluarga (anak, menantu, cucu, dan buyut) yang ikut menemani ibu kandung saya, Suparti.
Kegiatan sehari jelang puasa Ramadan itu tentu sangat bermakna. Mereka dapat bersuka ria di tengah kota Klaten tercinta.
Ibu Suparti mempunyai delapan anak. Empat laki-laki dan empat perempuan. Dari delapan anak itu, anak pertama, Suminten, sudah meninggal dunia.
Ibu Suparti sangat kehilangan atas meninggalnya Suminten tetapi tetap tegar karena masih ada tujuh anak yang lima di antaranya tinggal tidak jauh dari rumah yang ditempati ibu Suparti.
Saya sebagai anak keempat merasa bersyukur. Meskipun saya dan istri tinggal di Kalimantan tetapi komunikasi tetap terjalin.
Adik-adik dan kakak kandung saya selalu brtkomunikasi melalui chat di WAG Keluarga Sastro. Grup WA itu, saya yang membuat pada tanggal 18 Juni 2016. Sudah hampir tujuh tahun kami bersilaturahim melalui WAG.
Kondisi ibu Suparti sering  dibahas dalam WAG itu. Kondisi saat istirahat, kondisi saat makan, dan aktivitas lain sering diceritakan di sana.
Sebagai anak keempat, saya selalu teringat ibu yang semakin uzur. Jika lama tidak ada kabar tentang ibu, saya sering menanyakan kepada adik bungsu Tarti yang tinggal satu rumah dengan ibu Suparti.
Apalagi pada waktu Ramadan, sosok ibu sangat berperan penting dalam menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur. Ibu selalu berusaha adil kepada anak-anaknya dalam membagikan makanan. Untuk lauk-pauk yang terbatas, selalu diupayakan pembagian seadil-adilnya. Saat memotong seekor ayam kampung, sudah diusahakan pembagian sehingga cukup untuk semua anak. satu ekor ayam, bagian-bagiannya sudah dtentukan. ADa yang suka bagian paha, kepala, dada, dan sebagainya. Semua mendapatkan bagian sesuai kesukaan anak-anaknya. Tidak ada yang iri atau mau meminta jatah saudaranya.
Ayam kampung yang digoreng itu sebagai lauk untuk masakan soto yang dibuat ibu. Untuk kuah soto tentu tidak dibagi rata. Anak-anak mengambil sesuai kebutuhan. Ada yang suka banyak kuahnya. Ada pula yang hanya sediit kuah sotonya.
Ibu adalah Sosok Terbaik
Sampai hari ini saya selalu bersyukur mempunyai ibu yang sanggup mengasuh delapan anak-anaknya hingga tumbuh dewasa dan sehat. Meskipun kami tergolong keluarga pas-pasan, ibu selalu menekankan manfaat kebersamaan. Keluarga besar Sastro selalu berupaya terwujudnya kebersamaan dalam bentuk sering buat acara kumpul bersama di rumah yang ditempati ibu. Kemudian ada instruksi dress code. Ada dua jenis pakaian yang sering dipakai untuk seragam dalam suatu acara, yaitu kemeja batik dan kaos lengan panjang.
Untuk acara nonformal seperti jalan-jalan ke Alun-Alun Klaten dipilih seragam kaos. Untuk acara resepsi atau baca doa untuk arwah almarhum ayah dan anggota keluarga lain yang sudah meninggal, dipilih seragam batik. Ada beberapa warna batik yang dimiliki sebagian besar "brayat" Sastro Martoyo. Saya memiliki dua batik di antaranya.
Mudah-mudahan pada lebaran 1444 H, kami keluarga besar Sastro Martoyo dapat berkumpul di rumah Klaten. Saya sudah sangat rindu berjumpa dengan ibu Suparti dan keluarga besar Sastro Martoyo.
Penajam Paser Utara, 23 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H