Pengimbasan Program Sekolah Penggerak di PPU, Kaltim, Jumat, 11 November 2022
Hari Jumat tanggal sebelas bulan sebelas 2022 saya berangkat ke kantor disdikpora agak pagi. Â Saya ingin mengikuti apel rutin setiap Jumat. Pada saat waktu apel tiba, suasana agak berbeda. Para pegawai dikumpulkan di ruang tunggu (ruang resepsionis) disdikpora.
Ruang itu agak sempit untuk berkumpul semua pegawai. Artinya, kami harus berdiri agak merapat agar semua dapat tempat untuk berdiri. Untuk mengabadikan peristiwa istimewa itu, saya melakukan swafoto dengan latar belakang para peserta apel.
Dalam apel itu Pak Daman, sekretaris disdikpora menjadi pemimpin apel sekaligus pembawa acara. Acara apa? Ada agenda syukuran 54 tahun usia kadisdikpora. Pak Daman meminta Pak Machmud untuk membacakan atau mengucapkan doa untuk Pak Alimuddin yang pada tanggal sebelas bulan November 2022 genap berusia lima puluh empat tahun.
Doa dipanjatkan diikuti ucapan "Aamiiin" dari para peserta apel hari Jumat itu. Â Pak Machmud memegang mikrofon dengan tenang saat melantunkan doa. Di dekat kadisdikpora ada sebuah meja kerja. Para pegawai ada yang baru datang dan segera bergabung dalam barisan.
Di atas meja kerja di depan kadisdikpora ditaruh kue ukuran kecil. Ada beberapa piring dan sendok berukuran kecil pula. Sekretaris disdikpora, Pak Daman menyampaikan bahwa kue yang berukuran kecil itu semoga dapat dibagi-bagi untuk para peserta apel.
Baru beberapa detik kalimat itu diucapkan, datanglah dari arah belakang peserta apel, nasi tumpeng yang berukuran cukup besar. Bukan hanya satu tumpeng. Ada dua tumpeng yang dibawa ke meja depan itu. Ada pula kue ulang tahun yang diletakkan di sana.
Berhubung meja kerja tidak muat untuk menaruh tumpeng dan kue, akhirnya dua kue ultah dipindahkan ke belakang. Tinggallah dua tumpeng di atas meja. Kadisdikpora memotong ujung atau puncak salah satu tumpeng tersebut.
Untuk kali ini, Mas Bana mendapat keberuntungan. Potongan puncak tumpeng diberikan kepadanya, bukan diberikan kepada sekretaris disdikpora atau pegawai yang berusia paling tua di kantor disdikpora. Suatu keberuntungan yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh yang bersangkutan.
Usai acara potong tumpeng itu, saya, Suprihadi segera berangkat menuju SMP 1 PPU untuk menghadiri kegiatan Pengimbasan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) hari kedua. Peserta pengimbasan hari Jumat tanggal 11-11-22 itu berbeda dengan peserta hari sebelumnya.
Guru-guru dari lima sekolah yang diundang, yaitu guru dari SMP 1 PPU, SMP 21 PPU, SMP 15 PPU, SMP 19 PPU, dan SMP Dharma Husada.
Pak Budi Lestarianto sudah berdiri menyampaikan presentasi saat saya tiba di aula tempat kegiatan pengimbasan. Saya pun memilih duduk pada kursi belakang yang kosong di samping Pak Raif Wijaya, kepsek SMP 15 PPU.
Saya menyalami Pak Raif Wijaya dan langsung ikut memperhatikan uraian yang disampaikan Pak Budi Lestarianto. Paparan yang disampaikan sama dengan yang disampaikan pada hari sebelumnya. Sambil mendengarkan paparan itu saya melongok ke meja-meja peserta. Terlihat belum ada kotak kue seperti kemarin. Panitia bagian konsumsi dari dikdas disdikpora tentu sedang dalam perjalanan. Harus dimaklumi pada pagi hari itu, para pegawai disdikpora mengikuti apel di kantor. Apalagi ada agenda perayaan ulang tahun kadisdikpora. Perjalanan ke SMP 1 PPU agak tertunda.
Pada sela-sela memaparkan atau menguraikan topik terkait implementasi Kurikulum Merdeka, Pak Budi Lestarianto selalu mengajak peserta untuk ikut ambil bagian. Pendapat atau masukan dari peserta sangat dibutuhkan untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap topik yang dibahas.
Teknik itu juga dijadikan contoh agar para guru di dalam kelas, saat KBM, aktivitas berdialog dengan peserta didik semakin ditingkatkan. Guru tidak hanya "menjejalkan" informasi terus-menerus. Namun, umpan balik atau tanggapan dari peserta didik lebih ditingkatkan.
Pada kegiatan pengimbasan hari Jumat itu, para peserta mengenakan pakaian yang bervariasi. Sebagian memakai kemeja batik. Sebagian memakai gaun terusan polos. Sebagian memakai kemeja lengan pendek bukan batik. Ada peserta yang bermasker dan sebagian besar tidak bermasker.
Pak Pramana, kepsek SMP Dharma Husada tampak asyik merekam guru dari sekolahnya yang sedang menyampaikan pendapat. Peserta lain memperhatikan dengan posisi duduk mengarah ke depan. Mereka mendengarkan dengan sungguh-sungguh pendapat yang disampaikan oleh guru tersebut.
Guru yang sehari-hari mengajar di depan kelas, pada hari Jumat itu harus rela menjadi "murid" untuk sementara waktu. Gaya atau posisi duduk pun beraneka ragam. Ada yang berpangku tangan, menopang dagu, menutup hidung, atau membebaskan kedua tangan berada di pangkuan. Ada pula yang asyik menerima panggilan telepon.
Untuk peserta yang tidak mendapatkan meja, terpaksa rela duduk dengan gaya khusus. Tangan tidak dapat diletakkan di atas meja. Padahal pada sisi berbeda ada meja yang kosong. Namun, berhubung ingin berkumpul dengan sesama guru dari asal sekolah yang sama, guru itu rela duduk pada kursi yang tidak ada mejanya.
Gaya menunjukkan jempol ditampilkan oleh Pak Fauzi dan seorang temannya, guru SMP 19 PPU yang duduk pada kursi bagian belakang, saat saya memotret rombongannya. Gaya serupa ditunjukkan oleh Pak Gatot teman satu sekolah dengan Pak Fauzi.
Sebelum menjadi PNS, Pak Gatot menghonor (menjadi THL) di SMP 15 PPU sebagai guru PJOK. Pada saat ada penerimaan CPNS, ia mendaftarkan diri dan diterima kemudian ditempatkan di SMP 19 PPU yang termasuk wilayah Kelurahan Pantai Lango.
Guru-guru SMP 1 PPU, meskipun menjadi tuan rumah, tetap ada peserta yang diikutkan dalam kegiatan Pengimbasan IKM tersebut. Belajar memang tidak hanya sekali selesai. Perlu ada pengulangan atau belajar ulang agar pemahaman dapat lebih mendalam. Para guru SMP 1 PPU itu tentu sudah mendapatkan pengimbasan dari Pak Budi Lestarianto dan rekan guru yang sudah mengikuti pelatihan dalam format Komite Pembelajaran. Berhubung ada program dari disdikpora, mereka diikutkan lagi.
Aktivitas seorang guru yang diminta maju ke depan untuk menyampaikan pendapat dilakukan lagi. Pak Budi Lestarianto meminta guru SMP 21 PPU tersebut untuk bercerita tentang gambar yang ditayangkan. Ada tiga anak sedang menyaksikan pertandingan sepak bola. Satu anak bertubuh tinggi. Satu anak bertubuh sedang. Satu anak bertubuh pendek. Mereka menyaksikan pertandingan dengan posisi yang sama. Tentu saja, anak yang bertubuh tinggi dapat menyaksikan pertandingan dengan lebih leluasa. Sementara itu, anak yang bertubuh sedang dapat menyaksikan pertandingan tetapi tidak sebebas anak yang postur tubuhnya tinggi. Lebih parah, anak yang betubuh pendek, banyak hambatan untuk dapat menyaksikan pertandingan sepak bola. Pandangannya terhalang.
Satu guru perwakilan dari SMP 21 sudah menyampaikan pendapat, disusul perwakilan guru dari SMP 15 PPU. Bu Andi Nurul berbicara dengan penuh keyakinan atas jawabannya itu. Setelah Bu Nurul selesai memberikan jawaban, selanjutnya Bu Putri yang mewakili guru SMP 1 PPU yang berbicara.
Dengan mengenakan seragam batik khas SMP 1 PPU, Bu Putri menyampaikan pendapat tentang tiga anak yang menyaksikan sepak bola tersebut. Kondisi anak yang berbeda-beda dapat menjadi bahan untuk penyiapan materi pembelajaran berdiferensiasi. Itulah tantangan guru pada penerapan Kurikulum Merdeka. Setiap peserta didik harus dilayani kebutuhannya. Guru harus dapat mengetahui gaya belajar setiap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Pak Budi Lestarianto dengan cermat menyimak setiap jawaban peserta yang maju menyampaikan pendapatnya. Sebagai narasumber atau pembicara harus dapat mengambil inti sari atau kata kunci setiap jawaban.
Peserta terakhir yang menyampaikan pendapat adalah guru dari SMP 19 PPU. Dengan kalimat pengantar yang kocak, guru tersebut memulai atau mengawali pendapatnya. Demikian lima guru yang mewakili tiap sekolah telah menyampaikan pandangan atau pendapatnya. Selanjutnya Pak Budi Lestarianto membuat kesimpulan.
Jawaban dari para guru tersebut sangat luar biasa. Mereka sudah dapat mengartikan makna pembelajaran berdiferensasi dengan baik. Rasa puas atau senang diutarakan kepsek SMP 1 PPU tersebut.
Pejabat dari disdikpora yang hadir adalah Bu Suharti yang di-plt-kan sebagai kabid dikdas. Setelah pak Sumardiyana pensiun (purnatugas), belum ada pejabat yang di-SK-kan menjadi kabid dikdas. Sambil menunggu pejabat baru, Bu Suharti yang semula menjabat sebagai salah satu kasi (kepala seksi) di dikdas, Â di-plt-kan menjadi kabid dikdas.
Waktu tampil pun segera diberikan untuk Bu Suharti. Dengan pembawaan yang "slow" Bu Suharti memaparkan topik yang menjadi bagiannya, terkait kebijakan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Kegiatan di aula SMP 1 PPU itu dihadiri lima kepsek, yaitu Pak Edy Prayitno (SMP 21 PPU), Pak Raif Wijaya (SMP 15 PPU), Pak Sukisno (SMP 19 PPU), Pak Pramana (SMP Dharma Husada), dan Pak Budi Lestarianto (SMP 1 PPU). Saya agak kesulitan memotret mereka karena tempat duduk yang terpencar dan ada yang berpindah-pindah posisi duduknya.
Kegiatan pengimbasan tersebut terpotong untuk ibadah salat Jumat. Waktu istirahat agak lama, dimulai pukul 11.30 wita. Sebagian peserta yang rumahnya dekat dengan SMP 1 PPU memilih untuk pulang. Waktu masuk lagi pukul 13.30 wita.
Penajam Paser Utara, November 2022
*Tantangan Omjay Menulis di Blog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H