Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berwisata ke Bedugul, Bali, 15 Oktober 2022

23 Oktober 2022   21:00 Diperbarui: 23 Oktober 2022   21:03 1355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berwisata ke Bedugul, Bali, 15 Oktober 2022

Salah satu agenda munas V APSI (Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia) adalah berwisata. Peserta munas yang berjumlah lebih dari  tiga ratus orang diberi pilihan dua objek wisata, yaitu Kintamani dan Bedugul. Kedua tempat itu pernah saya kunjungi beberapa tahun yang silam. Setelah menimbang-nimbang, saya memutuskan untuk memilih Bedugul.

Tempat wisata Bedugul berada di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Daerah ini berada antara Denpasar dan Singaraja. Dari Denpasar sekitar 48 km dan dari Singaraja kurang lebih 36 km. Posisi Bedugul pada ketinggian sekitar 1500 meter dari permukaan laut.

Dokpri
Dokpri
Pagi hari Sabtu, 15 Oktober 2022, kami berkumpul di lobi hotel. Informasi yang disampaikan pihak panitia, pada pagi hari peserta berkumpul di lobi setelah sarapan. Kaos seragam warna oranye dipakai oleh sebagian besar peserta. Sebagian yang lain tidak memakai karena ukuran kekecilan atau alasan lain.

Dokpri
Dokpri
Empat belas bus disiapkan panitia. Bus nomor 1-7 untuk tujuan Kintamani sedangkan bus nomor 8-14 untuk tujuan ke Bedugul. Saya segera menuju halaman hotel tempat bus-bus tersebut diparkir. Kepada petugas yang berada di depan pintu masuk bus, saya bertanya tujuan bus. Angka atau nomor bus berada pada bagian kaca depan, sedangkan posisi bus diparkir menyamping. Kami kurang dapat melihat tulisan angka itu. Saya diarahkan menuju bus yang bernomor 12 (dua belas) yang masih sedikit peserta yang berada di dalamnya.

Dokpri
Dokpri
Saya sengaja tidak pilih-pilih angka atau teman dalam perjalanan. Kawan-kawan pengawas dari Kalimantan Timur sebagian terpisah dari kami. Saya segera mencari kursi yang masih kosong. Saya memilih deret bus sebelah kiri. Beberapa penumpang lain (peserta munas) ikut masuk ke dalam bus nomor 12. Saya segera bergeser ke sebelah kiri dekat jendela. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada penumpang lain yang baru masuk ke dalam bus.

Dokpri
Dokpri
Ada seorang peserta minta izin untuk duduk di samping saya. Tentu saja saya perbolehkan. Kami pun segera berkenalan. Ia berasal dari Batam dan diangkat menjadi pengawas SD baru sepuluh bulan. Namanya Pak Mohtar. Kebetulan ia berasal dari Klaten, Jawa Tengah. Obrolan pun kiat hangat karena saya juga berasal dari Klaten. Pembicaraan tentang keluarga masing-masing pun berlangsung untuk mengisi waktu selama perjalanan.

Dokpri
Dokpri
Sebelum tujuan wisata utama didatangi, kami diajak berbelanja oleh-oleh terlebih dahulu. Pemandu wisata dalam bus kami cukup pintar berpromosi. Produk jajanan khas atau unggulan di Bali ditawarkan dengan penuh kesungguhan. Merek dagang tertentu disebut dengan penuh keyakinan tentang kualitasnya. Setelah bus berhenti pada halaman swalayan oleh-oleh khas Bali, kami segera turun. Seperti pada kunjungan beberapa tahun sebelummya, kami diberi tanda stiker yang ditempelkan pada kaos yang kami kenakan. Petugas yang berada di depan swalayan itu cukup banyak sehingga tidak ada pengunjung yang lolos. Semua mendapatkan tanda stiker yang menandakan pengunjung swalayan itu.

Dokpri
Dokpri
Suasana cukup ramai di dalam swalayan Agung Bali. Ada dua lantai dalam pusat oleh-oleh yang menjual beraneka camilan untuk oleh-oleh dan pakaian yang biasa dijual pada objek wisata seperti kaos, sarung, dan pernak-pernik aksesori yang disukai wanita. Ada pula kerajinan tangan dan alat-alat permainan tradisional.

Dokpri
Dokpri
Saya berpindah ke lantai dua untuk menemukan produk oleh-oleh berupa pemotong kuku. Alat sederhana itu sering dilupakan banyak orang padahal sangat berguna untuk memotong kuku-kuku pada jari tangan dan kaki. Setelah berbelanja pemotong kuku, saya meminta difoto oleh kawan pengawas dari Balikpapan. Namanya mirip dengan nama saya, Supriyanto.

Dokpri
Dokpri
Saya pun meminta kepadanya untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan bahwa kami pernah ke Bali dan berkunjung ke pusat oleh-oleh swalayan Agung Bali. Saya belum begitu akrab dengan Pak Supriyanto tetapi kami selalu mengobrol ketika berjumpa pada waktu sebelumnya di area munas V APSI.

Batas waktu berkunjung atau berbelanja di swalayan telah usai. Para penumpang sudah banyak yang berada di dalam bus. Mereka asyik mengobrol banyak hal. Rata-rata mereka baru pertama kali berjumpa. Kalau pun berasal dari daerah yang sama, berbeda tempat tugas.

Dokpri
Dokpri
Perjalanan menuju Bedugul ditempuh dalam waktu sekitar dua jam. Kami cukup bersabar mengikuti proses perjalanan yang cukup jauh itu. Posisi Bedugul di pegunungan sehingga jalanan menanjak dan berliku harus dilewati. Kendaraan tidak dapat melaju dengan cepat saat melewati tanjakan yang berliku, menikung dan berpapasan dengan kendaraan lain. Apalagi gerimis sempat turun dalam perjalanan. Kami diberi semacam voucer untuk makan di rumah makan. Pemandu mengatakan voucer itu dipakai untuk  berjaga-jaga jika ada "penyusup" yang ikut masuk ke dalam rumah makan. Untuk menghadapi penolakan pihak rumah makan, kami dapat menunjukkan voucer itu.

Dokpri
Dokpri
Ketika bus diparkir pada suatu lahan yang memang diperuntukkan parkir, kami diberi tahu bahwa waktu makan di rumah makan Saras sudah tiba. Kami harus berjalan kaki beberapa puluh meter untuk sampai ke rumah makan itu. Sambil berjalan kaki, saya mencari-cari tulisan "Bedugul" sebagai pertanda bahwa lokasi itu benar-benar di Bedugul, Bali.

Dokpri
Dokpri
Halaman parkir rumah makan memang tidak begitu luas. Hanya mobil berukuran kecil yang dapat diparkir di halaman itu. Saya pun berkesempatan lagi untuk memotret papan nama rumah makan itu walaupun dalam jarak agak jauh. Jumlah pengunjung yang memasuki rumah makan itu cukup banyak. Sebelum kami datang, sudah ada rombomgan wisatawan lain yang berada di rumah makan itu. Pada saat kami sudah masuk, banyak pengunjung yang datang pula. Para pelayan atau pramusaji terlibat begitu sibuk mengatur pengunjung dan menata makanan pada beberapa tempat antrean. Makan prasmanan memang meringankan kerja pramusaji tetapi merepotkan bagi pengunjung jika banyak yang antre.

Dokpri
Dokpri
Pengunjung yang baru datang langsung merangsek menuju antrean. Ada beberapa tempat antre. Pemandu dari bus atau kendaraan yang membawa merekalah yang mengarahkan antrean setelah berkoordinasi dengan pemilik rumah makan. Tengah hari, waktu lapar-laparnya bagi para wisatawan. Apalagi perjalanan cukup jauh.

Dalam antrean kami bersenda gurau agar rasa lapar dapat tertahan. Beberapa orang keluar dari antrean dan ingin duduk-duduk santai lebih dahulu. Untuk antre memang perlu perjuangan, yaitu berdiri dengan sabar sambil menunggu pengantre yang di depan selesai memilih makanan yang dipindahkan ke dalam piring.

Dokpri
Dokpri
Setelah berjuang agak lama, saya pun akhirnya memperoleh makanan yang ingin saya makan. Ada sop, nasi sedikit, sayur capcay, sate daging ayam dengan tusuk sate yang khas Bali. Potongan bambu untuk menusuk daging ayam dibuat pipih agak lebar sehingga terkesan unik. Berbeda dengan tusuk sate pada umumnya yang dibentuk bulat dari bambu pula.

Dokpri
Dokpri
Selesai menikmati hidangan, saya sempatkan untuk berswafoto sebagai kenang-kenangan pernah ke Rumah Makan Saras di Bedugul, Bali. Beberapa kawan pengawas masih ada yang antre. Bus rombongan yang tidak datang bersamaan membuat sirkulasi di dalam rumah makan berjalan alami. Beberapa pengunjung yang sudah selesai makan, dengan suka rela harus keluar dari tempat yang cukup nyaman itu. Toleransi harus diberikan demi memberi kesempatan kepada pengunjung yang ingin duduk sambil menikmati hidangan siang hari.

Di luar, sekitar tempat parkir kendaraan ada beberapa penjual oleh-oleh yang didominasi oleh penjual buah-buahan lokal, buah khas daerah pegunungan. Ada buah yang banyak diburu pengunjung, namanya "buah salju". Berhubung perut saya sudah kenyang, saya tidak tergoda untuk membeli buah-buahan. Bahkan, ketika ada teman pengawas lain yang membeli buah markisa dan menawarkan kepada saya, dengan halus saya menolaknya. Saya khawatir rasa buah itu tidak manis. Hal itu akan mengurangi kenikmatan makan siang yang baru saja selesai kami lakukan.

Bus nomor 12 (dua belas) sudah beberapa kali saya intip, belum banyak orang yang berada di dalamnya. Untuk itu, saya mondar-mandir melihat-lihat kondisi antara rumah makan Saras dan tempat parkir bus.

Dokpri
Dokpri
Ada sebuah rumah makan (caf) yang dinding-dindingnya transparan karena terbuat dari kaca. Pengunjung yang ada di dalamnya terlihat dengan jelas. Meja dan kursi kayu sebagai tempat makan pengunjung terlihat cukup artistik. Bli Wayan, demikian nama rumah makan tersebut.

Perjalanan selanjutnya, kami diberi tahu oleh pemandu wisata di dalam bus, menuju objek wisata berupa danau yang berdekatan dengan sebuah pura. Setelah bus parkir pada tempat yang disediakan pihak pengelola objek wisata, saya bergegas menuju toilet yang terletak tidak jauh dari lokasi parkir bus. Seperti objek wisata pada umumnya di Bali, ada biaya yang harus dibayar oleh pengunjung yang menggunakan fasilitas toilet.

Dokpri
Dokpri
Berbeda dengan toilet di obejk wisata di Candi Prambanan yang baru saja kami kunjungi pada bulan Juni 2022. Di sana masuk ke toilet tidak perlu mengeluarkan biaya. Lain tempat wisata lain kondisinya. Setelah buang air kecil, saya segera menyusul teman-teman pengawas lain yang sudah berfoto ria pada beberapa spot yang menarik.

Dokpri
Dokpri
Ada bangunan cukup bagus di dalam objek wisata Danau Beratan, yaitu rumah makan. Model bangunan sangat menarik. Pengunjung tentu tertarik untuk mendatangi rumah makan itu saat perut terasa lapar. Berhubung kami sudah kenyang, langkah kami langsung menuju spot-spot yang menarik untuk berswafoto dan foto bersama.

Dokpri
Dokpri
Selain berswafoto dan foto Bersama, saya suka mengabadikan atau memotret papan-papan nama atau papan tulisan yang menunjukkan lokasi suatu tempat atau nama suatu daerah. Dengan mengabadikan papan nama tersebut dapat dijadikan pengingat bahwa lokasi yang kita kunjungi mempunyai nama tertentu.

Dokpri
Dokpri
Langkah kaki kami menuju wahana wisata danau. Danau Beratan yang kami kunjungi merupakan danau terbesar kedua setelah Danau Batur. Luas Danau Beratan sekitar 375 hektar dengan kedalaman antara 22 hingga 48 meter. Danau yang cukup luas itu dijadikan objek wisata air.  

Saya tertarik memotret daftar tarif untuk menggunakan atau naik kendaraan di atas air. Saya tersenyum karena tarif cukup mahal menurut ukuran saya. Untuk naik satu speedboat (bisa muat lima orang) berkeliling danau dengan tarif Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah). Bagi pengunjung yang belum pernah merasakan naik speedboat tentu penasaran. Bagi saya yang sudah sering naik speedboat sebagai sarana transportasi (bepergian), uang sebesar itu tentu sangat sayang kalau hanya untuk sekadar keliling danau. Tempat berangkat dan tempat tujuan sama, berarti tidak ke mana-mana. Kalau kami di Penajam, dengan uang sebesar itu bisa PP (pergi pulang) dari dermaga Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara ke Kampung Baru Tengah di Kota Balikpapan.

Dokpri
Dokpri
Setelah beberapa saat menikmati dermaga objek wisata air yang juga menyewakan sepeda air dan sampan itu, kami duduk-duduk sejenak untuk berfoto ria. Kebetulan ada dua teman asal Klaten, Jawa Tengah yang bersama-sama kami meninjau dermaga wisata air tersebut. Belum banyak wisatawan yang berkunjung ke dermaga tersebut.

Selanjutnya kami berjalan menuju arah Pura Ulun Danu. Bagi umat Hindu, Pura Ulun Danu adalah pura Subak, yaitu sistem pengairan di Bali. Pura itu untuk memuja Dewi Danu atau Dewi Air yang merupakan lambang dari kesuburan.

Dokpri
Dokpri
Gerimis turun. Kami tidak dapat berlama-lama di area terbuka. Tempat berteduh pun kami cari. Untung ada tempat berteduh yang cukup luas. Dari posisi agak jauh saya mengambil gambar (memotret) area Pura Ulun Danu. Banyak pengunjung yang berfoto di dekat bangunan yang dijadikan latar uang kertas rupiah 50.000 lama. Kalau Anda kolektor uang kertas rupiah tentu tidak asing dengan gambar pura yang cukup menarik itu.

Dokpri
Dokpri
Beberapa pengunjung yang baru datang ada yang membawa payung agar tidak kehujanan. Tempat berteduh yang cukup terbuka dipenuhi pengunjung. Bangunan yang dipakai untuk berteduh itu sangat artistik, sama dengan bangunan rumah makan di dekat pintu masuk dan di seberang bangunan toilet. Saya berpindah tempat berteduh pada lokasi yang agak tertutup. Tujuan saya agar tidak terkena cipratan air hujan dan angin yang mulai terasa dingin. Semakin sore udara kian sejuk.

Setelah beberapa saat berada di tempat berteduh kedua, hujan mulai reda. Para pengunjung satu demi satu meninggalkan tempat berteduh untuk menuju lokasi yang diinginkan untuk berswafoto atau sekadar melihat-lihat panorama yang cukup elok. Taman di sekitar tempat berteduh juga menarik untuk dijadikan latar berfoto.

Saya dan beberapa teman pengawas sekolah yang satu bus segera menuju tempat parkir kendaraan kami. Nomor dua belas bus kami. Saya hampir lupa. Gerimis tipis masih kami rasakan tetapi tetap saja kami lanjutkan langkah kaki menuju bus nomor 12.

Penajam Paser Utara, 23 Oktober 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun