Perjalanan selanjutnya, kami diberi tahu oleh pemandu wisata di dalam bus, menuju objek wisata berupa danau yang berdekatan dengan sebuah pura. Setelah bus parkir pada tempat yang disediakan pihak pengelola objek wisata, saya bergegas menuju toilet yang terletak tidak jauh dari lokasi parkir bus. Seperti objek wisata pada umumnya di Bali, ada biaya yang harus dibayar oleh pengunjung yang menggunakan fasilitas toilet.
Berbeda dengan toilet di obejk wisata di Candi Prambanan yang baru saja kami kunjungi pada bulan Juni 2022. Di sana masuk ke toilet tidak perlu mengeluarkan biaya. Lain tempat wisata lain kondisinya. Setelah buang air kecil, saya segera menyusul teman-teman pengawas lain yang sudah berfoto ria pada beberapa spot yang menarik.
Ada bangunan cukup bagus di dalam objek wisata Danau Beratan, yaitu rumah makan. Model bangunan sangat menarik. Pengunjung tentu tertarik untuk mendatangi rumah makan itu saat perut terasa lapar. Berhubung kami sudah kenyang, langkah kami langsung menuju spot-spot yang menarik untuk berswafoto dan foto bersama.
Selain berswafoto dan foto Bersama, saya suka mengabadikan atau memotret papan-papan nama atau papan tulisan yang menunjukkan lokasi suatu tempat atau nama suatu daerah. Dengan mengabadikan papan nama tersebut dapat dijadikan pengingat bahwa lokasi yang kita kunjungi mempunyai nama tertentu.
Langkah kaki kami menuju wahana wisata danau. Danau Beratan yang kami kunjungi merupakan danau terbesar kedua setelah Danau Batur. Luas Danau Beratan sekitar 375 hektar dengan kedalaman antara 22 hingga 48 meter. Danau yang cukup luas itu dijadikan objek wisata air. Â
Saya tertarik memotret daftar tarif untuk menggunakan atau naik kendaraan di atas air. Saya tersenyum karena tarif cukup mahal menurut ukuran saya. Untuk naik satu speedboat (bisa muat lima orang) berkeliling danau dengan tarif Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah). Bagi pengunjung yang belum pernah merasakan naik speedboat tentu penasaran. Bagi saya yang sudah sering naik speedboat sebagai sarana transportasi (bepergian), uang sebesar itu tentu sangat sayang kalau hanya untuk sekadar keliling danau. Tempat berangkat dan tempat tujuan sama, berarti tidak ke mana-mana. Kalau kami di Penajam, dengan uang sebesar itu bisa PP (pergi pulang) dari dermaga Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara ke Kampung Baru Tengah di Kota Balikpapan.
Setelah beberapa saat menikmati dermaga objek wisata air yang juga menyewakan sepeda air dan sampan itu, kami duduk-duduk sejenak untuk berfoto ria. Kebetulan ada dua teman asal Klaten, Jawa Tengah yang bersama-sama kami meninjau dermaga wisata air tersebut. Belum banyak wisatawan yang berkunjung ke dermaga tersebut.
Selanjutnya kami berjalan menuju arah Pura Ulun Danu. Bagi umat Hindu, Pura Ulun Danu adalah pura Subak, yaitu sistem pengairan di Bali. Pura itu untuk memuja Dewi Danu atau Dewi Air yang merupakan lambang dari kesuburan.
Gerimis turun. Kami tidak dapat berlama-lama di area terbuka. Tempat berteduh pun kami cari. Untung ada tempat berteduh yang cukup luas. Dari posisi agak jauh saya mengambil gambar (memotret) area Pura Ulun Danu. Banyak pengunjung yang berfoto di dekat bangunan yang dijadikan latar uang kertas rupiah 50.000 lama. Kalau Anda kolektor uang kertas rupiah tentu tidak asing dengan gambar pura yang cukup menarik itu.
Beberapa pengunjung yang baru datang ada yang membawa payung agar tidak kehujanan. Tempat berteduh yang cukup terbuka dipenuhi pengunjung. Bangunan yang dipakai untuk berteduh itu sangat artistik, sama dengan bangunan rumah makan di dekat pintu masuk dan di seberang bangunan toilet. Saya berpindah tempat berteduh pada lokasi yang agak tertutup. Tujuan saya agar tidak terkena cipratan air hujan dan angin yang mulai terasa dingin. Semakin sore udara kian sejuk.
Setelah beberapa saat berada di tempat berteduh kedua, hujan mulai reda. Para pengunjung satu demi satu meninggalkan tempat berteduh untuk menuju lokasi yang diinginkan untuk berswafoto atau sekadar melihat-lihat panorama yang cukup elok. Taman di sekitar tempat berteduh juga menarik untuk dijadikan latar berfoto.