politik 2024 masih panjang, aura panas sudah mulai terasa. Mesin politik partai mulai memanas. Lembaga survei telah menerbitkan banyak publikasi tentang kandidat terkuat. Pergerakan politik sejumlah partai juga sudah mulai terlihat, kandidat favorit mulai menampakkan wajahnya, serta pendukung setianya.Â
Meski persainganKita semua tahu bahwa pemilihan umum adalah arena perebutan kekuasaan politik. Dan politik sendiri erat kaitannya dengan uang dan jabatan. Maka tidak salah jika seseorang memaknai bahwa politik adalah sarana untuk mencapai puncak kekuasaan. Padahal, kekuasaan adalah sarana untuk kesejahteraan rakyat. Namun, dalam praktiknya tidak sepenuhnya demikian.
Banyak politisi yang terjerat ambisi dan kepentingan diri sendiri yang hanya mementingkan diri sendiri dan kerabatnya. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Banyak politisi tersandung kasus korupsi. Dan tidak sedikit dari para politisi tersebut merupakan pimpinan tertinggi dari partai politik itu sendiri.Â
Dengan memegang kekuasaan, politisi secara langsung akan memiliki akses dan kewenangan untuk mengalokasikan sumber daya publik untuk kepentingan rakyat. Sumber daya publik meliputi anggaran pemerintah, kontrak dan konsesi kepada mitra pemerintah dan kebijakan pemerintah yang dapat menguntungkan kelompok usaha tertentu. Namun, sumber daya politik juga dapat disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok usaha tertentu. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa para politisi berlomba-lomba untuk mengikuti kontestasi politik dalam pemilihan umum.
Kita juga tahu bahwa uang terbesar adalah penerimaan pajak yang merupakan sumber utama APBN. Uang dari pembayaran pajak rakyat hanya dapat diakses melalui kebijakan publik.Â
Pada titik ini adalah pertemuan kepentingan berbagai kelompok bisnis atau kepentingan bisnis politisi. Dengan menduduki jabatan publik, mereka memegang kekuasaan untuk mengalokasikan sumber daya publik yang besar untuk keuntungan pribadi.
Politik tidaklah kejam karena pada dasarnya politik ingin membawa perubahan menuju kebaikan. seperti menciptakan kesejahteraan bersama. Namun, untuk mencapainya, para politisi seringkali bertindak secara tertutup dan tidak transparan kepada publik.Â
Misalnya, penutupan sumber pendanaan politik. Kerahasiaan ini cenderung menimbulkan kecurigaan banyak pendonor yang tidak ingin kepentingannya diketahui.
Padahal dengan berdonasi kepada partai dan kandidat, para donatur akan memiliki akses untuk mempengaruhi kebijakan publik. Kurangnya transparansi dana politik akan memungkinkan politisi untuk secara bebas mengalihkan sumber daya untuk kepentingan kelompok bisnis tertentu atau untuk kepentingan pribadi mereka. Khususnya di bidang usaha, peran negara sangat penting untuk menjamin kelangsungan usahanya.
Bukan rahasia lagi, biaya politik di Indonesia sangat mahal. Tentu saja, jika seorang politisi ingin mencalonkan diri melalui partai politik, ia membutuhkan banyak uang. Biaya minimal yang dibutuhkan seorang politisi untuk bersaing dalam kontes politik adalah 20-30 miliar. Biaya politik yang tinggi ini juga berkontribusi pada banyaknya kasus korupsi. Alexander Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan, mengatakan biaya politik di Indonesia sangat tinggi.
Pada saat yang sama, politisi juga membutuhkan uang dalam jumlah besar untuk memenangkan pemilu. Apalagi, ketika organisasi parpol tidak berjalan, beban kemenangan ada di tangan calon. Ini membutuhkan investasi yang besar. Pada akhirnya, politik uang juga tak terhindarkan.
Politik Uang adalah Keniscayaan
Politik dan uang adalah pasangan yang sangat sulit untuk dipisahkan. Politik dan uang akan selalu bergandengan seiring berjalannya proses politik. Kegiatan politik tentunya membutuhkan banyak uang (sumber daya), terutama dalam kampanye pemilu. Ada empat faktor dalam kampanye pemilu yaitu kandidat, program kerja dan isu kandidat, organisasi kampanye (riset politik) dan sumber daya (uang). Namun, uang adalah faktor yang sangat berpengaruh tanpa uang, tiga faktor lainnya tidaklah berguna dan akan menjadi sia-sia
Dalam pemilu, kandidat dipilih oleh warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih. Melalui pemilu, rakyat memilih siapa pemimpinnya. Namun dalam praktiknya, sebenarnya banyak terjadi praktik jual beli suara sehingga pemilih bukan lagi warga negara melainkan uang. Praktik jual beli suara menjadikan uang sebagai faktor utama yang menentukan siapa pemimpin politik. Siapapun yang punya banyak uang, dia bisa menjadi pemimpin dengan membeli suara rakyat saat pemilu.
Praktik money politic atau yang biasa disebut dengan politik uang jual beli suara pada dasarnya menafikan realitas demokrasi yang pada akhirnya akan mendegradasi pemilu dan demokrasi itu sendiri. Penurunan dukungan dan partisipasi publik dapat menjadi hukuman yang efektif karena memaksa elit untuk mendengarkan apa yang dikatakan publik. Namun, sistem demokrasi yang ideal dapat dirusak oleh praktik jual beli suara. Jika praktik money politic ini tidak dapat dicegah, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin politik dan pada akhirnya dampak terbesar adalah hilangnya kepercayaan terhadap demokrasi itu sendiri.
Untuk menghindari praktik jual beli suara, dana politik harus dikontrol secara ketat terutama dalam hal pengeluaran atau pembiayaan. Praktik jual beli suara harus dilarang dan penegakan hukum harus ditegakkan secara efektif. Masalahnya, selama ini banyak praktik jual beli suara yang tidak dikenakan sanksi secara ketat, kalaupun ada sanksi itu hanya diterapkan pada pelaku di lapangan. Selama penegakan hukum mandul, praktik jual beli suara akan terus berlanjut dan praktik ini menjadi salah satu faktor yang mendorong biaya pemilu menjadi lebih mahal.
Selain itu, aspek transparansi keuangan dalam pendanaan juga perlu diperhatikan. Jika sumber dana politik jelas, peluang korupsi bisa dicegah sedini mungkin. Jika asal dananya transparan, maka konflik kepentingan dalam kebijakan publik dapat dihindari. Pengaturan dana politik merupakan pencegahan korupsi yang sangat efektif, terutama untuk mencegah praktik korupsi politik yang menguras sumber daya publik atau memberikan manfaat dan perlindungan bagi kepentingan bisnis dan politik.
Sebagai rakyat di negara demokrasi kita bebas memilih dan mengambil keputusan untuk menentukan dan mengubah arah hidup kita sendiri. Untuk itu, sebagai masyarakat yang memiliki hak untuk memilih jangan sesekali terpancing dengan bujuk rayu para elit politik yang banyak menjanjikan sesuatu dengan memberikan uang. Karena saya yakin kedepan, elit politik seperti demikianlah nantinya akan fokus pada pengembalian uang yang telah diberikan. Dan mereka lupa akan tugas dan tanggung jawabnya yang mulia untuk mensejahterakan rakyat.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H