Mohon tunggu...
Suprianto Haseng
Suprianto Haseng Mohon Tunggu... Lainnya - Pemuda Perbatasan, PAKSI Sertifikasi LSP KPK RI

Perjalanan hari ini bermula dari seberkas pengalaman yang tertumpah di sepanjang jalanan hidup. Seorang pribadi yang biasa-biasa saja dan selalu ingin tampil sederhana apa adanya bukan ada apanya. Berusaha menjaga nilai integritas diri..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tsunami Korupsi yang Terus Menerjang Nyaris Tak Tersisa

12 Agustus 2022   18:29 Diperbarui: 12 Agustus 2022   18:35 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih lekat diingatan, Tsunami menerjang dengan hebatnya Bumi Serambi Mekah, Aceh tepat 17 tahun yang lalu. Tsunami Aceh yang merupakan bencana alam terbesar dalam sejarah itu terjadi pada 26 Desember 2004. Gelombang besar Tsunami menyapu pesisir Aceh pasca gempa dangkal berkekuatan M 9,3 yang terjadi di dasar Samudera Hindia. Gempa yang terjadi itu, bahkan disebut oleh para ahli sebagai gempa terbesar ke-5 yang pernah ada dalam sejarah

Demikianlah kondisi bangsa Indonesia  saat ini. Tanpa kita sadari tsunami korupsi Juga telah menerjang semua sektor kehidupan tanpa tersisa. Beberapa lembaga yang telah dibentuk untuk membendungnnya tetap saja tidak berdaya dalam menanganinya. Sebut aja, Kepolisian, Kejaksaan bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi seakan tak berdaya dalam menghadapi ganasnya terjangan tsunami korupsi itu. 

Yah siapa sih yang tidak mengenal kata Korupsi di  negeri ini? 

Hampir tiap hari kita disuguhkan berita di media baik cetak maupun online terkait kasus-kasus korupsi. Bagaikan Tsunami yang memiliki gelombang besar terus menerus menerjang bangsa ini yang memberikan dampak maha dahsyat

Korupsi tidak hanya biasa kita temukan dikalangan pejabat berdasi bangsa ini, namun dapat juga kita temukan di sekitar kita. Yah, tak usah jauh-jauh cukup tanya pada diri kita sendiri, korupsi ala kita-kita aja lah. Contoh kecil ketika berhadapan dengan polisi di jalan raya, dan ketika kita melanggar aturan yang ada, Lantas Pak Polisi mengatakan mau ditilang atau ditolong? 

Sunguh sebuah pilihan yang serba salah untuk diambil. Beda tipis lho pernyataan ini. Kalau kamu adalah orang yang berintegritas tinggi tentu kamu akan menolaknya. Namun tidak tahu dengan yang sebaliknya.  Saya salut jika ada yang berani langsung menolaknya. Orang itu harus dicontoh. Banyak diantara kita yang meminta untuk berdamai saja dengan kondisi yang ada. 

Benar tidak ?

Inilah perilaku koruptif yang belum bisa hilang di dalam masyarakat kita saat ini. Ayo jujur. Berbicara mengenai korupsi di Indonesia memang tidak ada kata habisnya. Korupsi tak berpenghujung. Korupsi telah mengakar ke segala sendi kehidupan masyarakat, Saya berani katakan Anda Berhohong, ketika berkata "saya tidak pernah melakukan perilaku koruptif".

Kuatnya gelombang tsunami korupsi ini membuat akar korupsi ini menumbuhkan pohon korupsi dari berbagai macam Profesi. Perilaku koruptif ini telah menerjang dan merengut dengan paksa kehidupan masyarakat dimana seharusnya masyarakat Indonesia itu hidup makmur dan sejahtera menjadi hidup sengsara kian menderita. Dengan dampak yang diberikan begitu luar biasa sehingga Korupsi dikatakan sebagai Tindak Kejahatan Luar biasa yang di sejajarkan dengan narkotika dan aksi terorisme.

Dikatakan sebagai kejahatan luar biasa, karena korupsi bukan hanya kejahatan yang merugikan keuangan negara, tetapi dapat berdampak pada seluruh program pembangunan, kualitas pendidikan dan pembangunan menjadi rendah, mutu pendidikan jatuh, serta kemiskinan tidak tertangani. Korupsi adalah kejahatan yang merampas hak rakyat, korupsi juga merampas hak asasi manusia, korupsi juga melawan kemanusiaan.

Menurut saya, isu yang paling krusial untuk diselesaikan saat ini  adalah persoalan korupsi bukanlah pada persoalan ekonomi sosial atau kesehatan. Kenapa saya mengatakan demikian, karena korupsi merupakan masalah global dan kompleks. Bukan hanya terjadi di negara tercinta Indonesia namun hampir di seluruh penjuru dunia termasuk negara-negara G20.

Hampir semua negara yang memiliki persoalan korupsi, harus pula menghadapi ancaman kemiskinan. Indonesia jangan dibicarakan lagi. Fakta berbicara bahwa Indonesia merupakan surganya bagi para koruptor. Salah satu penyebabnya adalah koruptor tidak diberikan sanksi yang berat, dan lemahnya hukum yang ada. Hal ini sangat disayangkan. Harapan kita sebagai masyarakat tentunya ingin menghadirkan pengadilan yang berpihak pada pemberantasan korupsi. Namun dengan kondisi yang ada ini seperti keinginan itu hanya angan belaka.

Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), praktis sejak lembaga pengadilan dibentuk masih banyak ditemukan putusan yang menguntungkan pelaku korupsi. Mulai dari vonis rendah, baik dalam hal pemenjaraan, pengenaan denda, penjatuhan hukuman tambahan berupa uang pengganti, hingga polemik pencabutan hak politik, selalu tampak oleh masyarakat.

Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pengadilan pun anjlok, bahkan kini berada di bawah Polri. Bukan hanya itu, mayoritas masyarakat juga beranggapan majelis hakim persidangan kerap tidak adil menghukum pelaku korupsi.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang tahun 2019 para koruptor dihukum ringan, rata-rata 2 tahun 7 bulan, atau hanya naik sedikit dari rata-rata tahun 2018, yakni 2 tahun 5 bulan

Apa yang salah dengan Indonesia?

Korupsi tumbuh kian subur, merambah dan merajalela disemua sektor kehidupan. Korupsi telah memperkosa dan merengut dengan paksa kesejahteraan rakyat tanpa memikirkan kepentingan publik yang sudah lama menunggu kata sejahtera di semua bidang kehidupan.

Menurut kaca mata saya, ada dua persoalan yang terkait dengan hal ini, pertama adalah kurang tegasnya hukum yang berlaku di Indonesia. Kedua adalah kurangnya kesadaran akan nilai-nilai Integritas pada diri pemuda bangsa ini

Berbicara terkait masalah kurang tegasnya hukum yang berlaku di negara ini. Memang fakta berkata demikian. Berapa banyak kasus-kasus korupsi yang dihukum ringan. Masih ingat dengan kasus Menteri Sosial RI yang ditangkap KPK karena korupsi Dana Bansos ditengah wabah pandemi?

Kasus ini masih hangat yang terjadi pada 23 Agustus 2021 lalu. Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta menjatuhkan vonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair kepada mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Juliari dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan korupsi, yakni menerima suap sebesar Rp 32,4 miliar dari para rekanan penyedia bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial. 

Tidak hanya pada kasus Juliari Peter Batubara, masih banyak lagi kasus korupsi yang dihukum ringan seperti Djoko Tjandra di kasus Irjen Napoleon Bonaparte yang dihukum hanya 3 tahun 6 bulan penjara. Vonis ringan juga terjadi pada Pinangki Sirna Malasari dalam perkara tindak pidana korupsi dari 10 tahun menjadi 4 tahun. 

Berdasarkan kasus vonis ringan ini, sudah seharusnya pemerintah itu menerapkan hukuman yang dapat menimbulkan efek jera, seperti hukuman mati. Bukan hukuman yang memberikan angin segar bagi koruptor dengan pengurangan sanksi hukuman. Vonis ringan kepada koruptor, hanya akan melahirkan koruptor-koruptor baru. 

Masalah kedua adalah kurangnya kesadaran akan nilai-nilai Integritas pada diri pemuda bangsa ini. Mau jadi apa bangsa ini jika pemudanya sendiri banyak yang terjebak dalam kasus tindak pidana korupsi? Untuk itu, sebagai generasi muda, pahami peran kita sebagai agen perubahan. Masa depan Indonesia ada ditangan kita para pemudanya. Kita lah yang diharapkan kedepan mampu membawa perubahan bangsa ini kearah lebih baik. Indonesia bersinar Bersih dan berintegritas.

Jika korupsi ini tidak kita sikapi dengan cara perlawanan secara masif, saya yakin dan percaya kedepan kita semua akan mengalami penderitaan yang maha dahsyat. Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kecintaan dan kepedulian pada negeri dan anak bangsa, sudah seharusnya kita bergotong royong dalam membendung tsunami korupsi ini.  Masyarakat harus besatu menyatakan perlawanan terhadap korupsi. Pengaduan Masyarakat terhadap adanya Indikasi Korupsi bisa diterapkan

KPK adalah salah satu lembaga yang mendapat tugas melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tentu KPK tiak bisa bekerja sendiri, dibutuhkan peran serta masyarakat. Masyarakat Indonesia harus bangkit dan mengambil bagian dalam perang melawan korupsi. Masyarakat adalah mitra sejajar yang menjadi mata dan telinga KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Peran serta masyarakat tersebut dapat diwujudkan dalam pengaduan masyarakat.

Perlu diketahui bahwa kunci keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangkap koruptor diantaranya merupakan hasil dari adanya peran serta dan kepedulian masyarakat dalam melaporkan kasus korupsi. Bisa dikatakan hampir semua kasus-kasus besar yang ditangani oleh KPK bermula dari adanya pelaporan pengaduan masyarakat. KPK akan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat yang masuk, apabila bukti awal tindak pidana korupsi sudah cukup kuat. Maka dari itu, peran serta masyarakat ini sangat dibutuhkan dalam memberantas korupsi

Masyarakat bisa memanfaatkan berbagai media pengaduan yang disediakan oleh KPK diantaranya adalah:

  • Surat melalui alamat KPK: Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. 4
  • Email Pengaduan : pengaduan@kpk.go.id
  • Call Center KPK : 198
  • WhatsApp Pengaduan : 0811 959 575
  • SMS Pengaduan : 0855 8575 57
  • KPK Whistleblower's System : http://kws.kpk.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun