Mohon tunggu...
Supriyadi
Supriyadi Mohon Tunggu... Administrasi - ***

***

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ambiguitas Masa Depan

5 Februari 2019   13:13 Diperbarui: 5 Februari 2019   13:13 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak ada yang pernah mengetahui apa yang akan terjadi. Bahkan 5 detik kedepan sekalipun. Kadang sesuatu yang sudah direncanakan saja tidak dapat terealisasikan sesuai ekspektasi. Masa depan adalah sebuah misteri yang tidak bisa ditebak.

Tsunami yang melanda Selat Sunda di akhir tahun 2018 lalu adalah bukti betapa musibah menjadi pemutus harapan. Di antara korban yang meninggal adalah isteri Ifan seventeen (Dylan Sahara) dan 3 personil seventeen lainnya

Dylan Sahara dan Herman Sikumbang (gitaris seventeen) merupakan caleg yang akan bertarung di pileg 2019. Namun bencana telah memupus dan memutus rencana pertarungan mereka dalam kontestasi pemilu anggota legislatif tahun ini.

Masa depan memang sebuah ambigu, tidak bisa ditebak, tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. Segala yang ada saat ini, mungkin pernah dianggap sesuatu yang mustahil beberapa puluh tahun yang lalu.

Di saat seorang Alexander Graham Bell sibuk merancang alat komunikasi (telepon), orang-orang masih sibuk berkirim surat. Pada saat itu mereka tidak pernah menyangka bahwa suatu saat orang-orang akan bisa berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda tempat (bahkan berjarak jauh) di waktu yang sama.

Sekarang, berbagai aplikasi layanan pesan singkat, chatting, telah tersedia di smartphone. Sehingga mereka bisa berkomunikasi secara real time, padahal beberapa puluh tahun yang lalu mungkin dianggap sebuah kemustahilan. Masa depan memang sebuah ambigu, tidak ada yang bisa menduga.

Dulu, untuk membuat perusahaan transportasi harus memiliki aset berupa armada kendaraan. Saat ini, untuk menjadi sebuah perusahaan transportasi  tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pengadaan armada kendaraan. Hanya cukup menyediakan aplikasi layanan transportasi saja, sudah bisa mendirikan sebuah perusahaan transportasi. Sebab kendaraan telah disiapkan oleh mitra pengemudi yang dengan suka rela siap untuk mengabdikan diri kepada aplikator (penyedia aplikasi) layanan transportasi berbasis online.

Masa depan memang sebuah ambigu, tidak ada yang bisa memprediksi. Soal memprediksi itu pekerjaan sehari-hari BMKG. Kadang prakiraan cuaca yang telah menggunakan teknologi canggih saja seringkali meleset. Diperkirakan pagi cerah, ternyata hujan. Siang diperkirakan hujan lebat, ternyata panas terik seharian.  Untuk dijadikan acuan menjemur pakaian saja belum bisa.

Masa depan memang sebuah ambigu, unpredictable. Siapa yang menyangka seorang Angkie Yudistia penyandang tuna rungu yang semasa SD-nya dibully teman-temannya, saat ini menjadi Direktur Eksekutif Thisable Creative Center. Yang memberdayakan anak-anak penyandang disabilitas agar lebih produktif dan mandiri secara ekonomi.

Masa depan memang sebuah ambigu, tidak bisa diketahui dan disangka-sangka. Kehangatan dalam pertemanan yang sudah lama terjalin, berubah menjadi gesekan akibat tergerus oleh kejamnya ajang kompetisi para elite politik. Polarisasi telah berhasil memecah dua kubu yang saling berseberangan.

Apa saja yang dikatakan dan dilakukan kubu lawan selalu salah. Sebaliknya, ketika rekan sekubu melakukan kesalahan sekalipun, akan dibela habis-habisan. Objektivitas telah pergi seiring datangnya fanatisme buta terhadap tokoh elite politik yang diidolakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun