Syekh Athiya Saqr menyimpulkan pandangan al-Khatib dalam iqhna' bahwa kebutuhan yang wajib dipenuhi itu yang terkait dengan kebersihannya, tetapi kebutuhan kosmetik tidak wajib. Sedangkan dalam mahzab Hambali, menjelaskan kosmetik menjadi wajib saat istri meminta. Tetapi menurut Saqr, esensi pendapat para ahli fikih itu adalah kelaziman atau keumuman serta yang termasuk kategori muasyarah bil ma'ruf. (Syekh Athiya Saqr, Mausu'athu al-Usroh 3/192 menukil dari al-iqhna'/191 dan al-Mughni970).
Menurut Dr. Oni Sahroni, MA yang merupakan anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), menjelaskan terkait pendapat para ahli fikih tersebut sangat terkait dengan tujuan berhias untuk siapa dan kondisi seperti apa, dan juga sangat terkait dengan 'urf atau tradisi serta kemampuan dan kelaziman.Â
Tegasnya, kebutuhan make up dan skincare para istri tersebut merupakan bagian dari nafkah saat suami mampu menunaikannya dengan besaran biaya yang lazim dan normal. Besaran kelaziman tersebut sangat terkait dengan kelaziman masyarakat pada umumnya bukan pada komunitas tertentu. Sebagaian kesimpulan dasar ini ditegaskan dalam prinsipnya oleh al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi.
Wallahu'alam.....
Selengkapnya bisa dibaca di http://bit.ly/MuamalahDaily_
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H