Mohon tunggu...
bambang haryanto
bambang haryanto Mohon Tunggu... -

Penulis dan blogger, pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000)tercatat di Museum Rekor Indonesia. Impiannya untuk mengubah paradigma suporter sepakbola Indonesia yang anarkhis menjadi suporter yang atraktif memenangkan Honda The Power of Dreams Award 2002.Buku humor politiknya, Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (Etera Imania,2010) baru saja terbit. Blog Suporter Indonesia : http://suporter.blogspot.com. Tinggal di Wonogiri.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

2004 : Garuda Cakar Malaysia. Kini Juga Bisa ?

26 Desember 2010   02:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:23 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 500 suporter Indonesia.
Terkepung rapat 55.000 suporter Singapura.
Kami bertahan dengan "Indonesia Raya."

Saat itu, saya bersama Mayor Haristanto, juga suporter timnas Indonesia lainnya berhimpun di pojok timur laut Stadion Kallang Singapura. Minggu, 16 Januari 2005. Final  Piala Tiger 2004 leg kedua.

Beberapa hari  sebelumnya, Sabtu, 8 Januari 2005, kami juga ikut mendukung timnas berlaga pada leg pertama di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Sore harinya, rombongan satu bis kecil dari Pasoepati Solo itu sempat dijamu untuk mengisi acara One Stop Football di TV7, Gedung Dharmala.

Sejarah telah mencatat, kita gagal menjadi juara.

Pada pertandingan pertama, kita di kandang kalah 1-3 dari Singapura. Timnas Indonesia kebobolan tiga gol,  oleh tembakan bebas bek Daniel Bennet (naturalisasi asal Inggris), Khairul Amri dan si keling Agu Casmir (naturalisasi dari Nigeria). Pada waktu perpanjangan, tembakan bebas Mahyadi Panggabean menipiskan kedudukan menjadi 1-3.

Kembali ke Kallang. Setelah membentangkan spanduk besar yang kami bawa dari Solo, berbunyi “Bangkit Indonesia,” serentak kami suporter timnas Indonesia bangkit berdiri, tanpa komando. Kami bersama melagukan “Indonesia Raya.” Walau pertandingan belum resmi dimulai.

Ada rasa nasionalisme yang mendidih dan menggelegak di dada kami. Tetapi juga rasa haru, yang membuat pelupuk mata mengembang panas air mata. “Kami bangga sebagai bangsa Indonesia,” begitu kira-kira lagu yang berbunyi pada setiap dada kami.

Sebelum pertandingan dimulai, saya digamit oleh seseorang. Ia mengenalkan diri sebagai wartawan koran utama Singapura, The Straits Times.

Setelah bertukar kartu nama (saya bawa kartu nama sebagai pendiri komunitas penulis surat-surat pembaca, Epistoholik Indonesia), saya tahu nama pemuda ramah itu : Chan Yi Shen.

Ia bertanya : bagaimana peluang Indonesia di final malam ini. Saya katakan, berat. Tetapi saya juga punya impian yang mungkin muluk. Saya merujuk tulisan di kaos putih saya, tergores slogan “I Believe The Withe Magic.” Saya percaya terhadap daya magis seorang Peter Withe, pelatih timnas saat itu.

Kepada Chan Yi Shen, saya ajak dia surut ke belakang. Untuk menyimaki data laga semifinal saat Indonesia ketemu Malaysia. Pada laga pertama di Jakarta, 28 Desember 2004, Indonesia kalah 1-2. Gol Indonesia dicetak Kurniawan Dwi Yulianto. Tetapi Malaysia membobol gawang Hendro Kartiko dua gol lewat Liew Kit Kong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun