Mohon tunggu...
bambang haryanto
bambang haryanto Mohon Tunggu... -

Penulis dan blogger, pencetus Hari Suporter Nasional 12 Juli (2000)tercatat di Museum Rekor Indonesia. Impiannya untuk mengubah paradigma suporter sepakbola Indonesia yang anarkhis menjadi suporter yang atraktif memenangkan Honda The Power of Dreams Award 2002.Buku humor politiknya, Komedikus Erektus : Dagelan Republik Kacau Balau (Etera Imania,2010) baru saja terbit. Blog Suporter Indonesia : http://suporter.blogspot.com. Tinggal di Wonogiri.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

You May Say I’m a Dreamer

8 April 2010   04:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:55 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Revolusi Mengubah Budaya Suporter Sepakbola Yang Destruktif Menjadi Penghibur Kolosal Yang Atraktif

"Setiap insan memiliki mimpi, tujuan hidup atau aktivitas yang memberi mereka hidup yang memiliki makna mendalam dan mengobarkan gairahnya. Ketika kita sebagai manusia sedang berlari mengejar mimpi, kita merasa terberdayakan."

Kalimat indah dan bermakna dalam dari situs web Honda di atas, selain menunjukkan kedalaman fondasi semangat dan kekuatan inovasi sebagai perusahaan yang dibangun di atas mimpi, jelas merupakan ilham sekaligus panduan kokoh untuk setiap pribadi dalam memasuki abad baru saat ini. Termasuk diri saya pribadi yang sedang menguber mimpi untuk dibumikan menjadi realitas !

Sebagai seorang suporter sepakbola, mimpi besar itu adalah hadirnya pertandingan sepakbola yang aman, nyaman, bermutu, menggembirakan dan menggairahkan bagi pemain dan penonton. Juga menyejahterakan. Sebab selama ini pagelaran pertandingan sepakbola senantiasa beraroma perang. Petugas keamanan siaga dimana-mana. Lalu suporter sepakbola senantiasa terancam sebagai kambing hitam pelaku kerusuhan.

Stigma telah tergores bahwa suporter adalah himpunan orang-orang dungu, bermodalkan fanatisme sempit, dengan emosi bak genangan bensin yang mudah terbakar, kekanak-kanakan, agresif dan destruktif.

Mimpi itu pula yang pelan-pelan kini menyebar, mewarnai lanskap teater sepakbola di Indonesia. Kini panoramanya tidak lagi hanya maraknya tindak kekerasan suporter, tetapi tergurat warna pelangi yang menjanjikan dari aksi suporter bersangkutan. Dua tahun terakhir berhembus kuat kesadaran pada diri suporter sepakbola bahwa kehadiran mereka di stadion tidak lagi hanya sebagai penonton, tetapi pantas tampil sebagai pemain terhormat dari suatu totalitas pagelaran teater sepakbola.

Matador dan Konser. Dengan mengambil tamsil pagelaran adu banteng di Spanyol, banteng dan matador adalah ibarat dua kubu tim sepakbola yang bertanding. Para pemain sepakbola merupakan aktor utama. Sementara penonton tetaplah berstatus sebagai penonton. Mereka bukanlah pemain. Tetapi di Spanyol juga dikenal atraksi massal, tidak kalah sensasional, yang melibatkan banteng dan massa. Uniknya disini, massa tidak hanya berstatus sebagai penonton, melainkan juga sebagai pemain.

Novelis Sidney Sheldon dalam novel indah dan menegangkan, The Sands of Time, secara memikat menggambarkan operasi pembebasan pentolan gerilyawan separatis Basque dari penjara Spanyol dengan latar belakang adegan pacuan massa dengan banteng "gila" ini. Pembaca disodori panorama eksotis berbau darah, kematian dan juga ruap gairah hidup, saat gemuruh massa dibalut rasa gembira bercampur ngeri, ramai-ramai berlarian di gang-gang sempit kota Pamplona sambil merecoki, menggoda, sekaligus menghindari amukan banteng ganas yang siap menginjak atau menyeruduknya secara buas.

Teater adu banteng di Pamplona ini rasanya klop sebagai presentasi roh teater sepakbola kontemporer, utamanya tren yang menggelombang dan sedang mencari bentuknya yang terbaik di Tanah Air dewasa ini. Penonton, juga suporter, yang dulu hanya duduk manis di bangku-bangku stadion, kini bangkit sebagai aktor yang ikut bermain.

Pada pelbagai kota sepakbola di Tanah Air seperti kota Solo, Jakarta, Malang, Bandung, Makassar, Surabaya, Semarang, Sleman, Tangerang, Gresik dan Medan, kini mewabah tren suporter sepakbola membentuk organisasi untuk tampil sebagai sosok entertainer, penghibur, dalam konser sepakbola.

Secara atraktif kerumunan massa itu kompak meneriakkan yel-yel, melakukan koor, juga menampilkan koreografi yang gigantik. Akibatnya perbedaan status sebagai entertainer, antara pemain sepakbola dan suporter, kini tak lagi kontras. Keduanya berbaur, saling berdialog, guna "membakar" atmosfir pertandingan sepakbola sehingga menjadi tontonan yang benar-benar menggairahkan. Atensi publik yang semula menjadi privilege pemain, kini sebagiannya terenggut oleh aksi suporter yang melakukan konser di pinggir lapangan secara signifikan !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun