Bismillah,
Penulis merupakan salah satu pelaku bedol rumah di desa. Penulis berasal dari desa Lubuk Langkap Air Nipis Bengkulu Selatan provinsi Bengkulu. Suatu sisi penulis bersyukur karena keluarga ayah Abdur Rahim bin Hamzah mampu keluar dari penyakit mematikan yakni buta huruf. Pada
.
Pesan Kakek
Kakek penulis sangat akrab dengan penulis. Namanya Merinsan. Ini yang membuat puluhan cucu kakek cemburu. Kakek memberi pesan kepada penulis agar memberantas penyakit yang diderita olehnya. Apa itu? Ialah buta huruf. Kakek hanya sekolah sehari pada zaman Belanda.
Pesan itu sangat berbekas pada penulid. Dia rela menunggu kebun yang ia minta bangun pada mantunya yang merupakan ayah penulis. Penulis berharap bisa Allah bantu mewujudkannya suatu hari.
Tamat kuliah di Universitas Sriwijaya penulis pulang ke desa. Sekitar 2 bulan lebih penulis menikmati suasana desa. Setelah itu penulis melamar kerja di Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu. Alhamdulilah diterima dan  ditempatkan di Tais Bengkulu Selatan. Ada proyek bantuan bank dunia untuk peremajaan karet rakyat.
Calon istri
Tarikan calon istri yang masih belum diresmikan sangat kuat. Dia masih kuliah di kampus yang sama dengan penulis. Dia adalah yunior penulis. Penulis masuk pada tahun 1978, sang calon 1980.
Karena itu penulis kembali ke kota Palembang dan melamar jadi dosen. Sebagian tak menerima sebagian menerima penulis sebagai dosen muda. Akhirnya penulis resmi diterima sebagai dosen dengan gaji hanya sepertiga dari gaji di Disbun Provinsi Bengkulu.
Minta dibuatkan rumah
Karena ada dua adik yang ikut penulis maka penulis membujuk ayah membuatkan penulis rumah. Adik penulis yang sedang studi di SMA di Manna juga akan menyusul ke Palembang tahun berikutnya.
Tahun berikutnya penulis membujuk ayah, ibu, kakek dan adik'adik penulis ikut pindah ke kota alias bedol rumah di desa. Alhamdulillah semua berjalan baik walaupun tidak mulus. Belum lama setelah tiba di rumah yang dibangun ayah penulis tiba-tiba miring. Kami meminta tetangga bergorong royong membenarkan rumah yang miring tersebut. Dua bulan setelah di kota ayah, ibu minta pulang ke desa karena ayah tidak ada mata pencaharian. Penulis meminta bersabar. Penulis mengupayakan pembelian lahan dengan menjual atau menukar dengan sepeda motor.
Alasan lain mengapa penulis memindahkan keluarga penulis ke kota yakni agar adik-adik penulis punya motivasi untuk bersekolah. Alhamdulillah adik-adik semua termotivasi untuk sekolah dan kuliah di PTN. Banyak hal yang perlu disyukuri. Walau demikian tetap saja ada penyesalan pada diri penulis karena rumah dan aset di desa telah dijual oleh ayah. Karena itu adik-adik ada jarang pulang ke desa Lubuk Langkap. Karena mereka sudah menetap di kota sejak kecil.. Penulis masih mendua...orang kampung yang tinggal di kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H