Bismillah,
Ketika melihat gambar pohon kopi di manapun di media sosial, di website, di buku maka itu langsung menggamit memori penulis.
Mengapa? Karena puluhan tahun dari hidup penulis ada di kebun kopi Datar Kepahyang Air Nipis Bengkulu Selatan. Sejak tamat SD penulis secara berkala jika libut sekolah akan langsung bermalam di kebun bersama kakek nenek.
Masa-masa itu terasa indah bersama kakek nenek. Hidup penulis meskipun keras karena harus bekerja membantinh tulang tetapi bahagia. Makan masak sendiri. Mencari ikan sendiri. Menikmati majan siang dan makan malam bersama kakek nenek yang penuh kasih sayang.
Kebun kopi
Kakek dan ayah penulis dari dasa warsa satu ke dasa warsa berikutnya memiliki komitmen dan kebiasaan jika membuka hutan untuk persawahan atau untuk kebun buah selalu memulai penanaman awal demgan tanaman sayur lalu ditanam kopi dan pohon buah. Karena itu  tidak mengherankan jika pada awal pembukaan kebun mereka memanen sayur berupa cabe, terong, kacang panjang, kecipir, labu parang dsb. Di samping dijual ke pekan atau pasar mingguan juga digunakan untuk menu harian sebagai lauk pauk. Sementara nasi diperoleh dari bertanam padi di sawah yang diushakan 1 kali setahun. Kakek dan ayah jago dalam mencari ikan apalagi ayah A Rahim hobby menyirat jala untuk dijual atau pakai sendiri. Tanaman kopi yang berumur 3 tahun akan menghasilkan panenan kopi terbanyak alias mukul agung. Namun demikian kebun kopi akan tetap menghasilkan sampai umur puluhan tahun. Di kebun kopi datar kepahyang atau 7 km sebelah utara desa Tanjung baru Air Nipis Bengkulu Selatan sangat terkesan karena menjadi tempat berkumpulnya pars penembak rusa yakni paman penulis sendiri. A Djalim namanya. Dia sering berburu rusa dan kakek penulis Merinsan sering diberi daging rusa oleh paman Djalim. Daging rusa enak sekali rasanya.
Merantau ke kota Palembang
Setelah tamat SMAN 1 Manna penulis diantar oleh ayah ke Palembang untuk melanjutkan studi di Universitas Sriwijaya Paembang. Di sana penulis dimasukkan ke Fakultas Pertanian. Dengan senang hati walau awalnya penulis ingin melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Unsri. Tetapi penulis sadar diri karena pendidikan kedokteran kala itu tidaklah sedikit. Dengan tekun dan tabah penulis menjalani pendidikan bersama 150 teman mahasiswa. Penulis memilih jurusan Ilmu Tanah. Bermodalkan ilmu tanah dan survei tanah, penulis diterima di perusahaan yang bergerak dalam bidang  survei tanah untuk pemukiman transmigrasi di Sumatera Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H