Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kematian Itu Mirip Pulang Kampung, Perlu Bekal yang Cukup

3 April 2021   05:41 Diperbarui: 3 April 2021   06:35 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah,

Semua kita adalah orang kampung. Kampung kita bisa di kota bisa juga di kota. Yang dimaksud kampung di sini adalah alamat kita tinggal di mana ada ayah dan ibu kita. Di manapun kita berada kita pasti ingin pulang dan kepulangan itu pasti terjadi karena di rantau visa kita habis, ijin tinggal kita habis. Kita akan diusir. Tulisan ini mengupas tentang kematian itu bak pulang kampung.

Rindu kampung

Sebagai warga kampung yang baik tentu kita tidak pernah lupa kampung kita. Ada sungai, ada sawah, ada kebun, ada teman, ada keluarga ayah, ada keluarga ibu, ada tetangga, ada kenangan cari ikan, cari buah durian, ada kenangan yang tak pernah habis jika diceritakan.

Yang paling penting adalah di kampung ada ibu dan ayah, kakek nenek, saudara, paman bibi dan semua. Kita selalu ingat dengan ayah ibu kita. Kita selalu ingat betapa peran ayah ibu kita sangat dominan. Ibu dan ayah adalah pasangan ideal yang bekerjasama memberi kita jaringan otak untuk kita berfikir, mendidik kita supaya ada hati, mengasa kita supaya kita ada rasa, mengaruh kita supaya kita ada cipta karsa dan budaya, mengasih kita supaya kita punya kasih tanpa pilih kasih.

Sumbangan terbesar orangtua kita adalah kita dilatih bicara, dilatih berjalan, dilatih hidup, dilatih mati, dilatih sabar, dilatih sunggug-sungguh, dilatih mencintai dicintai, dilatih kerja, dilatih mengayomi orang  lain, dilatih memberu, dilatih menerima, dilatih marah, dilatih mengendalikan diri dan banyak lagi.

Banyaknya sumbangan orangtua menjadikan kita rindu kampung, sayang kampung, cinta kampung dsb. Begitulah ibra peranan Allah dalam hidup kita. Semuanya adalah peran Allah.

Kematian itu bak pulang kampung

Semua kita pasti "diusir" dari rantau. Hidup di dunia ini tak ubahnya merantau. Visa terbatas. Ijin tinggal terbatas. Bawaan pulang terbatas paling-paling 1 hingga 2 kg kain kafan.

Semua diminta ditinggal. Harta, tahta, pasangan, anak cucu, tetangga, teman, semua tak boleh ikut. 

Jika bekal cukup

Jika bekal cukup misalnya ada banyak uang yang sudah dikirim kepada orangtua kita, jika banyak harta di kampung yang ditanam melalui orangtua kita maka kita tidak akan malu pulang kampung. Kebanyakan kita malas ngirim orangtua uang, mengirim ala kadarnya, itu pun hanya kadang-kadang maka kita malu pulang kampung. Baca mengirim orangtua itu adalah untuk harta yang kita kirimkan di jalan Allah seperri zakat, infaq, wakaf, sedekah dll termasuk mengasihi orangtua dan kerabat, anak yatim, orang miskin dan lain-lain.

Jika bekal tak cukup maka kita malu, sungkan pulang kampung. Begitulah hidup ini. Kita biasanya sangat malas nengirimkan uang kita ke akhirat. Harta kita tumpuk. Tahta untuk menumpuk harta, untuk menyusahkan orang lain. Jadilah kita pribadi yang tidak dinanti-nanti kedatangannya di kampung. Ayah ibu kita tidak rindu, saudara tidak rindu, tetangga apalagi. Menyesal kita tidak pemurah sewaktu di rantau. Begitulah hidup ini. Jikakita penurah di rantau maka orang kampung akan menyambut kita dengan baik. Wallahualam.

Jayalah kita semua.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun