Empat Rahasia dalam Percepatan Menjadi Guru Besar

Bismillah,

Dalam rapat rapat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Ahli dan Dosen Republik Indonesia pada 25 Maret 2021 melalui zoom, terungkap bahwa ada empat rahasia yang mesti dijalani seorang calon guru besar di perguruan tinggi.

Dalam rapat itu Presiden ADRI meminta di bahas sejumlah agenda antara lain Sistem informasi manajemen ADRI, Jurnal Ilmiah terindeks milik ADRI dan percepatan menjadi guru besar oleh penulis sendiri yakni Prof Dr Supli Effendi Rahim dari DPP ADRI dan dosen PPS Universitas Kader Bangsa Palembang Sumatera Selatan.

Mengapa jadi Guru Besar? 

Karir manusia tidak harus jadi guru besar alias profesor. Itu juga bukan  syarat untuk masuk surga. Tetapi menjadi guru besar itu banyak manfaatnya untuk pribadi, untuk lembaga dan untuk bangsa, utamanya dunia pendidikan di suatu negara.

Penulis belum lama jadi guru besar, baru 20 tahun, tepatnya pada bulan Desember 2001. Dari hal penghasilan, seorang profesor di Indonesia kalah dari pendapatan anggota DPRD kabupaten kota, apalagi dari menteri dan DPR RI. Namun demikian seorang profesor diberi oleh pemerintah tunjangan sertifikasi, tunjangan kehormatan dan tunjangan lainnya. Tunjangan itu ditetapkan berdasarkan besaran gaji pokok dosen tersebut misal IV c. Maka besaran tunjangan guru besar adalah kelipatan gaji IV c sebagai ASN.

Tri dharma PT

Dalam menyusun persyaratan untuk naik jenjang ke guru besar berdasarkan pengalaman penulis adalah dimulai dari rapinya administrasi dan dokumentasi pada diri dosen itu sendiri. Penulis beruntung mempunyai pendamping hidup yakni istrinya yang merupakan yuniornya. Istri penulis juga seorang guru besar bidang Ilmu Pertanian yang diyakini termotivasi dari sejumlah rahasia yang penulis sering nyatakan kepada yang bersangkutan untuk cepat menjadi guru besar.

Menjadi Profesor di Malaysia

Sebelum memaparkan rahasia dalam upaya percepatan menjadi guru besar, penulis tiga tahun menjadi profesor VK7 di Universitas Sultan Idris Tanjung Malim Perak Malaysia yakni antara tahun 2008 hingga 2011. Kenapa menjadi TKI? Karena saat itu tiga anak penulis sedang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Anak pertama sedang menjalani pendidikan Dokter gigi di FK Unsri, anak kedua kuliah di Fasilkom Unsri program Bilingual dan ketiga kuliah di Universiti Utara Malaysia (UUM). Waktu itu SPP anak pertama penulis per semester lebih besar dari tunjangan guru besar Indonesia (baca 1 kali), SPP anak kedua (2 kali), anak ketiga (1 kali). Alhamdulillah selama jadi TKI biaya ketiga anak yang sedang berkuliah tersebut jadi tertutupi. Jangan lupa penulis juga sedang ada cicilan bulanan di Bank Syariah untuk bayar KPR rumah panen hujannya.

Rahasia Percepatan Guru Besar

Rahasia kecil tapi penting untuk menjadi guru besar itu adalah rajin berdoa, rajin bersedekah dan rajin meneliti dan menulis serta mempublikasian hasil penelitian pribadi maupun kelompok di jurnal ilmiah dalam negeri maupun luar negeri. Lainnya,selalu "updating" peraturan menjadi guru besar dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Rahasia utama berikut yang mestinya dijalani oleh para calon guru besar yang penulis ungkapkan pada rapat DPP ADRI melalui zoom pada 25 Maret 2021 antara lain:

Pertama, para calon guru besar perlu mengikuti "sabatical leave".

Kedua, para calon guru besar perlu mengikuti "visiting professor".

Ketiga, para calon guru besar perlu melakukan "Colaborative research".

Keempat, para guru besar mesti mengikuti "coaching clinic".

Sabatical leave itu adalah cuti ke luar negeri meninggalkan tugas untuk fokus menulis, meneliti dan mempublikasikan tulisan bersama dwngan pihak universitas tempat kita melakukan program sabatical leave. Program ini perlu dibiayai oleh sponsor misalnya lembaga pemerintah atau universitas tempat caprof bekerja. Banyak calon profesor menempuh cara ini untuk me -"refresh" kemampuan mereka menulis, meneliti, mempublikasikan tulisan ilmiah dan berbahasa asing dsb.

Program Visiting professor ini sedang digarap oleh ADRI. Penulis adalah penangggung jawab progran ini bersama Dr Andi Mursidi dari DPP ADRI dan Rektor STKP Singkawang Kalbar. 

Collaborative Research mestinya dilakukan oleh calon guru besar dengan membuat proposal bersama dan meneliti serta mempublikasi bersama dari sumber dana hibah bersaing pada tingkat nasional atau sumber dana Universitasbtempat caprof bekerja. Para pimpinan universitas mestinya menganggarkan dana riset kolaboratif untuk calon guru besar minimal Rp 100 juta setahun untuk para calon profesor naupun para profesor mereka. Mengapa penting? Karena setiap Universitas atau sekolah tinggi perlu memiliki profesor dan karyanya pada level internasional jika akreditasi Univeraitas aau proram studi hasilnya "Baik Sekali".

Program coaching clinic mesti diikuti secara berkala oleh calon guru besar. Coaching clinic ini perlu dibimbing oleh pembimbing profesional yang dibayar dalam upaya "meng-upgade: kemampuan caprof menulis, meneliti dan mempublikasi tulisan ilmiah berkaliber internasional dalam bidang masing-masing.

Demikian rahasia percepatan menjadi guru besar untuk dapat digunakan dan dipedomani oleh para caon guru besar di lingkungan ADRI. Salam Adri hebat. Dengan demikian tugas saya yang diamanahkan oleh presiden Adri Prof Dr A Fathoni Radeli, MPd sudah penulis selesaikan. Hasilnya menunggu pertambahan guru besar dalam kepenguusan dan anggota ADRI pada tahun-tahun ke depan.

Jayalah kita semua