Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Sisi Jalan Pergi Mandi ke Sungai Itu Kini Berdiri RumahMu

13 Maret 2021   07:10 Diperbarui: 13 Maret 2021   07:25 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Suatu hari seorang bujang atau pemuda miskin yatim piatu mendapat tempat untuk bertukang di Desa Palak Bengkerung Seginim Bengkulu Selatan. Nama pemuda itu adalah Abdur Rahim atau dipanggil Rahim. Karena lama berada di Palak Bengkerung, Rahim diberitahu ada gadis di Lubuk Langkap yang tengah mencari calon imam.

Rahim dan temannya mendatangi rumah gadis itu yang berlokasi di bagian hulu desa Lubuk Langkap, setelah berjalan 3 km berjalan kaki. Rahim menyatakan minatnya untuk meminang si Gadis yang bernama Rahina itu. Setelah agak lama berjalan waktu, Rahim meminang gadis yang rumahnya berlokasi di sisi kanan jalan mandi Lubuk Langkap itu. Rahim bertanya kepada Rahina tentang maskawin, dijawab oleh Rahina cukup membaca surat Al-Ikhlas atau Qulhu sebanyak 100 kali.

Rahim dan keluarga kembali ke kampung di Sebilo Masat Bengkulu Selatan untuk selanjutnya menunggu dan mempersiapkan pernikahannya. 

Rahim dan Rahina itu adalah nama ayah dan ibu penulis. Setelah menikah Rahim dan Rahina tinggal bersama kakek dan nenek penulis yakni Merinsan dan Muntianan. Menurut Sukardi, salah seorang saksi sejarah, Merinsan adalah salah seorang "yang dianggap" pemimpin rombongan kepindahan "migrasi" dari daerah Masat, Bandar Agung, Batu Pance, Batu Kuning, Sebilo, Kota Bumi, Ayik Umban dan sekitarnya.

Musholla dibangun

Adalah Rasaluddin Sinip, teman satu kelas waktu di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Tanjung Baru, nama lain Lubuk Langkap. Kami berteman di facebook dan saling bertukar no WA. 

Sejak dimasukkan di dalam grup WA Lubuk Langkap saya banyak berdiskusi dengan.anguota grup WA Lubuk Langkap itu yang lain.

Adalah Isman Masak, seorang guru di MTsN Suka Negeri merespons ajakan saya untuk meminta dicarikan lahan. Isman adalah yunior saya dan tetangga sebelah rumah waktu di desa. Isman bertanya untuk apa bang? Saya bilang kepada Isman tentang kenyataan bahwa para turis yang mandi di pusat pemandian Lubuk Langkap itu tidak ada tempat shalat, musholla dan juga tak ada WC umum.

Gayung bersambut, Isman menyanggupi untuk menghibahkan satu kapling (20 m×20 m). Saya kirimkan contoh proposal pembangunan musholla. Dia dengan sigap meminta dibuatkan surat pengantar oleh pemerintah setempat. Isman, SPd jadi ketua, sementara saya cukup sebagai penasehat.

Bulan September 2020 pada saat pandemi kami memulai pencarian dana ke sana ke mari. Di Manna Bengkulu ada Haroni Murni, SP, yang merupakan sekretaris Dinas PUPR mencari donator dari teman-teman beliau. Donatur lain ada yang berasal dari kalangan mahasiswa, ada yang kalangan dosen di Riau, pimpinan Dewan, pengusaha dari Jakarta dan dokter juga dari Jakarta. Donatur lain ada juga dari Makasar, istri wakil bupati Majenne.

Pada fase awal Isman mengajak goyong royong penduduk Lubuk Langkap menggali tanah untui pondasi dan mengumpulkan pasir. Pendudul antusias sebagaimana terlihat dalam gambar yang mereka posting dan juga melalui telepon dengan Sukardi, pemuka masyarakat Lubuk Langkap.

dokpri
dokpri
Berlokasi di Pinggir Jalan menuju Sungai

Jalan ini punya banyak kenangan bagi penulis karena merupakan jalan menuju sungai untuk mandi. Melalui jalan ini juga penulis pergi ke sawah atau juga waktu pergi ke kebun. Melalui jalan ini juga penulis bersama kakek, paman, ayah pergi mencari ikan kala musim libur yang disebut dengan "bekarang". 

Melalui jalan ini juga penulis pergi pulang dari perantauan tepatnya waktu penulis kuliah di Universitas Sriwijaya. Ada sejumlah alasan memgapa penulis sering memilih berjalan kaki sat kuliah. Pertama, uang pemberian orangtua jumlahnya terbatas. Maklum zaman itu ayah hanyalah perani kopi dan padi.  Harga jual kopi sangat murah setelah saya kuliah. Sewaktu sekolah di SMP dan SMA harga kopi sempat tinggi.

Kedua, penulis mudah atau selalu mengalami mabok di atas kendaraan seperti bis, yang berjarak jauh. Berjalan kaki dari Lubuk Langkap ke Pulau Timun yang berjarak 45 km lebih penulis sukai dibanding naik bis dari Palak Bengkerung Manna Bengkulu dan Pagar Alam. 

Setelah beberapa dasa warsa penulis bersyukur karena berhasil mengajak banyak orang untuk bergotong royong membuayai pembangunan musholla yang disebut dengan "Mushola Lubuk Langkap Darussalam". Niat dari pembangunan musholla ini adalah sebagai wadah bagi semua donatur untuk berwakaf membangun Rumah Allah. Diyakini banyak turis akan menggunakan fasilitas rumah ibadah ini. Semoga menjadi amal jariyah bagi kita semua. Termasuk para pembaca semua.

Jayalah kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun