Pengelolaan ruang dan lahan secara terpadu mesti dilakukan oleh para pihak. Pemerintah agar mengawasi perusahaan yang nakal. Pemerintah mesti ingat bahwa kalianlah yang memberi ijin para pengusaha untuk menebang hutan lalu membiarkan mereka tidak membuat danau raksasa, tidak menanami lahan, tidak mencegah erosi, tidak mengembalikan nilai CC kembali seperti semula.
Untuk kasus banjir di puncak, longsor di Sumedang, banjir di Kalsel, banjir di Bandung kata kuncinya sama saja yakni "terjadi kerusakan ruang dan lahan" secara masif. Penambangan batubara, lembangunan vila dan perumahan di lahan konservasi adalah tipologi penggunaan lahan yang merusak nilai "catchment charabteristics" atau CC wilayah dari mendekati angka Nol hinngga mendekati angka 1.Â
Belum lagi dari kacamata non ilmiah. Dari kacamata agama, musibah banjir adalah karena telah terjadinya kezaliman yang masif kepada alam, kepada rakyat dan kepada tuhan YME. Kezaliman kepada alam telah dijelaskan sebelumnya. Kezaliman kepada rakyat antara lain bahwa rakyat kecil tak pernah menikmati "buah" dari penambangan, pembangunan villa mewah selain kesengsaraan berupa pencemaran dan banjir. Kezaliman kepada tuhan adalah adanya kesombongan para pihak yang dengan serakahnya "memperkosa" bumi ciptaan tuhan.Â
Saya mohon komentar dari pembaca untuk kebaikan negara kita ini.
Jayalah kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H