Bismillah,
Saya bersyukur karena memiliki mahasiswa, adik, keponakan dan tetangga yang menekuni pengabdian mereka sebagai anggota bayangkara yakni POLRI. Polisi Republik Indonesia. Awalnya polisi ada dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Tetapi sejak reformasi 1998 kita memiliki POLRI terpisah dari ABRI. ABRI pun berubah menjadi TNI. Tulisan ini menyoroti wajah POLRI kita yang sejak beberapa tahun kebelakangan tercoreng oleh sejumlah oknum yang sengaja atau tidak telah mencoreng wajah POLRI.
Polisi Inggeris
Sejak tahun 1990an saya pulang ke tanah air dari merabtau lima tahunan di Inggeris. Polisi di sana sederhana dan simpatik. Pakaian mereka hitam putih pakai dasi. Di jalan-jalandi Inggeris hanya ada polisi, tidak pernah ada tentara. Kenapa? Saya pernah penasaran. Alasannya karena tentara berada di batas-batas negara atau jugadi, luar negeri membantu pasukan PBB misalnya.Â
Yang menarik polisi Inggeris bisa menangkap pelanggar UU termasuk UU jalan raya. Pernah suatu hari seorag polisi pangkat kecil menangkap seorang menteri dalam kabinet PM Margaret Tatcher karena suatu pelanggaran. Jadi memang polisi di sana berwibawa karena mereka mengembang Undang-undang yang bertanggungjawab kepada ratu. Ratu adalah wakil tuhan di bumi.
Polisi juga tidak mesti full time. Ada yang bekerja parttime. Dia bekerja di suatu intansi pada pagihari. Pada sore hari  hari dia bekerja di kepolisian. Kedengarannya aneh. Tapi hegitulah Inggeris.
Anak TK senang Polri
Setiap TK mempunyai seragam polri dan diajarkan tata tertib polri. Mereka dari kecil terlihat gagah. Sejak kecil Polri sudah menjadi salah satu profesi yang senangi anak-anak. Begitu mereka dewasa mereka ingat dan terkenang waktu TK bahwa mereka pernah jadi polisi.
Kenangan melihat pendidikan di TK dan sejumlah SD yang diajari jadi polisi itu memberikan kesan dan imej polisi kita sebagai profesi yang membanggakan dan dan menjadi kecintaan masyarakat kita bertahun-tahun.
Saya juga dosen Polisi
Sejak tahun 2008 saya adalah dosen polisi. Banyak mahasiswa saya yang belajar di Magister administrasi publik STIOPOL Candra Dimuka Palembang. Mereka  itu kebanyakan bekerja di Polresta, Polda, Polsek dan BNN. Di samping polisi banyak juga mahasiswa saya itu yang bekerja di Kodam dan Kodim. Tetapi polisi yang paling banyak menjadi mahasiswa itu adalah mereka yang sudah perwira.
Ketika mengikuti kuliah dengan saya, sering saya minta mereka agar menjadi polisi yang baik, dalam melayani masyarakat. Bukan menjadi polisi yang buruk. Tapi saya mengingatkan juga kepada mereka yang bukan polisi bahwa kita bertanggung-jawab menjadikan polisi itu baik. Kenapa? Karena polisi adalah cerminan rakyatnya.
Kok begitu pak? Timpal mahasiswa. Iya m, saya bilang karena mereka itu adalah anak dari ibu-ibu mereka. Saya bilang bahwa rakyat itu adalah ibu kandung polisi dan tentara.Â
Jika rakyat jujur dan anti sogok menyogok. Maka polisi juga malu untuk melakukan sogok menyogok itu. Demikian juga jika rakyat tidak membudayakan memberi uang pelicin maka polisi juga akan malu untuk nenerima yang pelicin. Pendek kata polisi adalah cerminan rakyatnya.
Degradasi moral polisi
Polisi juga manusia. Mereka tidak selalu mempunyai moral prima, emosional prima pada saat mereka bertugas. Pada saat tertekan karena desakan para pebdemo jumlahnya yang banyak mereka akan melakukab reaksi. Pertama mereka akan mencoba bertahan terutama jika penanganan demo juga baik.
Yang terlupakan adalah bahwa demo itu yang menangani bukan Polri saja. Jika demo itu tentang UU maka yang segera menanggapi adalah DPR, pemda dan pemerintah pusat. Jangan biarkan polisi saja yang memghadapi polisi jika demo itu menyangkut politik pemerintahan. Keliru sekali jika semua demo harus oleh polisi. Dalam hal demo terhadap Omnibus law yangmesti menghadapi demo protes adalah preaiden, kepala daerah dan DPR atau DPRD.Â
Kita sering mengecap bahwa polisi Indonesia itu bobrok, melanggar HAM dsb. Mari kita selidiki dulu dengan baik apakah benar sumber masalah itu polisi. Kan UU Omnibus Law diprakarsai oleh presiden dan dibahas oleh DPR. Maka sangat salah kita polisi ditugaskab menghandel demo. Zalim kita kepada polisi.
Bahwa polisi membantu untuk mengamankan jalannya demo itu wajar. Tetapi penanganan anarko mestinya jangan hanya dibebankan kepada polisi. Kita ada satuan pengamaman (satpam), Polisi pamong prraja dan TNI.
Kedepan dalam upaya memberbaiki wajah polisibkita mesti kaji dengan baik agar kita tidak zalim kepada polisi. Presiden dan DPR yang bermasalah tetapi polisi yang dapat susahnya. Mari kita reformasi penanganan demo yang terkadang sangat baik untuk kelangsungan negara kita.Â
Belakangan wajah polisi begitu muram. Banyak video beredar di media sosial betapa polisi secara beringas menggebuki para pendemo di berbagai daerah. Walau ada juga polisi di sejumlah daerah yang sopan dan santun salam menghandel para pendemo yang menuntut dibatalkannya Omnibus Law. Jika tidak segera diperbaiki maka imej polri yang pernah bagus itu akan lama menjadi terpuruk di mata masyarakat. Pimpinan Polri seyogyanya harus segera menyatakan permohonan maaf kepada publik yang anak-anak, saudara mereka menjadi korban dalam penanganan demo anti Omnibus law tahun ini. Berita penangan demo yang berutal tahun ini sudah menjadi berita internaional dan viral.Â
Jayalah negara kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H