Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ventilator Sebabkan Pasien dan Dokter Menangis Bersama

14 September 2020   14:54 Diperbarui: 14 September 2020   15:41 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Musim covid 19 dan jauh sebelumnya telah menjadikan hubungan dokter dan pasien sering bersifat emosional. Kenapa demikian? Karena dokter kebanyakan tahu apa yang dialami oleh pasien. Sebaliknya para pasien banyak yang tahu keadaan  para dokter mereka. Tulisan ini menceritakan momen-momen emosional antara mereka.

Sering pasien yang sedih

Pasien sedih itu hal yang lumrah. Karena keluhan yang dia miliki. Sakit, perih, pegal, linu dan sebagainya. Tidak jarang pasien nangis mengadukan kesusahan baik dalam beratnya penyakit yang dia idap. Tetapi banyak juga yang menjalani hidup yang pahit kerena  ketiadaan biaya untuk berobat tetapi ada juga yang harus pindah meninggalkan kampung untuk berobat di kota, di luar pulau atau di dalam pulau.

Dokter juga manusia

Dokter menangis adalah hal yang langka dan jarang terjadi. Dokter itu umumnya mempunyai hati yang kuat. Mungkin lebih kuat dari batu atau kawat baja. Namun ada juga dokter yang menangis karena faktor emosional lainnya. 

Ventilator

Zaman covid 19 ini diperlukan banyak ventilator bagi penderita covid atau jika pasien tidak bisa bernafas. Ventilator adalah mesin untuk memudahkan pasien bernapas karena diberi oksigen. Karena ventilator ini maka banyak pasien susah bernapas menjadi tertolong. Namun tidak semua pasien bisa mendapatkan ventilator ini jika ketersediaannya lebih sedikit dibandingkan jumlah pasien yang belakangan membludak membanjiri pusat-pusat perawatan pasien covid 19.

Pasien dan dokter nangis bersama

Di suatu rumah sakit di sebuah negara ada seorang pasien yang berumur 93 tahun. Nama rumah sakit dan nama negara serta nama pasien dan nama dokter kita rahasiakan demi menjaga martabat pasien, RS, dokter dan negara mereka.

Seorang pasien diberi tagihan RS oleh dokter. Tapi aneh sekali karena pasien dan dokter nangis bersama. Dokter mencoba membujuk pasien kenapa pasien nangis sejadi-jadinya. Dokter bertanya kenapa bapak menangis. Apa karena bapak ada keluhan lain? Tidak kata pasien?

Lalu kenapa bapak menangis? Pasien masih tam maau berhenti menangis. Kali ini dokter bertanya apa kah bapak tidak ada yang menjemput untuk pulang? Ada dok, kata pasien. Lalu mengapa pak? Pasien tak berhenti juga menangis. Mengapa pak? Beritahu pak. Apakah bapak tidak ada uang untuk membayar bayaran rumah sakit itu? 

Ada kata pasien, saya ada uang. Terus mengapa bapak menangis. Baik dok saya terangkan. Saya menangis karena melihat bayaran ventilator yang besar yakni $ 5000. Pasien menangis lagi. Sudah pak jangan menangis kata dokter. Dia juga curiga ada apa ini.

Dok, bukan masalah bayaran tapi soal hutang saya pada tuhan. Saya di sini hanya 30 hari tetapi perlu untuk bernapas sebanyak $ 5000. Saya selama ini telah bernafas selama 93 tahun tanpa saya bayar. Saya sangat sedikit bersyukur dan berterima kasih kepada tuhan.  Bayangkan hutang saya pada tuhan adalah 93 tahun x 12 bulan x $ 5000 = $ 60.000 x 93 = $ 553.000. Inilah yang menyebabkan saya menangis. 

Malahan saya hanya ingat kekurangan tuhan pada saya. Saya menuduh tuhan tidak adil karena hidup saya tidak lebih baik dari orang kebanyakan. Saya tidak kaya meskipun tidak miskin.

Mendengar itu dokter juga menangis. Meskipun dia seorang dokter tetapi omongan pasiennya telah membuat dia larut dalam emosional yang sama. Dokter itu yang sudah berumur lanjut tentu paham sekali apa yang ditangiskan oleh pasiennya.

Moral cerita, kita sering kurang bersyukur kepada tuhan. Sering kita merasa kurang dengan nikmat yang tuhan berikan kepada kita.  Kita sering banyak mengeluh. Merasa kurang. Sejak itu dokter dan pasien mwnjadi manusia yang sadar betapa banyak mereka terhutang kepada Allah tuha  mereka. Kitapun begitu kan hiks hiks. 

Jayalah kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun