Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ventilator Sebabkan Pasien dan Dokter Menangis Bersama

14 September 2020   14:54 Diperbarui: 14 September 2020   15:41 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu kenapa bapak menangis? Pasien masih tam maau berhenti menangis. Kali ini dokter bertanya apa kah bapak tidak ada yang menjemput untuk pulang? Ada dok, kata pasien. Lalu mengapa pak? Pasien tak berhenti juga menangis. Mengapa pak? Beritahu pak. Apakah bapak tidak ada uang untuk membayar bayaran rumah sakit itu? 

Ada kata pasien, saya ada uang. Terus mengapa bapak menangis. Baik dok saya terangkan. Saya menangis karena melihat bayaran ventilator yang besar yakni $ 5000. Pasien menangis lagi. Sudah pak jangan menangis kata dokter. Dia juga curiga ada apa ini.

Dok, bukan masalah bayaran tapi soal hutang saya pada tuhan. Saya di sini hanya 30 hari tetapi perlu untuk bernapas sebanyak $ 5000. Saya selama ini telah bernafas selama 93 tahun tanpa saya bayar. Saya sangat sedikit bersyukur dan berterima kasih kepada tuhan.  Bayangkan hutang saya pada tuhan adalah 93 tahun x 12 bulan x $ 5000 = $ 60.000 x 93 = $ 553.000. Inilah yang menyebabkan saya menangis. 

Malahan saya hanya ingat kekurangan tuhan pada saya. Saya menuduh tuhan tidak adil karena hidup saya tidak lebih baik dari orang kebanyakan. Saya tidak kaya meskipun tidak miskin.

Mendengar itu dokter juga menangis. Meskipun dia seorang dokter tetapi omongan pasiennya telah membuat dia larut dalam emosional yang sama. Dokter itu yang sudah berumur lanjut tentu paham sekali apa yang ditangiskan oleh pasiennya.

Moral cerita, kita sering kurang bersyukur kepada tuhan. Sering kita merasa kurang dengan nikmat yang tuhan berikan kepada kita.  Kita sering banyak mengeluh. Merasa kurang. Sejak itu dokter dan pasien mwnjadi manusia yang sadar betapa banyak mereka terhutang kepada Allah tuha  mereka. Kitapun begitu kan hiks hiks. 

Jayalah kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun