Bismillah,
Mari selalu syukuri keadaan kita. Sakit, sehat, kaya miskin, jadi orang kota atau jadi orang desa. Semestinyalah  kita bersyukur walau apa jua yang kita alami, rasakan. Pahit, manis, susah, senang, capek, segar. Kita bersyukur kareka Allah masih memberi anugerah hidup apalagi dapat membaca tulisan ini. Malu jika kita tidak bersyukur. Tulisan ini membahas tentang rasa malu yang Allah anugerahkan kepada kita.
Dari mana rasa malu?
Rasa malu itu merupakan anugerah Allah kepada semua benda-benda atau makhluk di langit dan di bumi. Malu ada yang bawaan sebagai anugerah, ada juga yang merupakan hasil usaha manusia. Ingat bahwa langit, bumi, gunung malu ketika ditawari amanah. Hanya manusia yang mengambil. Karena manusia malunya sedikit.
Pada waktu saya kecil, saya tidak ada rasa malu untuk menangis sejadi-jadinya karena ibu saya lupa membelikan makanan kesenangan saya yakni "juadah" pisang dari pekan. Ibu saya lupa atau tidak ada uang. Tidak jelas. Tetapi seingat saya pada waktu itu saya terus menangis.Â
Sampai suatu saat saya dinasehati tetangga. Tidak baik menangis karena kecewa tidak dibelikan orangtua sesuatu. Mestinya kita memahami bagaimana kesusahan orangtua. Lihat adik kamu tidak menangis seperti kamu. Sejak itu saya mulai mengenal rasa malu.Â
Ayah dan ibu kalau pergi mengunjungi siapa saja pasti bawa buah tangan. Mau di kota atau di desa jika mereka bertandang mesti bawa buah tangan. Sejak itu tertanam pada diri saya untuk membawa buah tangan jika berkunjung kepada orang lain walau kecil. Apalagi kita ditawari makan atau diberi kebaikan. Malu rasanya jika tidak membawa apa-apa.
Apa kata quran tentang malu?
Allah berfirman pada suatu surat dalam alquran.Â
"Perbuatlah apa saja yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (QS Fushshilat: 40).
Secara umum, rasa malu ada dua macam. Yaitu, malu sebagai sebuah tabiat atau pembawaan, yang dianugerahkan Allah SWT sejak manusia lahir. Yang kedua, malu yang tumbuh sebagai hasil usaha.Â