Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Liburku ke Tempat Kakek di Kebun Kopi

30 April 2020   14:30 Diperbarui: 30 April 2020   14:52 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: kemdikbud.go.id
Sumber: kemdikbud.go.id

Libur ke kebun

Keluarga kami beruntung karena ada kakek dan nenek yang rela berkorban untuk keluarga kami. Alasan pertama, karena ibu saya adalah anak paling kecil. Karena itu kakek nenek pilih ayah dan ibu untuk tempat menua. Namun karena masih gagah maka mereka minta kepada ayah dan ibu agar dibuatkan kebun dan menetap di sana. Dengan catatan setiap minggu mereka minta diantar pangan berupa garam dan beras. Yang lain mereka akan cari sendiri.

Dalam perjalanan kakek nenek karena dibuatkam ayah pondok yang relatif besar dan kokoh, maklum ayah adalah tukang kayu. Pondok nenek menjadi tempat banyak mampir para pemburu rusa. Biasanya paman dan tentara yang datang. Sangat sering kakek pulang dari kebun membawa daging rusa untuk kami di desa.

screenshot-20200430-143939-google-5eaa825ad541df05cf5146d2.jpg
screenshot-20200430-143939-google-5eaa825ad541df05cf5146d2.jpg
Ketika libur saya hanya semalam saja di rumah di desa atau di sawah. Besoknya saya sudah di kebun. Kebun kopi keluarga ayah berjarak 7 km dari desa. Begitulah masa remaja saya hingga dewasa. 

Tak Pernah Libur di Tempat Keluarga

Saya merasakan ada yang kurang dalam hidup saya ketika tak ada waktu untuk menjalin silaturrahim dengan keluarga ayah atau keluarga ayah. Minimal fikir saya kala itu kita perlu menjalin silaturrahim dengan keluarga kajek atau keluarga nenek. Tetapi begitulah kenyataannya. Hidup saya hanya sekolah, ke sawah dan ke kebun. Tapi tetap saya syukuri apa jua kondisi saya. Yang patut saya syukuri ada saya hidup penuh rasa tanggung jawab antara lain ada keinginan untuk memperbaiki kehidupan keluarga saya.

Ada keinginan yang kuat untuk mengajak keluarga ayah ke kota. Fikiran saya kala itu adalah agar ayah dan ibu saya hidup tak jauh dengan saya ketika saya berkeinginan bekerja di kota. Alhamdulillah ayah dan ibuku beserta adik-adikku termasuk kakekku mau mendengarkan saranku untuk pindah ke kota. Salah satu penyebab atau pemicunya adalah keberadaan calon istri saya masih kuliah di kota. Dengan begitu saya semakin mantap untuk mengajak mereka ke kota. 

Pulang sekolah atau sewaktu kuliah ke dasa lalu ke kebun lalu ke kota lagi memperkuat keinginan untuk menetap di kota. Keberadaan saya sekitar lima tahun sudah cukup untuk terjadinya format ulang dari "village-minded"  menhadi "city-minded." Begitulah potongan jalan hidupku. Mana jalan hidupmu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun