Bismillah, Alhamdulillah, Allahumma shaliala Muhammad.
Tidak ada satu ayatpun dalam Alquran ya g menyatakan bahwa kemuliaan manusia di muka bumi atau di akhirat nanti tergantung kepada harta. Tidak ada juga yang menyatakan bahwa kemuliaan itu tergantung kepada tahtamu. Atau sama sekali tergantung kepada ilmu, teknologi dan gelarmu.
Bahkan secara gamblang hadis dari nabi Muhammad Saw menyatakan bahwa sesungguhnya Allah SWT tidak melihat wajah dan hartamu melainkan Dia melihat hati dan amal amal solehmu.Â
Tulisan ini ingin mengungkapkan sejumlah hal tentang ajakan kembali menjadi mulia tanpa melihat profesi kita.
Pertama, menjadi petani adalah profesi yang sungguh mulia.Â
Petani sejak zaman dahulu kala adalah profesi mulia. Mengapa? Karena petani bekerja untuk menyiapkan pangan kepada manusia, pakan bagi ternak, pakan kepada ikan dan menjadi lahan yang tidak subur jadi subur.
Para nabi dan rasul tidak sedikit mempunyai profesi sebagai petani dalam arti luas. Mereka merawat tanaman, merawat hewan dan merawat ikan. Dalam merawat apa jua mesti ada kesungguhan, mesti ada kesabaran dan mesti ada kasih sayang. Bukankah kesemua kualitas itu adalah syarat menjadi penghuni surga?
Allah berfirman di dalam Alquran bahwa tidak akan masuk surga seseorang itu sebelum dia benar benar berjihad dan sebelum dia benar benar sabar dalam segala urusan termasuk di dalamnya urusan ibadah dalam arti luas, urusan pelayanan publik, urusan mengasihi sesama dan urusan apa saja untuk kebaikan bersama.
Kedua, kemuliaan manusia itu diperoleh manakala manusia itu memperoleh penghasilan dari kerja keras tangannya.Â
Orang yang bekerja menjadi pengusaha, menjadi pekerja, menjadi penulis, menjadi pegawai mesti bekerja dengan ikhlas. Mereka yang bekerja mengharapkan keridhaan Allah SWT mestilah mereka yang sungguh sungguh dan sabar.Â
Tapi itu saja tidak cukup mereka mesti berbekal pengetahuan, ketrampilan, kemampuan untuk bekerjasama dan kemampuan berkomunikasi dengan baik.
Ketiga, kemuliaan manusia itu terwujud dengan sendirinya jika manusia itu tidak sombong. Â Terkadang kita menemukan manusia yang tidak sombong dalam bertindak dan bersikap. Ciri manusia yang yang tidak sombong itu adalah mereka selalu berdoa kepada Allah memohon perlindungan, pertolongan dan kasih sayangNya.
Kesombongan manusia dimulai ketika mereka tidak mengakui kenyataan bahwa di bumi ini semua mungkin dikerjakan, diperoleh dan didapatkan karena berkah Rahmat Allah SWT. Jika ada sikap ini pada diri kita maka kita secara otomatis menjadi manusia yang tidak tahu diriz tidak tahu balas Budi dan merupakan manusia yang lebih burruk dari hewan.
Keempat, kemuliaan manusia itu hanya ada dalam kesempurnaan agama. Tidak ada kesempurnaan karena harta, tahta, wanita dan benda-benda. Jika manusia merasa bahagia karena itu semua maka dia sedang berada dalam kebahagiaan yang palsu.
Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah kebahagiaan yang timbul karena ketaatan kepada Allah dengan cara rasulullah. Rasulullah itu selalu melakukan empat perkara yakni dia selalu silaturrahim, selalu berada di dalam majlis taklim, selalu ibadah zikir dan doa serta nabi selalu membantu orang lain yang membutuhkan. Ada banyak hal kita umat nabi tidak mampu meniru junjungan kita nabi Muhammad Saw.
Pertama, kita tidak selalu bisa khusuk dalam shalat.
Kedua, kita tidak melayani orang lain dengan kasih sayang.
Ketiga, kita tidak menganggap hidup kita setiap hari sebagai hari terakhir.
Keempat, kita masih suka menumpuk harta. Tumpuk sana tumpuk sini.
Kelima, kita masih tidak sungguh sungguh dan sabar dan semua urusan.
Keenam, kita tidak pernah luput dari sifat mubasir. Dalam makan kita berlebih, dalam berpakaian kita berlebih, dalam perabot rumah tangga kita masih menyimpan yang tidak perlu dan lain sebagainya.
Semoga selamatlah kita semua.
Palembang, 23.1.2020
Alfakir,
Supli Effendi Rahim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H