Bang, kata Dina. Saya tidak ada berfikiran seperti itu. Kitalah mesti yang lebih bahagia karena kita tidak tahu yang dialami oleh Desi dan suaminya. Mungkin mobil mewahnya itu pajaknya mahal, membelinya kredit, minyaknya boros dan sebagainya.Â
Saya terus terang bang. Saya bahagia walau kita hanya punya motor. Hutang kita tidak ada. Tiap sebentar saya bisa memelukmu. Karena dibonceng pakai mobil tidak bisa memeluk kamu.Â
Sejak itu suami Dina menjadi semangat dan memancarkan muka yang sumringah. Karena merasa disayang istri, suami Dina semangat dalam mencari rezeki dan beribadah dengan taat. Tidak lama Sumi Dina pun bisa membeli kendaraan yang tidak kalah bagusnya dengan suami Dewi.Â
Yang menjadi konsen kita adalah kita bahagia mesti ada syarat. Mesti ada itu mesti ada ini. Pada hal syarat yang utama adalah hanya hati yang selalu bersyukur, berzikir, fikir akhirat, sabar dan tawakal hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, pencipta kita.Â
Jangan pernah menyandarkan syarat bahagia kepada selain Allah. Banyak-banyak ucapkan Alhamdulillah, banyak-banyak ucapkan terima kasih Allah, Tuhan Seru sekalian alam. Terima kasih telah mengirim cahaya hidayah pada hati-hati kami. Jika kami dihisab tolong Kau hisablah dengan ringan jangan memberatkan kami, ya rabbana.
Selalulah bahagia, syaratnya mudah tidak sulit. Sekalinya senyum, sapa dan simpati kepada sesama, ucapkan selalu Alhamdulillah.
Wallahualam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H