Mohon tunggu...
Supli Rahim
Supli Rahim Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati humaniora dan lingkungan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Punya Suaminya Lebih Baik dari Punyaku

25 November 2019   08:33 Diperbarui: 25 November 2019   08:54 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah, Alhamdulillah, Allahumma shaliala Muhammad.

Dalam hidup ini sangat mudah sekali manusia untuk susah dan sedih. Hanya perkara yang kecil-kecil saja manusia sering jadi baper, sensi dan sedih. Karena itu jauh dari bahagia. Pada hal itu mestinya tidak susah digapai. Tulisan ini mencoba mengupas sisi-sisi yang menyebabkan manusia bahagia dan tidak bahagia.

Bahagia itu antara ada dengan tidak ada. Kok begitu? Iya kenyataan memang begitu. Kadang manusia itu pagi-pagi bahagia, sorenya berubah menjadi tidak bahagia.  Demikian juga, sore bahagia malam berubah jadi tidak bahagia.

Terkadang manusia itu tidak bahagia karena mereka menyandarkan kebahagiaan itu pada materi. Maka semakin jauh kita berjalan, semakin banyak yang kita lihat dan saksikan dan semakin banyak kita bergaul kita akan menyaksikan bahwa ada manusia yang bahagia walau tidak punya apa-apa walaupun ada juga yang bahagia walaupun dia punya apa-apa.

Semakin kita jauh berjalan dan semakin banyak orang yang kita jumpai, kita dapat menyaksikan bahwa banyak orang yang tidak bahagia meskipun mereka punya tahta atau punya kuasa.  Pada sisi lain banyak juga mereka yang tidak bahagia meskipun mereka punya tahta atau punya kuasa. 

Dengan berjalannya waktu dan semakin jauh kita melihat serta makin banyak kita membaca, bahagia itu bisa karena ada ilmu dan gelar. Tapi tidak sedikit ada kita temui bahwa ada orang berilmu dan banyak gelar tetapi tidak bahagia. Maka dapat kita simpulkan secara sementara bah a bahagia tidak ada kaitan langsung dengan harta, tahta dan IPTEK.

Pernahkah kalian mendengar cerita bahwa dua keluarga yang bersahabat saling minder tentang tingkat kebahagiaan mereka. Keluarga yang satu istrinya bernama Dina yang lainnya istrinya bernama Desi. 

Dina merasa bahagia karena suaminya selalu menyemputnya dari belanja ke pasar dengan sepeda motor. Dengan begitu Dina selalu boncengan di belakang punggung suaminya. Berarti dia selalu memeluk suaminya pergi dan pulang dari belanja ke pasar.

Beda dengan suaminya Dina. Dia minder ketika selalu ketemu suami Desi yang menjemput dan mengantarnya ke pasar untuk belanja dengan mobil mewah. Karena itu suami Dina sering bermurung tanpa semangat dan sering diam ketika mengantar dan menjemput Dina ke pasar untuk belanja.

Suatu hari suami Dina berbicara dan mengungkapkan perasaannya kepada Dina. Adinda, kata suami Dina memulai pembicaraan. Apa kamu gak merasa sedih jika memperhatikan betapa bahagianya Desi dan suaminya? 

Dina langsung tersenyum dan menjawab. "Gaklah bang, saya bahagia bersama Abang". Mengapa, timpal suaminya. Tapi kamu gak sedih menyaksikan bahwa kendaraan suaminya lebih bagus lebih aman dan nyaman dari punya aku, suamimu. Saya sendiri sedih, kata suami Dina. Dalam hati, saya berfikir bahwa adinda pasti tidak enak hati jika bertemu dengan sahabatmu, Desi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun