Harian Sriwijaya Post (20.11.2019) memuat tajuk Salam Sriwijaya yang berjudul "Belum Siap Tampung Hujan" pada halaman opini. Tidak mengagetkan karena para jurnalis dan editor memperoleh rilis yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) SMB II Palembang. Sebelumnya berita Headline di halaman satu harian ini yang menyatakan bahwa "Tujuh Hari Hujan Ekstrim" sempat membuat pikiran warga menjadi galau dan cemas. Diberitakan oleh BKMG bahwa antara 18 sampai 24 November 2019 akan terjadi hujan lebat di wilayah Sumatera Selatan. Tulisan ini mencoba mengupas seni dan ilmu dalam mengantisipasi banjir.
Sebetulnya peringatan dini seperti ini baik untuk semua bukan untuk menakut-nakuti. Â Ada sejumlah fenomena alam yang terlupakan. Pertama, setiap terjadi musim kemarau panjang maka pencipta alam ini selalu bijak antara lain hujan tidak dikirim secara besar-besaran dalam waktu yang lama. Menagapa? Karena bumi belum siap untuk menampung dan mengalirkan air dalam waktu yang lama. Jika itu terjadi maka akan terjadi malapetaka yang katastrofik. Itu pernah terjadi ketika hujan lebat dan lama yang dikirim Allah di Jeddah pada tahun 2007. Pada saat itu Arab Saudi tidak siap menghadapi banjir yang katastrofik karena tidak pernah terjadi di benua gurun itu.
Kedua, setiap terjadi hujan umat islam di manapun mereka berada sudah terbiasa dengan berdoa "Allahumma nasaluka soyban nafian" (ya Allah anugerahkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat). Maka dengan kasih sayangnya Allah hujan yang dikirim akan selalu tepat dalam ukuran -- di mana diperlukan berapa dan untuk apa. Kevuali jika Allah menghendaki terjadinya banjir bandang di suatu daerah maka dikirimkannya hujan dalam waktu yang lama dan lebat.
Ketiga, semua wilayah di permukaan bumi mempunyai kearifan lokal dalam menghadapi kejadian banjir bandang, tanah longsor, banjir genangan dan sebagainya. Ada daerah yang banjir air deras, ada daerah dengan air tenang dan ada juga daerah yang terjadi tanah longsor dan sebagainya. Pemerintah setempat dan masyarakat biasanya sudah siap dengan kejadian apapun. Hanya saja pemerintah pada level yang lebih tinggi mesti mempunyai visi, misi, goal dan objektif serta metodologi untuk mengantisipasi bencana alam yang bersifat musiman dan jangka panjang tersebut.
Sehubungan dengan ramalan BMKG itu maka semua kita tidak perlu galau dan cemas. Hanya saja dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang maka semua pihak mulai dari anggota masyarakat, masyarakat RT, kelurahan, desa, kecamatan dan kabupaten/kota mestinya perlu ada pemahaman yang komprehensif tentang ancaman banjir, genangan, longsor dan banjir bandang di wilayah masing-masing. Semua pihak apakah penduduk, pengusaha dan pemerintah mesti mengambil peran dalam upaya melakukan antisipasi pada semua level antisipasi.
PREDIKSI BANJIR
Jika anda ingin memprediksi berapa besaran air limpasan dari luasan lahan di sekitar anda maka anda bisa mengetik di google.com pada HP anda: "Ahnursupli", maka akan keluar pilihan Runoff prediction. Usahakan anda pasang dulu aplikasi tersebut dengan membeli sejumlah rupiah. Pastikan jumlah pulsa yang mencukupi. Aplikasi tersebut dilengkapi denganAPK downloader (Region free). Jika sudah terpasang aplikasi runoff prediction-nya, maka dia bertanya apakah hujannya sama. Jika dijawab sama maka program akan lanjut, jika tidak program akan stop. Program menanyakan berapa tangkapan airnya dari 1 hingga 7. Setiiap tangkapan air yang siap dihitung mesti kurang dari 300 ha. Berikutnya ditanya intensitas curah hujan maksimum (mm/jam), selanjutnya diminta untuk mengisi nilai koefisien runoff (0.6), luas areal tangkapan 122 ha, maka hasil perhitungan runoff  yakni 12,2 m3/dt. Prediksi runoff ini akan menolong kita untuk memprediksi berapa besar potensi banjir yang dapat terjadi di wilayah kita masing-masing. Penghitungan dengan menggunakan aplikasi ini sesungguhnya bisa juga membantu kita untuk secara cepat menghitung berapa air yang dapat ditampung pada tatanan mikro (rumah tangga), meso (desa) dan makro (wilayah kecamatan hingga wilayah kabupaten/kota.
Â
SENI DAN ILMU ANTISIPASI BANJIR
Dalam antisipasi banjir ada seni dan ilmu yang perlu dipahami. Seni diperlukan agar tidak kaku, baik dalam menggunakan teknologi maupun dalam seni mengelola sumberdaya manusia agar antisipasi banjir dapat sukses. Seni itu tidak mudah tetapi juga tidak sulit.
Seni digunakan dalam mengedukasi penduduk supaya memahami pentingnya dan bagaimana mereka ikut berpartisipasi dalam melakukan antisipasi banjir. Seni yang bisa digunakan antara lain seni lukis, seni tari, seni peran, puisi, pantun dan lain sebagainya.Â
Pada level mikro, antisipasi banjir dapat dilakukan pada rumah, lahan pekarangan dan lahan yang mereka usahakan. Pada tatanan rumah tangga mengantisipasi banjir dapat diberikan edukasi kepada mamsyarakat oleh penyuluh, oleh kepala desa, RT, kelurahan, kecamatan hingga kabupaten/kota. Mereka bisa membuat sumur resapan, kolam tamping air hujan, wadah untuk tampung air hujan. Jika semua penduduk peduli dengan perlunya menampung air hujan di tempat masing-masing sesuai dengan kemampuannya maka air hujan yang ditampung itu bukan saja berguna untuk elakkan banjir tetapi dapat menjadi sumber air untuk menyiram tanaman pada waktu berkahirnya musim penghujan. Sumur tamping air hujan biasanya jauh lebih tahan menampung air dibandingkan dengan subur biasa.
Rumah panen hujan yang sudah membudaya di luar negeri sudah diterapkan di rumah penulis yang beralamat di komplek bukit Sejahtera Blok DM no 99 RT 79 RW 23 Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir Barat I Palembang Sumatera Selatan. Dengan menggali 20 persen dari luas lahan yang ada sebagai kolam ikan dan untuk menampung air hujan dari lahan dan rumah, air kolam tak pernah kering dan dapat mengelakkan banjir pada waktu musim penghujan. Air hujan juga ditampung dari atap rumah dengan sumur resapan dan tangki air hujan serta kolam renang. Air hujan yang jatuh di halaman rumah langsung masuk ke dalam tanah karena halaman rumah tidak disemen tetapi hanya ditutupi batu split serta di bagian lain diberi "conblock". Â Rumah panen seperti ini terbukti bisa menampung air dalam jumlah banyak yang berguna untuk mengelakkan banjir dan sebagai tabungan air pada musim kemarau. Contoh seperti ini mestinya ditularkan kepada masyarakat luas baik di perkotaan maupun pedesaan.
Pada level meso, antisipasi banjir dilakukan untuk daerah yang lebih luas meliputi areal seluas 10 sampai 1000 ha. Pada areal yang luasan seperti itu di samping lahan milik individu juga lahan milik banyak individu (masyarakat) serta lahan milik ulayat (milik komplek perumahan, milik RT, milik kelurahan atau milik desa). Antisipasi banjir dibangun dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang perlunya membangun embung-embung berukuran kecil sampai sedang, pertanian berteras, sumur resapan dan sebagainya. Bangunan antisipasi banjir di sepanjang aliran sungai dapat diusulkan ke pemerintah setempat melalui Dinas Pekerjaan Umum Pengairan setempat. Pada level ini juga mestinya sudah dibangun cek-dam maupun dam untuk ukuran setengah hektar atau lebih. Embung-embung yang dibangun pada level ini minimal 1 hektar atau lebih dengan kedalaman 6 meter. Embung dengan kedalaman ini di samping akan menyediakan air pada musim kemarau juga dapat menampung 50 ribu meter kubik air hujan.