Tulisan ini tidak untuk riya' tetapi lebih kepada mengajak semua untuk bersyukur dan mengambil hikmah dibalik perjalanan anak kami yang hari ini diwisuda di UUM Kedah Malaysia. Dengan mengucap bismillah dan selawat kepada nabi mari kita lanjutkan membaca tulisan ini.
Enam tahun yang lalu anak saya, Ahmad Affandi Supli, mengajak 4 temannya ke rumah waknya di sebuah kota di ujung selatan Sumatera. Saya tanya mau apa kamu ke sana. Saya mau ujian masuk jadi pegawai salah satu BUMN di sana, katanya. Â Ok, saya bilang. Doa dan usaha, semoga lulus, selamat jalan.
Pulang dari sana dia memberi tahu saya dan juga ibunya. Saya gak lulus Abi, katanya dengan nada sedih. Kenapa kamu bersedih nak? Saya saja yang tidak lulus, teman-teman  yang saya ajak lulus semua. Sudahlah saya bilang, itu belum rezeki kamu.
Setelah itu Ahmad bisa menjalani kehidupan seperti biasa sebagai asisten dosen di Fakultas tempat dia dibesarkan. Sampailah pada suatu waktu di kampus tempat saya, bapaknya mengabdi kedatangan profesor dari University Utara Malaysia disingkat UUM. UUM ini adalah kampus tempat anak saya yang lain, adik Ahmad menamatkan S1.
Sebagai asisten dosen Ahmad belum berkeinginan untuk kuliah. Masih trauma karena teman-temannya diterima di BUMN yang bergengsi itu. Saya coba untuk membujuk dia untuk sekolah di UUM itu. Beliau masih dingin.Â
Berikutnya saya membujuk adiknya Ahmad untuk melanjutkan S2 di UUM. Adiknya juga belum berminat karena dia ingin melanjutkan ke tempat lain.
Waktu terus berjalan saya mencoba meyakinkan mereka bahwa jika kalian berdua sama-sama maka itu ada kebaikan karena kalian bisa saling jaga. Lagian kalau kampusnya beda antara kalian akan mahal bagi Abi dan Umi untuk mengirim kalian uang atau mengunjungi kalian.
Kalau kalian setuju kita minta formulir dengan para profesor itu, lalu kalian isi. Nanti dulu memikirkan biaya sekolah.Â
Setelah beberapa lama mereka berdua mau mengisi formulir dan mengirimkannya ke UUM.Â
Menunggu dan menunggu adalah pekerjaan mereka Abang adik itu. Sampai suatu saat mereka berdua diterima. Teman mereka yang sama-sama mendaftar tidak diterima.
Setelah musyawarah, saya diutus mengantar mereka ke kampus UUM. Bagi Adik Ahmad, itu tidak masalah karena dia alumni sana. Ahmad harus ikut tes bahasa Inggris dan ikut kursus bahasa Inggris selama satu semester. Itu berarti bahwa Ahmad terlambat satu semester dari adiknya. Walau demikian ada kelebihan dan kekurangan yang dimiliki keduanya.
Ahmad  sekolah di jurusan IT jadi sejak awal sudah ada proyek dengan profesornya. Karena itu sekolahnya juga agak molor karena juga mengerjakan proyek. Adiknya cepat selesai sekolahnya dan ingin mengabdi sebagai dosen di kampung halaman. Adiknya jadi dosen pioner di jurusan hubungan internasional di kampusnya sekarang. Dia jadi PNS dosen.
Menjelang tamat S2 Ahmad dan seluruh anggota keluarga kami diberi kesempatan untuk melakukan umroh ke tanah suci. Itu terjadi setahun sebelum Ahmad melanjutkan ke S3. Â Sesudah tamat S2 Ahmad pamit dan ingin menyunting gadis pilihannya yang juga teman kuliah tetapi beda program.Â
Sebagai orangtua saya dan istri menyanggupi untuk melamarkan gadis pilihannya dan menanggung biaya yang diperlukan. Waktu melamar dan menikah melibatkan banyak keluarga untuk menjalani prosesi akad nikah dan walimatul urusy mereka. Alhamdulillah lancar.Â
Setelah menikah Ahmad pamit untuk melanjutkan ke S3 kali ini tidak meminta beasiswa FAMA (Father Mother) tetapi dari sekolahnya sendiri. Kok bisa, saya tanya.Â
Ahmad mau mencoba dulu katanya. Apa alasan kamu bahwa kamu berpeluang untuk memperoleh beasiswa dari kampus. Menurut Ahmad, dia masuk nominasi karena sewaktu S2 dia banyak ikut proyek penelitian profesor dan dalam banyak kesempatan dia memperoleh medali emas, perak dan tembaga untuk kampusnya.Â
Alhamdulillah berkah sabar dan kegigihannya Ahmad memperoleh beasiswa dari kampusnya tentu saja dengan dukungan profesornya.Â
Sementara itu setelah beberapa waktu sambil menyelesaikan studi Ahmad melamar pekerjaan ke sana kemari. Beliau bercerita bahwa lamarannya dikirim ke banyak tempat. Sampai suau waktu dia dapat kesempatan untuk wawancara dari kampus terkenal di Kuala Lumpur. Alhamdulilah dia dapat kontrak menjadi pensyarah di sana. Pensyararah di Malaysia sama dengan dosen di Indonesia.Â
Belum lama ini dia pindah kontrak ke universitas lain yang lebih baik manajemennya. Sambil menjadi pensyarah kontrak Ahmad terus menyelesaikan sekolahnya di S3 dan hari ini dia ikut wisuda sebagai PhD.Â
Saya sebagai orangtua ikut bangga dan bersyukur. Kami ingin sekali ikut pada hari yang berbahagia ini. Tetapi karena berhalangan salah satunya karena ibu Ahmad masih kurang begitu sehat karena habis operasi maka acara wisuda itu diwakilkan saja kepada istri, 2;anak dan mertua Ahmad yang kebetulan beralamt tidak jauh dari kampus UUM. Dalam waktu tidak terlalu lama istri Ahmad insya Allah akan ujian akhir S3 ekonomi syariah di kampus yang sama.
Demikian cerita sekilas tentang Ahmad Affandi Supli yang hari ini diwisuda atau kompokesyen di UUM Kedah Malaysia. Semoga semakin bersyukur kepada Allah dan menyadari bahwa gagal masuk jadi pegawai BUMN adalah barokah baginya. Tidak selalu mendung itu kelabu. Terima kasih kepada pembaca yang dengan sabar membaca tulisan ini. All the best to you all.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H