Mohon tunggu...
Supli EffendiRahim
Supli EffendiRahim Mohon Tunggu... Penulis - pemerhati lingkungan dan kesehatan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin jadi orang baik di mata Allah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Elegi Dibalik Susahnya Cabut Gigi

6 September 2021   16:21 Diperbarui: 7 September 2021   06:58 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah,

Saya ini sangat bersyukur kepada tuhan karena dianugerahi gigi yang sangat kuat..Alhamdulillah.. Tapi jangan melihat apa yang tuan dokter lihat sekarang. Pertanyaan yang pas adalah tuan makan apa? Bagaimana riwayat hidup tuan?

Ini dua kali saya mengalami kondisi seperti ini di.mana dokter gigi mengalami kesulitan. Pertama waktu saya berobat di Malaysia dokter gigi Malaysia. Kedua ketika anak saya masih jalani coas sebagai calon dokter gigi.

Saya banyak makan bahan kimia SS

Kepada dokter dan anak2, saya memberi penjelasan panjang lebar tentang makanan dan sejarah hidup saya. Ini bukan keluhan. Tapi ini bentuk kesyukuran kepada Allah, pencipta saya.

Saya sejak kecil dididik dalam lingkungan yang susah. Susah makan karena sedikit sekali pilihan. Kemarau panjang selalu mendera kampung saya.

Makanan apa saja dicari dan dimasak dalam keluarga saya. Sebagai  anak tertua dari 8 bersaudara tentu saja saya bertanggung jawab tethadap penyediaan makanan. Saya kasihan sama ayah dan bunda yang sudah berusaha keras untuk menghidupi keluarga besar kami.

Jika sudah masak nasi tugas saya pergi ke sungai mancing atau menjala atau mengait mungkus. Jika tidak ada hasil menangkap ikan maka saya mencari sayur paku, daun ubi kayu karet atau daun talas muda, juga rebung bambu. Pendek kata asal halal dan baik ok saja.

Makan lauk garam dan terasi

Dalam kondisi yang serba sulit kala itu kami juga biasa memakan ubi kayu, labu kuning dengan lauk garam dan terasi panggang. Ubi kayu dan labu kuning atau kami.menyebutnya labu parang merupakan pangan pokok pengganti beras. Beras sangat susah didapat selama kemarau panjang. Kemarau pada tahun 1960 an dan 1970an pernah berlangsung 9 bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun