Bismillah,
Saya mengajak.pembaca semua untuk selalu bersyukur kepada pencipta kita karena Dia terus menerus memberikan ruang untuk kita belajar dan belajar. Untuk apa kita belajar terus? Untuk mencari kebahagiaan di dunia sementara ini dan kebahagiaan akhirat yang selamanya. Tulisan ini mengajak kalian merenung tentang dua hukum yang sudah ada.
Hukum Minimum Liebig
Ketika saya kuliah Ilmu tanah di S1 dan setelah tamah saya jadi asisten dosen, saya diberi pelajaran oleh para profesor saya kala itu. Ada yang dari Amerika Serikat ada yang dari Indonesia dan ada juga yang dari Inggeris.
Sewaktu kursus Ilmu Tanah di Univesitas Bengkulu kami diberi diktat setebal 600 halaman. Ada 27 dosen muda dari Universitas di wilayah Sumatera dan Kalimantan Barat mengikuti kursus itu dan saya dinyatakan sebagai top partisipan. Biasa saja tidak ada yang aneh. Pelajaran itu adalah biasa biasa saja. Tetapi ada topik yang selalu saya ingat yakni hukum Liebig. Liebig adalah seorang profesor Jerman.Â
Berdasarkan hukum Liebig diketahui bahwa unsur unsur esensial penyusun kehidupan makhluk hidup termasuk manusia, hewan tumbuhan itu tersusun seperti wadah dari rotan atau bambu. Kalau di Palembang namanya "keruntung". Keruntung ini disusun atau dianyam oleh pembuatnya dari banyak bila. Maka menurut Liebig kapasistas wadah itu ditentukan oleh bila minnimum bukan oleh yang maksimum.
Jadi kapasitas muatan keruntung didikte oleh bila keruntung yang paling pendek. Nah jika mau merenung sejenak maka dalam kehidupan ini maka nilai kita keluarga kita didikte oleh kekurangan kita, bukan kelebihan kita.
Jika kita sehat maka hati hati kita akan ditentukan oleh penyakit atau gangguan kesehatan yang ada. Jika kita unggul dalam hal tertentu maka posisi kita akan didikte oleh kekurangan kita. Maka kita perlu hati hati. Ibarat kata pepatah kemarau setahun hilang oleh hujan sehari. Demikian juga dengan pahala kita banyak jangan kita sombongkan  karena boleh jadi pundi amal akan hancur gara dosa kecil atau dosa besar yang sedikit. Apalagi kita sempat syirik kepada Aplah atau kita menyombongkan diri. Tidak ada jaminan kita husnul khotimah jika kita tidak merendahkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan. Jangan heran jika Allah berfirman bahwa "jangan dikira mudah bagi kalian memasuki surga sebelum Allah melihat apakah kamu benar benar jihad atau bersungguh sungguh dalam beribadah dan kalian sungguh sungguh dalam kesabaran".
Ketika kita atau saya bersekolah di SD waktu itu di Madrasah kita pernah diberi pelajaran ilnu alam atau waktu kuliah disebut Fisika. Saya ingat betul selah 2 semester kami diberi diktat tebal yg berjilid jilid, tentu saja bayar dong hehe. Salah satu isinya adalah hukum Black.
Dalam hukum black dinyatakan bahwa panas yang diberi adalah sama dengan panas yang diterima. Di sini sangat jelas sekali bahwa pentingnya selalu memberi, memberi dan memberi. Tidak perlu mengharap kembali.
Kebanyakan manusia termasuk saya malas atau sungkan memberi sesutu kepada orang lain. Malas senyum, malas bersabar, malas memberi simpati, empati kepada orang lain. Apalagi memberi materi, cinta dan kasih sayang. Dengan ilmu dia pelit. Dengan harta apalagi.
 Tuan Black asal Amerika Serikat atau Inggeris ini bukan membuat hukum ini kehendak udelnya saja tetapi semua yang ada di langit dan di bumi ini adalah milik Allah. Maka setelah belajar hulum Black ini ada kewajiban bagi kita dan saya untuk saling berbagi. Maka pada pagi ini 28 Muharam 1443 H atau bertepatan dengan 5 September 2021 saksikan ya Allah saya berbagi sedikit hasil perenungan saya tentang hukum Liebig dan hulum Black ini. Berkahi hidup dan mati hamba ya rabb, juga orangtua, pembaca semuanya, guru guru saya, kakek nenek dan zuriyat saya.
Kedua hukum ini yakni hukum minimum Liebig dan hukum black sesungguhnya cukup untuk jadi landasan agar kita berhati hati dengan yang minimum, yang kecil. Juga harus disadari bahwa memberi itu tidak mubazir. Apa saja yang ada berikanlah kepada orang lain tanpa harus jadi kikir. Allah melaknat qorun karena kikir. Dia tidak mau membayar zakat sebagaimana diwajibkan oleh nabi Musa dan Harun dalam syariat agama islam kala itu.
Demikian perenungan pagi ini. Jayalah kita semua.
Palembang, 5 9 2021
Al fakir.
Supli Effendi Rahim
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H