Bismillah,
Setiap muslim pasti selalu berdoa "Ya tuhan kami, bahagiakan kami hidup di dunia, bahagiakan kami hidup di akhirat, serta hindarkan kami dari azab neraka". Apakah sudah terkabul? Barangkali ada yang sudah, ada yang belum. Semua orang ingin bahagia. Tetapi apa ukuran kebahagiaan itu? Tulisan ini mencoba mengupas kembali ukuran kebahagiaan yang tak pernah jemu untuk dibahas.
Apa orang kaya itu bahagia?
Orang kaya itu ada yang bahagia tetapi ada juga yang tidak. Sebagaimana  orang miskin itu pasti tidak bahagia. Belum tentu ada banyak orang miskin yang bahagia. Maka kekayaan bukan jaminan bagi seseorang jadi bahagia. Demikian juga kemiskinan bukan penghalang untuk orang jadi bahagia. Jelaslah bahwa kekayaan atau kemiskinan bukan ukuran bahagia atau tidaknya seseorang atau keluarga.
Apa orang berpangkat itu bahagia?
Orang berpangkat tidak menghalanginya untuk bahagia. Tetapi tidak berpangkat bisa bahagia. Banyak orang berpangkat jadi tidak bahagia tetapi tidak sedikit juga orang berpangkat bahagia. Maka pangkat bukan jaminan bahagia dan tidak berpangkat tidak mesti tidak bahagia. Jelaslah bahwa punya pangkat atau tidak berpangkat bukan ukuran kebahagiaan seseorang atau keluarga.
Apa orang berilmu itu bahagia?
Orang berilmu berpeluang untuk berbahagia karena syarat bahagia itu mesti punya ilmu. Tetapi orang yang tidak berilmu tidak mesti terhalang jadi bahagia. Karena berilmu saja tidak cukup. Dia mesti diamalkan dan mesti ikhlas dalam. mengamalkan agar peluang bahagia jadi terbuka. Jika demikian maka berilmu dan tidak berilmu bukan jadi jaminan bagi seseorang atau keluarga untuk berbahagia atau tidak berbahagia.
Apa orang yang luas pengaruhnya bahagia?
Keluasan pengaruh terkadang bisa dilihat sebagai indikator kebahagiaan seseorang atau keluarga. Tetapi tidak ada jaminan bagi mereka yang luas pengaruhnya untuk jadi bahagia hanya karena tidak atau luas pengaruhnya.Â
Orang tak luas pengaruhnya bisa jadi bahagia atau bisa juga tidak bahagia. Jelaslah bahagia atau tidak bahagia seseorang jangan dihubungkan dengan luas atau tidak luasnya pengaruh seseorang atau keluarga.
Lalu siapa yang bahagia itu?
Semua orang tanpa memandang apakah dia berharta atau tidak, apakah dia berilmu atau tidak, apakah dia berpangkat atau tidak, apakah dia berpengaruh atau ridak, tidak dijamin bahagia atau tidak bahagia.Â
Kenapa? Karena kebahagiaan seseorang atau kelompok orang atau keluarga tidak Allah letakkan pada harta, tahta, wanita, ilmu, pengaruh dan sebagainya. Allah meletakkan kebahagiaan kepada seseorang atau kelompok orang itu hanya kepada pengamalan agama secara sempurna.
Pengamalan agama secara sempurna itu adalah melaksanakan sempurna perintah Allah dengan cara rasulullah. Apa yang dilakukan oleh rasulullah itu semestinya menjadi teladan untuk kita amalkan. Apa yang tidak dilakukan oleh rasulullah jangan kita amalkan. Tetapi yang sering kita lakukan adalah mengamalkan apa yang tidak rasulullah amalkan. Mudah sekali kita mengevakuasi apakah kita ikut rasulullah.
Rasulullah selalu mendengarkan para shabat yang baik-baik sebagai penasehat beliau. Walau demikian dia juga punya pedoman dan prinsip yakni banyak berdoa kepada Allah, melakukan solat secara khusuk dan tidak menumpuk kekayaan. Kita sangat sulit mengikuti nabi dalam hal ini. Apalagi nabi Muhammad saw tidak menumpuk harta sampai solat isyak. Kita menumpuk harta ratusan tahun yang datang masih cukup. Di sini jelas bahwa kita menyelisihi rasulullah.
Hal lain yang kita melakukan pada hal rasilullah tidak melakukan. Kita banyak makan atau sering makan, kita selalu makan dan makan. Ralulullah tidak mengatakan perkataan buruk kepada ajudan, sahabat dan bahkan budaknya, kepada para istri dan anak-anak beliau. Kita sangat sering marah dan marah, dendam dan dendam. Inisemua merusak keimanan dan ketaqwaan kita. Bahkan orang yang bertaqwa itu tidak marah dan tidak berburuk sangka serta tidak suka menyombongkan diri.
Kunci semua ada di dalam hati
Bahagia itu ada dalam hati. Hati yang selalu bersyukur, hati yang ikhlas, hati yang tidak dongkol, hati yang selamat, Â hati yang sering berselawat kepada nabi, hati yang tidak busuk dan hati yang baik adalah kekayaan yang akan kekal bersama pemiliknya.
Hanya hatilah sebagai penentu apakah orang itu bahagia atau tidak. Jika kita kuasa jangan semena-mena. Jangan juga kita menyombongkan diri dengan meremehkan orang lian. Jika kau kaya gunakan kekayaan untuk berbuat baik kepada sesama, jangan kau aimo mereka. Jika kau berilmu atau berpangkat itu adalah peluang bagimu untuk berbuat baik kepada sesama.
Singkat kata kebahagiaan mesti diusahakan bukan datang secara instan.
Jayalah kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H