Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ayo Kita Pindah ke Kota, Biar Adik-Adik Bisa Sekolah

25 Februari 2023   17:31 Diperbarui: 26 Februari 2023   07:52 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Penulis merupakan sarjana pertanian jurusan ilmu tanah dari Fakultas Pertanian di Universitas negeri terkemuka di Sumatera Swlatan kala itu bahkan di Indonesia barat. Tapi mengapa membujuk ayahnya untuk pergi merantau ke kota? Aneh kan? Dengan ilmunya mestinya penulis mengajari adik-adiknya bertani karena sawahnya ada 2,5 ha, kebun kopinya 3 ha. Tspi keputusan itu harus diambil dan tentu sudah diambil.

Ramalan penulis

Penulis meramalkan kala itu bahwa menjadi petani adalah sumber penyebab kemiskinan dalam keluarganya. Kenapa? Karena pertanian kita masih tradisional sementara akan ada pemilik modal yang mampu bersaing untuk tetap eksis karena ada hilirisasi produk. Ternyata benar di Indonesia saat ini jumlah petani padi terbanyak adalah petani gurem dan buruh tani. Kalau mau miskin tetaplah bertani padi sawah karena harganya dikendalikan pemerintah atau tergerus produk impor.

Bertani intensif

Untuk bertahan hidup di kota penulis tetap berdoa dan berusaha untuk keluarga ayah yakni membelikan ayah lahan agar mereka bisa bertani non padi dengan pola intensif. Alhamdulillah sayur mayur selalu ditanam dan dengan pemupukan intensif hasilnya melebihi hanya sekedar untuk makan. Sementara itu ayah penulis diajari bertukang dengan meminta beliau membangun rumah penulis sebagai tempat kursus dan memantapkan ilmu pertukangan ayah. 

Alhamdulillah diminati 

Ayah tak sadar bahwa beliau sedang dikursuskan menjadi tukang batu. Awalnya ayah adalah tukang kayu di desa di samping petani.  Setelah membangun rumah penulis bertingkat 2. Penulis bertanya dengan para insinyur sipil teman sesama dosen dan juga tukang batu senior. Nampak hasilnya. Datang pesanan dari adik ipar penulis. Dia juga minta dibangunkan rumah bertingkat. Ayah makin mahir.   Setelah itu dia membuat rumah anak dan keponakan beliau di manna dan di Bengkulu.

Mampu beli kebun

Sejak jadi tukang ayah semangat untuk menetap di Bengkulu untuk kembali bertani tetapi tidak harus bersawah. Di sana ia menanam jeruk, durian dan salak. Yang berhasil panen adalah salak. Yang lain hanya untuk makan.

Bujukan berhasil

Dari kami adik beradik ada 2 orang adik yang laki-laki yang berhasil masuk ke universitas negeri. Sementara yang perempuan mulai menikah  Satu dengan aparat keamanan. Satu dengan PNS Sipil. Dua yang laki-laki kuliah di FMIPA dan FKIP. Keduanya jadi guru PNS. Kini adik yang FKIP jadi kepala sekolah, adik yang FMIPA jadi wakil kepala SMA. sementara adik yang bungsu menjadi guru SMK melalui jalur Politeknik negeri yang dilanjutkan ke Fakultas Keguruan Swasta di Bengkulu.

Dukungan istri

Penulis beruntung karena mertua dan istri mendukung rencana penulis memindahkan orangtua ke kota karena mertua penulis juga begitu. Ayah mertua pindah ke kota tetapi dengan jalur menjadi sopir. Ayah penulis pindah ke kota dengan jalur anak dan mantu yang PNS dan mereka bertani non padi lalu menjadi tukang.

Tahun ini insha Allah ibu akan pergi haji. Ayah penulis meninggal dunia sebelum pergi haji. Tetapi alhamdulillah sudah dibadal hajikan beberapa tahun setelah beliau meninggal. Sebelumnya ayah penulis sudah penulis umrohkan bulan ramadhan tahun 2005. Lalu ibu penulis bersama anak2 dan 1 mantu 2 cucu pergi umroh 11 orang pada tahun 2014-2015.  Penulis meneteskan air mata sambil menulis tulisan ini karena bahagia bahwa adik-adik penulis sudah mapan semua walau ada yang suaminya sudah meninggal. Demikian juga di keluarga mertua mereka semuanya sudah mapan.  

Jayalah kita semua.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun