Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Manusia Menyesal?

5 Februari 2023   03:04 Diperbarui: 5 Februari 2023   12:12 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah,

Tidak ada manusia yang tidak menyesal. Dalam hal sosial ekonomi kita merasa kurang. Merasa lebih. Merasa hebat. Merasa cantik. Merasa dermawan, merasa pelit. Semua akan hilang. Semua akan berakhir. Kita berbuat baik menyesal. Apalagi kola kita berbuat keburukan. Kita beribadah menyeaal apalagi tidak beribadah. Sedikit menyakiti hati orangtua menyesal apalagi jika menyakiti hati mereka dalam jumlah yang banyak. Ngaji menyesal apalagi tidak mengaji. Solat yang rajin menyesal apalagi tidak pernah mengaji. Sedekah banyak menyesal apalagi sedekah sedikit.

Adam itu bermakna menyesal

Semua kejadian di dunia ini dalam.pengetahuan Allah dalam perencanaan atau rancangan Allah. Manusia pertama Dia beri nama Adam. Ini bermakna orang yang menyesal. Karena Allah memberi nama orang banyak yang menyesap dwngan istilah nadimin. Sementara kata kerja untuk menyesal adalah nadama. 

Mengapa menyesal?

Manusia menyesal karena iman lemah, iman minipis, karena godaan syaithan, karena kelalaian. Seorang hamba Allah menyesal pada saat kapan? Pada saat berbuat salah  Pada saat sakit. Pada saat berbuat kekeliruan. Pada saat diujung waktu. Pada saat melihat balasan Allah terhadap kebaikan apalagi terhadap keburukan. 

Sahabat nabi menyesal

Sahabat nabi bernama syakban. Dia sebelum meninggal mengatakan tiga kalimat "yalaitaha liman katstira, yalaitaha liman baida, ya laitaha liman jadida". Itu yang disampaikan istrinya kepada rasulullah, Muhammad saw bin Abdullah, pada saat Nabi dan para sahabat nabi berkunjung ke rumah syakban. Rumah syakban ini berjarak 3 jam perjalanan dengan berjalan kaki dari kota Madina.

Syakban menyesal karena rumahnya kurang jauh dari masjid, dia tidak memberikan semua rotinya kepada orang miskin yang kelaparan, tidak memberi baju gamis yang baru. 

Bagaimana dengan kita

Semua kita termasuk penulis tetap akan menyesal ketika orang tua kita sudah meninggal. Ayah penulis tak sempat penulis naikkan haji walaupun sudah penulis dan istri kirim mereka umroh bersama dengan teman penulis. Penulis menyesal karena belum sempat umroh bersama mereka karena uang penulis kala itu masih terbatas. 

Penulis masih menyesal karena belum bisa berbuat lebih banyak lagi kepada mereka karena kehidupan masih belum ok pada saat itu. Walau pernah penulis pindahkan ayah ibu kakek dan adik-adik ke kota dan semua gaji penulis kasihkan kepada mereka selama 8 tahun tetap masih kurang. Kenapa? Karena semua harta kami pada hakekatnya adalah rezeki dari Allah yang merupakan pinjaman atau pemberian orangtua dan mertua kami kepada kami. Karena darah, kepintaran dan tenaga yang Allah anugerahkan kepada penulis dan istri semua adalah milik orangtua. Nol milik kami.

Dibalas Allah

Ketika atau setiap penulis memberi apapun rezeki kepada ayah dan ibu, kepada adik-adik dalam bentuk menyekolahkan mereka atau lainnya maka langsung dikembalikan Allah kepada keluarga penulis. Yang paling segar dalam ingatan adalah ketika penulis memberikan uang penjualan tanah dan rumah dengan luas tanah 600m2 dan LB 90 m2, yang selanjutnya dijual seharga Rp 13 juta pada tahun 1980-an. Uangnya penulis kirimkan semua kepada ayah. Tak lama dari situ penulis dan istri "dipaksa" tetangga untuk membeli tanah seluas  1440 m2 seharga Rp 13 juta. Karena uang penulis terbatas maka pembelian tanah itu lunas selama 2 tahun. Kini tanah itu telah Allah lipatgandakan puluh puluh bahkan lebih banyak lagi dari nilai awal. 

Begitu juga ketika penulis mengirim sejumlah uang kepada ibu penulis maka selalu dilipatgandakan Allah baik dalam jumlah maupun dalam macam rezeki. Subhanallah alhamdulillah Allahuakbar.

Menyesal masuk neraka

Menyesal yang sesungguhnya bukan di dunia ini tetapi di dalam kubur dan di nerakanya Allah swt. Tidak ada tempat yang paling menyesal selain di kubur dan di nerakanya Allah. Di kubur menyesal jika kita mendapat siksa kubur. Biasanya kita menyesal karena semberono dalam hidup yakni kencing sembarangan misalnya tidak duduk dan tidak beredehem sehingga air kencing masih rersisa. Demikian juga di neraka. 

Jayalah kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun