Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kami Pernah Merasakan Jadi Guru Honorer

21 Oktober 2022   17:33 Diperbarui: 22 Oktober 2022   06:17 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillah,

Penulis menangis tersedu-sedu mendengar curhatan seorang guru wanita yang bertahun-tahun menjadi guru honorer. Seorang alumni S1 ditempatkan di daerah terpencil. 

Dengan gaji Rp 450 ribu per bulan. Dibayar 4 bulan sekali. Dia dan sejumlah teman-temannya memperjuangan nasib para guru honorer yang mengabdi di desa. Tak ada kendaraan. Hanya jalan kaki. Ketika mereka sakit negara tidak tahu. Ketika mereka tak cukup untuk makan negara tidak hadir. Ketika mereka bersedih negara tak hadir.

Penulis pernah alami

Pemulis pernah menjadi guru SPMA, guru SMEA Muhammadiyah, dosen honorer di sejumlah PTS di kota Palembang. Pada masa itu honor kami sangat kecil tetapi tidak ada pilihan. Sisi bersyukurnya adalah penulis punya pengalaman bagaimana menjadi guru honorer dengan gaji kecil. Yang paling penting adalah punya pengalaman berdiri di depan kelas untuk melatih keberanian berbicara di depan orang banyak.

Jika diingat perbandingan gaji guru honorer kala itu dengan harga sembako maka seora g guru honorer kala itu mampu setiap jam berada di depan kelas mampu membeli 4 sampai 5 kg beras per jam. Sementara guru honor saat ini setiap jam berdiri di depan kelas tidak sampai 1 kg beras. Jumlah yang sangat sedikit dan tidak manusiawi sekali.

Banyak ingin

Guru honorer adalah manusia. Mereka ada rasa ada keinginan. Mereka merasakan penderitaan ayah ibu mereka dalam mengantarkan mereka jadi sarjana.  Punya ayah ibu berlakang petani, pedagang, para guru honor itu merasakan sekali penderutaan ayah ibu mereka. Karena itu tidak salah aluas sangat manusiawi jika para guru ingin membahagiakan ayah ibu mereka. 

Bertahun-tahun para guru honorer itu berjuang untuk beli bahan makanan, untuk beli pakaian dsb. Yang ternyata jauh dari cukup. Yang lebih miris lagi adalah kenyataan bahwa datangnya jonor mereka 4 bulan sekali.

Isman terpaksa bertani dan berdagang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun