Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sempatkan Membayar Hutang Ekologis Kita Sebelum Meninggal

5 Oktober 2022   08:00 Diperbarui: 6 Oktober 2022   05:33 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah.

Nabi Muhammad saw tidak mau menyolatkan jenazah jika jenazah itu ada hutang yang ia tinggalkan. Jika hutangnya ditanggung oleh ahli waris maka nabi bersedia menyolatkannya. Jika tidak, dia menyuruh para sahabatnya untuk menyolatkan jenazah. Mengapa demikian? Itu karena persoalan hutang memang perkara yang besar. Tapi tahukah pembaca bahwa ternyata kita banyak terhutang secara ekologis. Tulisan ini akan membahas persoalan hutang ekologis.

Jejak Ekologis

Semua manusia di bumi ini dengan sengaja atau tidak sengaja telah dan akan terus menggunakan sumber daya alam di bumi untuk menopang kehidupannya. Manusia menggunakan hamparan permukaan bumi bahkan sampai ke dalam bumi untuk menopang kehidupannya sebut saja untuk pangan, sandang, papan, untuk perhiasan, untuk kendaraan, untuk energi untuk semua aspek kehidupan mereka.

Untuk saat ini manusia di bumi telah menggunakan 1,7 bumi. Juga setiap orang di bumi rata-rata telah menggunakan 2,7 hektar global sedangkan yang tersedia hanya 2,1 hektar global. Makin maju suatu negara makin banyak sumberdaya yang mereka gunakan maka berarti makin tinggi pula jejak ekologis (ecological footprint) mereka.  Rakyat Singapore mempunyai  nilai ecological footprint yang lebih tinggi dari rakyat Indonesia dan dari tetangganya Malaysia.

Hutang Ekologis

Penulis  ingin memperkenalkan istilah baru yakni hutang ekologis. Apa itu hutang ekologis? Itu adalah jumlah lahan, jumlah kehidupan termasuk tumbuhan, hewan, manusia, jumlah hutan, jumlah lahan rawa yang kita ganggu atau kita rusak tetapi tidak diberi konvensasi dalam bentuk apapun. 

Dari mana hukum asalnya? Di dalam alquran banyak sekali ayat yang memuat tentang ganjaran pahala bagi mereka yang berbuat kebaikan dengan rumus 1 amalan kebaikan dibalas 10 pahala. Sementara amal kejahatan dibalas 1 dosa. Demikian juga dalam hukum qisas. Membunuh 1 orang manusia dibalas dengan dibunuh. Kecuali kalau keluarga yang dibunuh memaafkan. 

Hutang penulis

Penulis  terlibat dalam penghilangan rumah air pada dua rumah yang penulis miliki dari membeli dan membangun sendiri. Untuk rumah pertama penulis membeli lahan perumahan dengan luas 168 m2. Membaca sejarahnya bahwa lahan itu adalah bekas lahan rawa dengan kedalaman 1,5 m yang berarti rumah air yang hilang adalah 168 m2 x 1,5 m = 252 m2. Tapi yang merusak itu adalah pengembang? Benar, tetapi yang membeli adalah penulis. Jadi hutang pengrusakan ekolologis itu  berpindah kepada penulis.

Menyadari itu maka penulis bercita-cita untuk membangun rumah panen hujan tak jauh dari rumah pertama. Allah mengabulkan hajat penulis. Pada rumah kedua penulis mencoba membayar hutang ekologis di rumah pertama. Di rumah ini dibangun jumlah ruang kosong sebanyak 450 m3 pada kolam depan rumah, 12 m3 tangki air hujan, 12 m3 sumur resapan, 42 m3 kolam renang air hujan, dan 140 m3 dari lahan peresapan di halaman depan, samping dan belakang rumah kedua. 

Jika dijunlahkan berapa m3 ruang kosong yang ada pada rumah kedua diperoleh angka 796 m3. Jumlah ini dikurangi dengan 330 m3 dan 252 m3 berarti ada surplus 200 m3.  Ini berarti penulis sudah menebus kesalahan berupa membeli lahan perumahan di komplek Bukit Sejahtera Palembang yang dalam pembangunannya menimbun lahan rawa. 

Penulis merasakan keunturngan yang berlipat ganda karena menyediakan ruang kosong dalam berbagai bentuk yakni kolam ikan, kolam renang, tangki air hujan, sumur resapan, lahan kebun dan taman yang digemburkan. Keuntungan tersebut antara lain adalah tak pernah premis dan halaman rumah penulis mengalami kebanjiran. Demikian juga di sekitar rumah banyak pohon buah yang selalu berbuah dan tarif air ledeng relatif murah karena untuk menyiram tanaman dan menyiram halaman tersedia air yang banyak.

Bayarlah hutang ekologis kita

Sebelum meninggal mungkin kita mesti banyak meminta ampun kepada tuhan karena disadari atau tidak kita banyak berbuat salah.  Kesalahan kita terbanyak kepada manusia tetapi tidak menutup kemungkinan kita banyak salah kepada alam lingkungan. Jika kita membuka lahan hutan atau hutan belukar dipastikan kita banyak  menebang pohon, menebas semak dan banyak flora. Pada saat yang bersamaan kita merusak habitat hewan besar dan hewan kecil di tanah atau di atas tanah. Kasus penulis membeli rumah di lahan rawa yang ditimbun itu adalah contoh hutang ekologis yang mesti kita bayar. Kita mesti nyatakan kesalahan kta kepada anak cucu kita agar mereka juga tahu dan sadar tentang  hal ini agar mereka tidak meninggalkan hutang ekologis yang banyak. Jangan heran jika dalam alquran surat al-qasan ayat 77 bahwa Allah benci kepada mereka yang berbuat kerusakan di bumi.

Jayalah kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun