Mohon tunggu...
Supli rahim
Supli rahim Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Orang biasa yang ingin mengajak masuk surga

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Bersama Ibu Banyak Kudengar Cerita tentang Ayah

29 April 2022   15:22 Diperbarui: 29 April 2022   17:29 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismillah,

Suatu hari bulan ramadhan saya menelpon ibu untuk mengajaknya ziarah kubur kakekku. Dia adalah Merinsan bin Dualin. Dia meninggal 27 tahun yang lalu. Dia ikut programku pindah bersama ayah dan ibu ke kota. Saya ambil ibuku di rumah adik. Ibu baru datang ke Palembang dari Bengkulu. Di sana dia tinggal dengan adik-adikku.

Cerita ibu tentang ayahku

Ayahku sudah punya tunangan selama 2 tahun di desa yang tak jauh dari desanya. Tetapi dia batalkan karena ingin menikah dengan ibuku. Ayah berasal dari desa yang tak jauh dari desa asal ibuku yakni Masat Bengkulu Selatan. Ayah tiba-tiba ada pekerjaan bertukang di Palak Bengkerung Air Nipis Bengkulu Selatan. Mereka ditemukan oleh taqdir di desa Lubuk Langkap Air Nipis.

Ayah mulai jatuh cinta untuk menikahi ibuku karena sejumlah alasan. Pertama, ibu adalah anak terakhir dari kakek nenek  yang merupakan sosok ramah, pekerja keras. Kedua, ayahku ingin menjadi petani. Dia tahu dari orang bahwa kakekku punya banyak lahan untuk bakal sawah. Bermodalkan tekad, ayah melamar ibu. Ibuku ketika ditanya apa yang ia ingin jadi maskawin ketika menikah dengan ayah. Ibu hanya bilang cukup membaca 100 kali Qulhu, surat pendek di di dalam alquran. Sesudah membaca qulhu 100 kali secara berjemaah ijab qobul digelar. Pernikahan  ayah dan ibuku dinyatakan sah oleh para saksi di depan penghulu kala itu.

Cerita ibu tentang kakek

Kakekku adalah sosok pekerja keras, cerdas dan ikhlas. Setelah menikahkan anak terakhirnya dia rela berada di kebun kopi milik ayah tepatbya di datar kepahyang. Hamparan kebun kopi ini berjarak 10 km dari kampung kami, Lubuk langkap air nipis Bengkulu Selatan. Bertahun tahun kakek dan nenek berada di hutan itu demi menopang perekonomian keluarga ayah.

Penulis adalah anak ibu dan ayah yang diharapkan mampu mengubah nasib keluarga ayah. Kakek meminta secara khusus untuk mengobati penyakitnya. Apa itu kek? tanya saya suatu waktu. "Saya sakit buta huruf", kata kakek kala itu 

Kepada penulis, kakek berpesan agar rajin belajar dan mengaji. Suatu saat kau akan ke Inggeris mikultas naik tinggi.

Tamat kuliah

Penulis sebagai anak tertua sufah tamat kuliah.  Sejak tingkat 3 penulis memperoleh beasisea dari pemerintah sehingga mulai meringankan bebab orangtua. Pada tahun pertama setelah tamat penulis kerja di Bengkulu. Tetapi setelah beberpa bulan tidak betah. Salah satu sebabnya adalah penulis mempunyai calon istri yang masih kuliah di tempat penulis menjalani pendidikan S1. Dengan berdalih mau jadi dosen penulis kembali ke Fakultas dan menjalani profesi jadi dosen muda.

Membawa adik adik

Sebagai dosen muda yang masih honor, penulis memberanikan diri membawa adik-adik ke kota. Mereka ada dua. Satu SMA satu lagi SMP. Karena ada bisikan dan contoh bahwa membawa keluarga ayah ibu bukanlah hal sulit jika mau maka penulis menyatakan keinginan kepada ayah dan ibu tentang hal itu. Pertama ayah dan ibu saya agak berat karena orang kampung juga masih melarang karena penulis masih seorang dosen honorer. Memberatkan kata mereka kala itu.

Tetapi kakek penulis memberi semangat bahwa dia juga mau mati di kota.  Pernah ada wacana bahwa kakek ditinggalkan pada anaknya yang  alin di desa. Tetapi dia bersikeras untuk ikut di kota. Biarlah saya makan batu asal saya mati di kota. Kakek mengancam.

Ibu bahagia

Pada umur ibu yang tidak muda lagi dia sangat bahagia menyaksikan 4 anaknya sudah mapan tinggal di Palembang, juga 2 anaknya di Bengkulu. Semua anaknya menurut ibu telah memberikan jalan cerita yang panjang bagi jawaban atas perjuangan mereka menyekolahkan anak pada masa yang lalu. Ayah dan kakek dipastikan telah "memanen" kiriman amal jariyah mereka berupa cucu dan cicit yang banyak. Cucu ibu 26 orang. Cicitnya juga lebih dari 20 orang.

Cucu ibu terdiri dari dokter, dosen, polisi, pebisnis, tenaga kesehatan dll. Ada juga yang berada di luar negeri yakni di Malaysia.

Banyak orang yang  menghina ibu ketika dulu hanya meminta maskawin 100 kali baca qulhu kepada calon suaminya. Ibu hanya senyum. Setelah sekian tahun orang kagum sama ibu bahwa ternyata anak keturunannya adalah orang ikhlas (doa). Karena memang qulhu itu adalah surat yang sangat ikhlas. Allah swt memberi.contoh bahwa ikhlas itu hanya ada di luar walau di dalam tidak ada. 

Jayalah kita semua.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun