Bismillah,
Alhamdulillah. Allahumma shali 'ala muhammad wa'ala alihi wasohbihi ajmaiin ila yaumiddin. Kelangkaan minyak goreng merupakan berita yang sulit dipercaya tetapi nyata terjadi di negara penghasil sawit terbesar di dunia. Tetapi itu mesti kita hadapi dengan lapang dada. Mesti ada jalan keluar. Tulisan ini ingin menyotori penyebab kelangkaan minyak goreng tersebut.
Penyebab pertama: Kebijakan ekspor CPO
Ekspor dari suatu negara adalah cara yang bijak untuk memperoleh devisa bagi negara dan perusahaan. Tetapi keburukannya tetap ada yakni nilai tambahnya kurang. Jika diolah menjadi bahan jadi di dalam negeri maka nilai jualnya tinghi. Celakanya sejumlah negara tidak mau impor produk turunan sawit dari negara kita tentu dengan sejumlah alasan yang masuk akal.
Ekspor CPO (Crude palm oil) meski tidak langsung mempengaruhi kelangkaan minyak goreng dalam negeri, tetapi dapat merupakan penyebab kelangkaan itu sendiri. Mengapa? Karena para eksportir selalu tergoda untuk menggenjot volume ekspor ke negara-negara mitra dagang Indonesia. Mitra dagang Indonesia dalam penjualan CPO yang besar antara lain RRT, India, Pakistan, Amerika Serikat, Banglades dan Mapaysia.
Ekspor CPO ke RRT dan India mencapai 29% dari total nilai ekspor sawit Indonesia pada tahun 2021. Berdasarkan data badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor CPO ke Negeri Tirai Bambu tersebut mencapai US$ 4,55 miliar sepanjang Januari-November 2021. Nilai ekspor tersebut mencapai 17,47% dari total nilai ekspor minyak sawit Indonesia.
Nilai ekspor CPO Indonesia  terbesar ke India adalah sebesar US$ 3,11 miliar (11,96%). Diikuti oleh Pakistan sebesar US$ 2,46 miliar, lalu Amerika Serikat US$ 1,61 miliar (9,44%), seterusnya ke Banglades US$ 1,26 miliar (4,83%), serta selanjutnya ke Malaysia senilai US$ 1,21 miliar (4,65%).
Nilai dan volume perdagangan ke semua negara mitra dagang tersebut selalu mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. Lagi-lagi menyebabkan berkurangnya jatah untuk pengadaan minya goreng dalam negeri. Ketika ditelusuri mengapa pengusaha agak "enggan" menjamin pengadaan minyak goreng di dalam negeri  maka jawabnya sangat mudah bahwa rente ekonomi untuk penjualan minyak goreng itu rendah alias tidak menguntungkan.
Penyebab kedua: Kebijakan B30