Karet alam adalah salah satu komoditas yang menjadi andalan ekspor Indonesia. Karet alam Indoensia pada 2018 mampu mencatat nilai ekspor sebesar USD 5,13 miliar dollar dengan jumlah produksi sebanyak 3,7 juta ton. Indonesia menduduki peringkat 2 setelah Thailand yang memproduksi 4,2 juta ton pertahun di 2018 dalam hal produksi karet.Â
Kemudian disusul oleh Malaysia dan Vietnam yang mampu memproduksi 1,2juta ton per tahun. Wilayah yang menjadi basis produksi karet di Indonesia adalah di provinsi Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat.Â
Wilayah denganp roduktivitas karet alam terbesar di Indoensia adalah provinsi Sumatera Selatan dengan dominasi ekspor 54,06 % dari total ekspor karet Indonesia.Â
Hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi Sumatera Selatan. Dari dominasi ekspor karet tersebut, terjadi  banyak keluhan petani karet alam saat ini terutama masalah rendahnya harga karet di tingkatan petani. Hal ini dikarenakan beberapa penyebab diantaranya adalah kualitas karet alam yang dihasilkan oleh petani yang masih rendah.
Kualitas Karet Alam Yang Dihasilkan Petani
Sebagian besar petani menghasilkan bokar (bahan olahan karet rakyat) atau karet alam dalam bentuk slab lump (99%). Dari keterangan para konsumen (toke) sebanyak 60% petani telah menghasilkan slab bersih dan sisanya sebanyak 40% petani masih menghasilkan slab yang dicampur dengan tatal (kulit kayu sadapan).Â
Rata-rata ketebalan slab yang dihasilkan petani lebih dari 10 cm dengan berat slab berkisar 28 -- 80 kg per keping. Para petani lebih menyukai slab tebal karena alasa nmenghindari pencurian slab, sedangkan bagi pedagang/tengkulak, dengan membeli slab tebal risiko penyusutan kadar air lebih besar, sehingga pedagang cenderung menekan harga karet alam karena alasan tingginya kadar air.
Rendahnya kualitas karet alam yang dihasilkan petani bukan tidak disadari oleh petani produsen. Satuhal yang menarik untuk dicermati adalah alas an petani untuk memasukkan benda asing ke dalam larutan getah selama penangganan panen oleh petani.Â
Sejumlah petani yang menggunakan tatal secara berlebihan mengaku bahwa tujuan utama untuk memasukkan tatal dan benda asing lainnya ke dalam bongkahan karet alam adalah sebagai upaya untuk meningkatkan berat karet alam yang dihasilkan.
Dilihat dari cara pengolahan kare talam, sebagian besar petani banyak menggunakan bahan pembeku yang tidak direkomendasikan yaitu asam sulfat (66%) yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan cuka para.Â