Dunia pertelevesian kini kian berkembang di masyarakat. Swasta pun banyak berlomba membuat channel baru dengan daftar tayang yang beragam, mulai dari gosip artis, berita, hingga sinetron-sinetron ala ABG masa kini.
Di satu sisi, berkembangnya media masyarakat ini memberikan dampak yang positif sebagai media informasi yang hemat dan memasyarakat. Sehingga informasi-informasi dapat disebarluaskan ke masyarakat dengan cepat.Â
Dunia hiburan pun semakin semarak dengan penampilan dan wajah yang berbeda antara channel satu dan lainnya.
Namun di sisi lain, perkembangan dunia pertelevisian membuat wajah muram bangsa ini kian nyata. Berita kriminal semakin marak, pelecehan seksual menjadi hal yang lama-lama 'biasa'. Penyakit masyarakat pun tumbuh subur di tengah gerusan zaman yang mengedepankan kata 'kebebasan'.
Coba kita tengok, belajar mencermati apa yang kita tonton. Bandingkan tayangan televisi masa kini dengan masa tempo dulu. Memang agak terkesan kuno bin ndeso, tapi dbaliknya kita akan menemukan banyak sekali 'kerancuan' dalam penayangannya.
Mata pisau diciptakan dengan dua sisi. Apabila ia digunakan dengan semstinya, tentu mata pisau itu akan sangat berguna. Dia akan bekerja sebagaimana fungsinya. Begitupun ketika kita salah menggunakan, jangan-jangan ia akan menukik tajam ke arah jemari kita, kemudian membuat kita terluka. Sayangnya, media sosial masa kini khususnya televisi tak jauh berbeda dengan mata pisau itu.
Media informasi seperti televisi, jika di manage oleh seorang profesional, berwawasan, dan memiliki integritas tinggi di bidangnya, akan memiliki kekuatan besar untuk membangun generasi muda masa kini.Â
Tontonan yang di sajikannya pun bukan hanya asal rating naik, tapi bagaimana caranya untuk terus mengedukasi tanpa batas usia. Sajian televisi yang sarat makna juga bisa menjadi media untuk menghangatkan kembali keluarga dengan cerita-cerita. Â Â
Akan tetapi, nuansa yang terasa saat ini ketika saya menonton televisi adalah, tayangan-tayangan humor yang menjatuhkan salah satu pihak, kehidupan pribadi para seleb yang entah apa maknanya untuk publik, dan juga sinetron-sinetron cinta.Â
Bukan saya anti semua itu, akan tetapi dalam hemat saya, akan lebih bermanfaat dan sangat berguna jika disajikan tontonan yang memberikan wawasan serta pengetahuan.Â
Boleh saja mengangkat berita viral, akan tetapi lebi baik jika memviralkan berita atau kisah hidup inspiratif. Â Dalam sajian humorpun, bukan tidak mungkin di tayangkan dengan menampilkan sisi-sisi pesan yang ingin di sampaikan tanpa harus menjatuhkan salah satu pihak-walaupun dalam konteks hiburan. Â
Bagaimanapun, mau tidak mau, suka tidak suka kita tidak bisa menolak kehadiran media sosial itu. Kita membutuhkan, namun satu sisi jika tidak 'lihai' memanfaatkan, kita akan terjerumus ke dalamnya.Â
Alangkah baik, jika semua komponen masyarakat bersatu padu untuk menekan tayangan tv yang 'bermasalah'. Baik masalah moral, etika, dan nilai sejarahnya. Jika kita semua ada kemauan untuk mengubah pola pikir masyarakat, maka kita harus memulai dari mengubah tayangan televisi. Karena apa yang Anda baca, apa yang Anda tonton, itu mencerminkan sebagian besar diri Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H