Mohon tunggu...
Gani Islahudin
Gani Islahudin Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Baca aja dulu, opini belakangan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Dalam Kamar dengan Segala Kerinduan yang Tak Bertepi

14 Desember 2023   08:58 Diperbarui: 14 Desember 2023   09:09 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di dalam kamar dengan segala kerinduan yang tak bertepi (Dokumentasi pribadi)

Setelah sekian lama aku berkutat dengan buku-buku; mengasah otakku, tenggelam dalam kata-kata, dan mencintai sunyi. Kini sudah waktunya aku keluar dari dunia yang selama ini aku cintai: KESENDIRIAN!

Sudah terlalu lama rasanya aku hidup dalam dunia imajiner hingga aku tak merasakan sedikitpun bahwa hatiku sudah terlampau kering.

Terima kasih ya, sudah menjadi tempat untukku berbagi, tempat untukku bercerita tentang apa saja; tentang gunung dan laut, tentang senja dan malam, tentang nelayan dan ikan-ikan beserta tentang ombak dan karang. Atau mungkin tentang yang lucu-lucu hingga tentang sesuatu yang membuat kepala kita menjadi pening.

Menjadi tua dan ringkih adalah ketakutanku selama ini; pendengaran mulai berkurang, gigi tak kuat lagi mengunyah, pertemanan semakin sempit, pandangan yang kabur, gerak yang terbatas; buku-buku tak bisa lagi menjadi kawan yang setia sepanjang waktu. Dan hanya satu jawaban dari persoalan itu, yaitu hanya pasangan yang bisa diandalkan ketika kita mulai memasuki usia senja; ngobrol sepanjang waktu, beribadah dan sesekali duduk di beranda rumah sambil minum teh atau kopi. Tentu kita tak akan lepas untuk ikut berbicara perihal politik.

Saat ini, kita sama-sama sibuk dengan dunia kita masing-masing. Jarak yang cukup jauh dan waktu yang begitu minim, namun percayalah, kau tak pernah lepas dari doaku, hanya aku dan Tuhanku yang tahu dan hanya pada Tuhanku lah aku bercerita perihal apa yang kurasakan.

Ashila, bagiku kamu adalah rasa yang begitu bebal, datang dari mana saja, kapan saja bahkan ketika aku dalam keadaan duduk bersama kawan. Tiap kali aku memikirkanmu selalu saja ada hal-hal yang tak bisa kujelaskan, semua tampak nyata namun sulit diterangkan, semua jelas tapi tidak ada kata yang mampu mendeskripsikannya. Kau itu rumit dan indah seperti puisi.

Saat aku menulis surat ini, aku mencintaimu dengan cara yang tidak kau ketahui. Aku mencintaimumu saat perhatianku kuberikan pada buku-bukuku. Di tempatku saat ini aku mencintaimu. Aku mencintaimu dengan pikiran terbuka, aku mencintaimu dengan segala kelebihanku, aku mencintaimi dengan segala yang kumiliki. Engkau milikku dan segala tentangmu semoga menjadi milikku juga.  

Maaf, jika aku begitu lantang bercerita perihal apa yang kurasakan; begitulah seharusnya, aku tak pandai berbasa-basi, aku tidak jago bermodus-modusan, aku lebih suka terbuka karena kita sudah sama-sama dewasa.

Aku harus mengakui. Aku tertarik dengan perempuan sepertimu; perempuan yang pikirannya terbuka, perempuan yang mampu membaca realitas yang dihadapinya. Itulah yang terlihat di mataku; kamu bukan hanya perempuan yang terdidik tetapi lebih dari itu, kamu perempuan yang mampu berpikir kritis mengenai realitasmu sebagai perempuan, dan izinkan aku belajar dan berkembang bersamamu.  

Aku tahu, aku bukanlah laki-laki ideal seperti dambaan perempuan pada umumnya; aku menyadari semua kuranganku, karena itu aku selalu berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, maka dari itu aku terus dan terus menggali kemampuanku; belajar, membaca buku sebanyak-banyaknya, menambah wawasan agar kelak bisa membimbingmu jika kita ditakdirkan. Agar cakrawala pengetahuanku semakin luas, tidak mudah puas, tidak mudah menghakimi orang, tidak mudah membodohkan orang, dan aku tahu batas kemampuan diri sendiri. Tentunya aku bisa menjadi orang yang bisa kamu andalkan.

Aku juga tidak tahu perihal standar kecantikan seorang perempuan, aku tidak tahu perihal style perempuan, aku tidak tahu hal-hal semacam itu, dan aku tak terlalu mempermasalahkannya. Aku tidak dapat bicara bermanis-manis mengenai keindahan wajah seorang perempuan. Yang ingin aku katakan bahwa, kecantikan bertahan hanya beberapa tahun saja, sedangkan kita akan hidup dalam waktu yang lama. Kecantikan di masa muda akan hilang, maka yang tinggal adalah kecantikan yang berupa sifat penuh kebaikanmu, pengertianmu, dan di sanalah letak kecantikan sesungguhnya.

Dalam keheningan di ruang ini. Tiba-tiba saja aku ingin mengenangmu lalu menjadi melankolis. Barangkali inilah surat pertama yang kutulis untukmu. Tak ada kata yang pas untuk menjelaskan semuanya dan tak ada perasaan yang melebihi rasa yang kuhadapi saat ini.

Aku terperangkap menjalani hidup yang aneh, di mana aku seperti dipaksa untuk menerjemahkan dengan masuk akal dunia yang kuhadapi. Aku mencintaimu sampai aku kehilangan diriku.

Bersama doa kukirimkan pula surat ini dengan rasa yang teramat absurd, kerinduan dan bisikan terhangat 'aku mencintaimu' dari sebuah tempat yang paling dingin!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun