Mohon tunggu...
Gani Islahudin
Gani Islahudin Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Baca aja dulu, opini belakangan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Napak Tilas Peran Pemuda dan Bagaimana Mewujudkan Pemuda yang Berpikir Saat Ini

31 Agustus 2023   14:08 Diperbarui: 31 Agustus 2023   14:24 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah Mahasiswa sedang demo (Foto: Instagram/@anaksamarinda.id)

Akurasi.co - Ada sekumpulan pemuda yang riuh di sebuah kedai kopi memainkan gadgetnya. Ada pemuda yang bernyanyi di jalan-jalan seadanya demi sebuah koin. Ada pemuda yang sibuk memamerkan kemewahan dilayar teknologi dengan bangganya tanpa perlu berpikir.

Ada pemuda yang tengah sibuk dengan kerja-kerja sosialnya. Ada pemuda yang pandai berkata-kata demi sebuah pengakuan. Ada pemuda yang pelan-pelan membangun karir politiknya dengan menjilat.

Ada pemuda yang sibuk berkutat dengan lumpur dan kerja-kerja yang tiada henti demi mengisi perut. Ada pemuda yang kesadaraannya masih terbelenggu kesadaran palsu.

Ada pemuda yang abai terhadap lingkungan sosialnya. Ada pemuda yang hanya memikirkan diri sendiri dan tak mau terlibat dalam masyarakatnya. Inilah rupa pemuda hari ini.

Kata-kata Karol Kariola mengingatkan kita akan sifat biologis seorang pemuda: "Menjadi muda tetapi tidak revolusioner adalah kontradiksi biologis". Sejak pra kemerdekaan hingga saat ini pemuda selalu menjadi garda terdepan dalam perbuahan sosial dan politik di Indonesia.

Sejarah mencatat, telah banyak bukti bahwa pemuda tak akan pernah lepas dan akan selalu terikat dengan DNA revolusioner dalam diri mereka. Ada pemuda angkatan 28, pemuda angkatan 66, dan gerakan pemuda angkatan 98.

Tentu kita ingat dan akan selalu mengingat peristiwa dimana bangkitnya gerakan pemuda sebelum kemerdekaan yaitu kongres pemuda 28 oktober 1928. Di gedung Lux Orientis, Jakarta. Siapakah penggagasnya? Dialah Muhammad Tabrani Soewirjowitjitro.

Ia mengumpulkan organisasi-organisasi pemuda di seluruh nusantara, ada Jong Java, Jong Sumatranend Bond, Jong Ambon, Pelajar Minahasa, dan Sekar Roekoen. Tabrani sendiri mewakili perhimpunan dari Jong Java.

Dalam sumpahnya, mereka benar-benar menyadari potensi konflik yang akan merusak bangsa ini, jika tidak ada pengikat yang utuh. Mereka tidak bersepakat tentang iman masing-masing. Mereka menyadari bahwa iman tidak bisa dipaksakan. Hanya ada bertumpah darah satu, tanah air Indonesia.

Berbangsa satu, bangsa Indonesia, dan berbahasa satu, berbahasa Indonesia. Tidak ada sumpah beragama satu, agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dll. Pemuda-pemuda saat itu pikirannya jauh dari pengalaman hidupnya. Tetapi mereka telah memandang kedepan arah bangsa ini.

Bangsa ini hanya bisa terjaga dan utuh jika ada pengikat. Satu kesepakatan yang dipegang erat oleh pemuda Indonesia saat itu. Kecerdasan mereka melampaui jauh kita hari ini yang dimanjakan dengan berbagai macam akses untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Tidak bisa di kesampingkan bahwa peran pemuda dalam sejarah bangsa Indonesia diawali dengan geraka pemuda seluruh nusantara, mereka membentuk sebuah kongres dan berikrar untuk mewujudkan Indonesia yang beradab. Yang kita kenal dengan nama Sumpah Pemuda.

Pada tahun 1945, ketika penjajah takluk dari sekutu, para pemuda atau golongan muda Indonesia bergerak cepat untuk memerdekakan Indonesia dengan cara menculik Bung Karno dan Bung Hatta, memaksa kedua bapak proklamator untuk cepat-cepat memproklamasikan Indonesia merdeka. Dalam upaya tersebut banyak tokoh-tokoh pemuda yang berperan, termasuk Wikana.

Bung Karno muda, Bung Hatta muda, Tan Malaka muda dan Sjahrir muda, mereka telah berupaya mewujudkan Indonesia yang merdeka dan berdikari. Sejak mereka masih muda, mereka aktif dalam berbagai gerakan dan diskusi-diskusi bagaimana mewujudkan Indonesia merdeka.

Pikiran-pikiran mereka dipenuhi dengan ide-ide besar tentang Indonesia. Mereka kerapkali beradu argumen dan silang pendapat dan itulah memang ciri-ciri pemuda. Kepala mereka penuh dengan isi buku yang mereka baca, tidak hanya itu mereka juga menulis sebagai upaya menyebar luaskan apa yang ada dipikiran mereka.

Mereka berkutat dengan ide-ide filsafat, sastra kelas berat, analisis sosialnya tajam, imajinasi mereka tinggi, tangan mereka ringan mengetik. Mereka tidak membaca satu jenis buku, tetapi ribuan buku mereka senggamai setiap saat. Tak perlu lagi diceritakan, bagaimana gilanya bapak bangsa kita dengan buku.

Sejak kemerdekaan Indonesia, peran pemuda semakin menggeliat dalam upaya berkontribusi mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur. Bebas dari imprealisme dan kolonialisme yang telah lama mengkungkung Indonesia.

Pikiran-pikiran bertebaran di ruang-ruang publik, di kelas-kelas, di kedai-kedai kopi. Adu argumen, diskusi hingga turun aksi mewarnai langkah perjalan bangsa ini. Pemuda tak pernah diam. Mereka selalu terlibat aktif dalam isu-isu sosial dan politik. Mengambil peran paling depan adalah hal yang kerapkali kita lihat.

Di tangan pemuda, rezim Orde Lama jatuh dan kita kenal sebagai gerakan 66 yang di pelopori oleh pemuda yang bernama Soe Hok Gie, setelah lengsernya Soekarno dan diganti oleh Soeharto (orba) selama 32 tahun, lagi-lagi pemuda tidak tinggal diam.

Mereka meneriakkan keadilan dan mereka juga meneriakkan reformasi untuk melengserkan rezim Soeharto dan akhirnya tumbang di tangan pemuda.

Sejak lengsernya rezim Soeharto. Kini, hanya tampak segelintir pemuda yang berkeinginan besar, yang masih aktif terlibat dalam gerakan-gerakan mahasiswa. Aktif terjun kelapisan masyarakat yang paling bawah.

Aktif mengakomodir keresahan masyarakat, aktif memberi bantuan hukum bagi masyarakat yang terjerat kasus pidana. Aktif demonstasi terkait tanah adat yang dirampas oleh korporasi.

Dan diakhir tahun 2019 dan tahun 2020 ini kita melihat bagaimana pemuda kini menemukan arah terjangnya untuk berdemontrasi, berkumpul dan berteriak dalam satu suara, menerikan keadailan.

Berkumpul dalam satu sumpah, yaitu sumpah Mahasiswa. Kini, pemuda yang telah lama hilang dalam panggung politik kita, akhir telah kembali mewarnai perpolitikan bangsa ini. Yaitu politik akal sehat, politik yang meluap-luap disertai dengan aksi yang bertumpu pada teori yang mereka pelajari diruang-ruang diskusi. Kini, kegairahan politik di kalangan pemuda mulai tumbuh. Akankah ini tetap terjaga?

Ketika segelintir pemuda terjerumus di dalam sebuah dunia modern, terjebak dalam kerja yang tiada henti-hentinya, keringat diperas habis oleh para Kapitalis. Berebut kursi, memakai kerah putih dengan sepatu mengkilat tetapi diluar sana ada pemuda yang masih sadar akan perannya sebagai ujung tombak perubahan. Mereka lah sesungguhnya pemuda yang berpikir.

Namun kita tidak dapat dipungkiri hari terus berganti, bulan terus berganti dan zaman terus berjalan, sifat-sifat pemuda pun ikut berubah. Perubahan memang sangatlah cepat, menggilas apa saja yang ada di depannya.

Siapa yang tak bisa beradaptasi akan habis digilas oleh perubahan. Ya, satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Bagaimana seharusnya pemuda mengisi dan beradaptasi dengan perubahan? Perubahan adalah suatu yang mutlak. Setiap zaman punya wordlview-nya sendiri-sendiri.

Punya ruhnya sendiri-sendiri. Jika zaman Yunani kuno kita kenal dengan cara pandang kosmosentris, era abad tengah, kita kenal dengan cara pandang teosentris, di zaman moderen kita kenal dengan cara pandang, antroposentris.

Bagaimana dengan abad 21 ini? Pemuda hari ini terkesima oleh perkembangan teknologi yang begitu cepat. Berlomba-lomba menjadi seorang YouTuber dan selebgram dengan berbagai macam konten yang mereka usung. Dari yang konten sampah hingga yang bermanfaat.

Dari yang pamer harta hingga pamer kedermawanan. Dari yang prank hingga membuka aurat. Inilah wajah zaman ini. Zaman dimana berpikir tak lagi diandalkan tapi kebodohan terus dipertontonkan.

Lalu bagaimana mewujudkan pemuda yang berpikir ditengah gempuran teknologi dan gempuran tontonan sampah saat ini? Bangunlah blok solidaritas dimana saja, di kampung-kampung dan isilah dengan diskusi-diskusi tentang isu-isu sosial dan politik.

Di blok solidaritas inilah tempat membangun kelompok-kelompok kecil yang kritis untuk melawan hegemoni budaya. Pengaruhi rekan-rekan sejawat kita agar mencintai aktivitas membaca.

Ciptakanlah ruang publik alternatif sebagai wadah pemuda menyalurkan ide-idenya. Isilah kedai-kedai kopi dengan berbagai macam buku. Penuhi pikiran-pikiran mereka dengan analisis sosial agar kesadaran mereka tumbuh.

Dari kesadaran palsu menuju kesadaran kritis. Dari intelektual tradisional ke intelektual organik. Dari pemuda yang bermental feodal menuju pemuda yang progresif.

Selain diskusi, membaca adalah salah satu cara mewujudkan pemuda yang berpikir. Dengan membaca kita melawan kebodohan. Dengan membaca mangktifkan imajinasi, mempertajam analisis, berpikir kritis, hingga mampu membaca realitas sosial dengan objektif.

Tidak mudah mengkultuskan seorang tokoh, tidak mudah terpengaruhi dengan isu-isu yang bisa memecah belah bangsa. Pemuda yang berpikir akan mengedepankan argumen dari pada sentimen.

Pemuda yang berpikir akan menyebarkan pikiran-pikiran sehat, ide-ide besar, dan argumen-argumen yang tajam di ruang-ruang publik, di tempat-tempat terbuka agar masyarakat tahu bahwasanya pemuda adalah ujung tombak dan harapan bangsa Indonesia.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun