Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan pemerintah kita? Mengapa rakyat dibikin menjadi gelisah dalam beberapa hari terkhir ini?
Kisruh perseteruan kisah Pilpres belum reda. Muncul kasus Papua. Berikutnya persoalan Capim KPK.
Lalu drama pindah ibu kota Negara, turut menggerus perasaan di dada. Namun, yang banyak menyita perhatian rakyat ada yang lebih menyiksa, yaitu menyoal rencana naiknya iuran BPJS.
Belum reda semua persoalan menyita pikiran dan hati rakyat, muncul berita baru, tarif listrik pun akan naik karena subsidi bakal di cabut. Luar biasa. Apa-apa an ini, Pemerintah? Semua korbannya rakyat!
Coba.kita telusuri. Istana Kepresidenan hari ini, Â buka suara perihal rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.Â
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko memastikan iuran BPJS Kesehatan harus dinaikkan.
"Belum tahu persis [besaran kenaikannya], tapi yang pasti naik," kata Moeldoko di sela acara Indonesia Electric Motor Show di Balai Kartini, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Saat ini, kepastian kenaikan masih menunggu peraturan presiden (Perpres). Namun, Moeldoko bilang Presiden Joko Widodo belum menandatangani Perpres tersebut.
"Belum, belum [ditandatangani]. Belum tahu pastinya [kapan]. Tapi kemarin saya sudah diskusi dengan Menteri Keuangan, intinya pasti menuju ke sana [naik]," pungkasnya.
Masalah naiknya iuran BPJS memang akan segera direalisasikan karena sudah dibahas dalam rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR RI, Senin (2/9/2019) lalu.
Salah satu kesimpulan rapat tersebut, yakni Komisi IX DPR RI dan Komisi XI DPR RI menolak rencana Pemerintah untuk menaikkan premi JKN untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III. Hanya saja, penolakan legislatif berlaku sampai Pemerintah menyelesaikan data cleansing.
Karena itu, DPR RI mendesak Pemerintah untuk mencari cara lain dalam menanggulangi defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan. Adapun untuk kelas lain, DPR RI tak menyinggungnya sama sekali dalam 9 poin kesimpulan rapat.
Sementara Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo, menjelaskan, penerapan kenaikan iuran masih menunggu Perpres yang saat ini sudah di meja Presiden Joko Widodo. Jika Perpres diteken, maka usulan skema kenaikan mulai berlaku sesuai jadwal kenaikan tiap kelas.
"Yang kelas I dan kelas II, 1 Januari 2020 jadi 160 ribu dan 110 ribu sehingga kita bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujar Mardiasmo usai mengikuti rapat gabungan Komisi IX dan XI DPR RI, Senin (2/9/2019).
Oleh sebab itu, iuran bulanan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan penuh pemerintah juga dinaikkan. Khusus PBI, kenaikan berlaku mulai Agustus 2019, namun pembayarannya masih menunggu Perpres.
"PBI memang kita terapkan mulai 1 Agustus tapi uangnya dicairkan kalau Perpres revisi tentang JKN sudah diterbitkan," imbuhnya.
Adapun iuran BPJS Kesehatan yang belum diputuskan naik karena ditolak DPR, yakni untuk peserta mandiri Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) serta Bukan Pekerja (BP) kelas III. Kesimpulan rapat yang disepakati kedua pihak, memutuskan untuk tidak menaikkan tarif iuran BPJS Kelas III sampai validasi data kepesertaan tuntas.
Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), masih terdapat 10.654.530 peserta JKN yang masih bermasalah. Status mereka belum jelas apakah masuk dalam kategori mampu atau miskin.
Karenanya, Mardiasmo berjanji menyelesaikan persoalan tersebut secepatnya dengan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial.
"Yang PBI terutama kelas III, itu tadi kan sepakat sudah ada 96,8 juta (peserta) oleh pusat, yang daerah kan 37 juta peserta. Tapi karena masih ada beberapa yang di-cleansing, kami coba perbaiki semua. September ini selesai," katanya.
Belum usai hati rakyat tergerus masalah iuran BPJS naik, tahu-tahu ada informasi bahwa Pemerintah sudah sepakat menghapus subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA mulai tahun depan yang bermbasnya, pelanggan akan kena penyesuaian tarif mulai 2020.
Berdasarkan penjelasan Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Abumanan, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah memang menginginkan subsidi yang lebih tepat sasaran, untuk pelanggan 900 VA adalah pelanggan yang masuk kategori rumah tangga mampu saja yang dicabut.Â
"PLN minta itu tepat sasaran, jangan duplikasi. Tapi kan susah selama ini karena yang disubsidi adalah 900 VA dan 450 VA. Maka diputuskan waktu 2016, 900 VA dicabut kecuali yang masuk dalam keluarga miskin.Â
450 VA juga campur ada yang harusnya tak berhak, tapi tetap subsidi. Terpaksa, ini belum dipilah, yang sudah dipadankan baru 900 VA," ujar Djoko saat dijumpai di gelaran konvensi IPA, Rabu (4/9/2019).
Keputusannya adalah mencabut pelanggan 900 VA yang mampu dan tak mampu kira-kira berjumlah 27 juta pelanggan di 2020. "Kan nyambungnya 3 jutaan setiap tahun, kita prediksi Januari besok jumlahnya jadi 27 juta."
Berhubung keputusan sudah bulat untuk cabut subsidi 900 VA, maka PLN bisa masuk ke kebijakan penyesuaian tarif. Sebab, alokasi subsidi ke PLN dipastikan akan turun sehingga substitusinya adalah penerimaan dari pelanggan yang tidak disubsidi lagi. "Sama saja ini pindah kantong kiri ke kantong kanan."
Dengan keputusan di badan anggaran semalam, menurutnya akan ada penyesuaian tarif. "Kelompok yang tadinya disubsidi jadi tidak subsidi. Tapi belum tentu kenaikan tarif, karena tergantung dolar, ICP, dan inflasi. Masuk tarif penyesuaian 3 bulanan saja."
Ia memaparkan saat ini kira-kira ada sekitar 6,9 juta pelanggan 900 VA yang disubsidi, dan akan pindah jadi non subsidi. Dari 72 juta pelanggan PLN, sebanyak 23 juta adalah pelanggan 450 VA dan 900 VA sebanyak 24 juta.
Luar biasa, atas rencana kenaikan iuran BPJS maupun penyesuaian tarif listrik, tetap saja kantong rakyat akan terbebani.
Mengapa berita yang tidak menggembirakan bagi rakyat, seolah datang bertubi-tubi, sebelum Presiden Jokowi memulai menjabat di periode kedua? Ada apa ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H