Menyimak dan mengikuti arah pergerakan pasca pilpres yang penuh intrik dan taktik hingga lahirkan perseteruan tak berujung.
Berikutnya terus heboh atas goyangan kata-kata rekonsiliasi dan bagi-bagi kursi.
Lalu persoalan zonasi PPDB yang hingga kini juga tak kunjung redup dari berbagai kritik dan masukan.
Masalah pendidikan agama yang diusulkan dikeluarkan dari mata pelajaran di sekolah yang juga terus menjadi perbincangan dan sorotan.
Serta seabreg masalah dan persoalan bangsa ini, semuanya terus mengalir bergulir serta terus dibumbui hingga berputar-putar menjadi santapan rakyat yang pada akhirnya bukan mendidik, namun justru membikin rakyat bingung dan pusing.
Semua media massa malah berlomba memberitakan, mendiskusikan semua hal tersebut dengan terus menampilkan nara sumber yang masing-masing dan kebanyakan hanya berpikir secara parsial (sebagian) dari masalah yang dikuasai, karena demi kepentingan sendiri dan golongannya.
Sulit sekali kita temukan pemikiran-pemikiran secara simultan (menyeluruh) atas semua persoalan-persoalan tersebut, sehingga rakyat dapat memahami bagaimana solusi dan pemecahan masalah yang benar.
Semua kini, bicara tentang persoalan-persoalan yang ada, seolah menjadi yang paling benar. Semua bicara seolah menjadi solutor (pemecah masalah), namun setiap.komentar dan gagasannya justru menimbulkan masalah baru.
Sulit membedakan siapa yang ahli dan bukan ahli, karena di media massa, tiba-tiba muncul banyak nara sumber bertitel pengamat, praktisi, ahli dan sejenisnya.
Setali tiga uang, di media sosial, bahkan lebih tak terbatas kalangan dan golongan yang turut andil meramaikan suasana, dan uniknya semua juga bak pengamat, praktisi, dan ahli dalam berargumen, berkomentar, dan sejenisnya.
Kapan iklim semacam ini reda. Semua kembali membela rakyat. Media massa tidak mudah melahirkan artis dan aktor berlabel pengamat, praktisi, dan ahli-ahli baru yang justru semakin membingungkan rakyat.
Di mana pemerintah atas kondisi semua ini. Rasanya bising sekali. Media massa dan utamanya layar kaca kini penuh nara sumber.
Kapan reda menyoal perseteruan usai pilpres yang justru berlanjut ke masalah rekonsiliasi, oposisi, dan bagi-bagi kursi?
Bagaimana sikap pasti pemerintah menyoal sistem zonasi sekolah?
Bagaimana akhir kisah usulan pelajaran agama yang lantas menjadi bola liar, padahal yang usul baru sekadar wacana dan usul?
Bagaimana menyatukan kembali pemikiran rakyat demi persatuan dan kesatuan bangsa, sebab menyatukan semua itu, musthail hanya tersambung oleh jalan tol.
Semoga yang ahli, yang pengamat-pengamat itu, yang praktisi-praktisi itu, mulai berbicara yang mengedukasi dan menyejukkan hati rakyat, berpikir untuk rakyat keseluruhan dan demi kesejahteraan rakyat. Aamiin.
Bukan terus menggemakan nyanyian-nyanyian yang membuat rakyat bosan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H