Debat ketiga antar calon wakil presiden Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno akan tersaji pada 17 Maret 2019 di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat bertema pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan kebudayaan . Debat juga akan kembali disiarkan secara langsung oleh Trans TV, Trans7, dan CNN TV Indonesia. Yang menarik, tema debat menyebut kata pendidikan. Kira-kira akan seperti apa para calon wakil presiden ini memperdebatkan soal pendidikan di Indonesia?
Sementara kini seluruh rakyat Indonesia merasakan bahwa kendati pendidikan karakter termasuk dalam nawa cita pemerintah, faktanya niat untuk mewujudkan pendidikan karakter seperti mati suri.
Para elit dan politikus dari kedua kubu, bahkan sang calon presiden sendiri, termasuk presiden petahana, justru sering mempertontonkan teledan yang tidak mencerminkan pendidikan karakter untuk rakyat. Berseteru selalu, saling balas-membalas, dan merasa yang paling benar dan paling sudah berbuat untuk negeri ini, namun jauh dari karekter etika, sopan-santun, dan budi pekerti yang sesuai karakter bangsa ini.
Karena memang tidak mencerminkan karakter yang terdidik, maka sepanjang proses Pilpres/Pileg, maka isu tentang pendidikan hampir tidak tersentuh.
"Tampaknya isu pendidikan tidak dianggap isu penting, karena kurang banyak disinggung dan dibicarakan oleh kedua paslon. Padahal Human Development Index [HDI] kita masih rendah," ujar Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, Senin (11/3/2019) kepada media.
Ubaid Matraji menilai, isu pendidikan kurang banyak disentuh selama kontestasi politik 2019 ini berlangsung.
Padahal isu pendidikan termasuk hal penting untuk disoroti kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut.
Beberapa hal terkait pendidikan Indonesia, antara lain menyoal akses, kualitas, dan anggaran pendidikan.
Menurut JPPI, kelompok-kelompok marjinal seperti anak difabel, anak perempuan, anak dari keluarga miskin, korban bencana dan korban konflik, belum mendapatkan akses pendidikan yang merata.
Sementara persoalan kualitas, tenaga ajar dan kurikulum pendidikan di Indonesia masih tidak sebanding dengan negara-negara lain.
Pemerintah belum begitu berkontribusi kepada peningkatan kualitas peserta didik.
Setali tiga uang, persoalan anggaran dan kesejahteraan juga masih jauh dari harapan. Di sisi lain, pancingan gaji tenaga ajar baik di pusat maupun daerah tetap belum menggaransi dan mengarah kepada peningkatan kualitas pendidikan.
Yang pasti harapan agar rakyat berkarakter santun, berbudi pekerti luhur, seperti nawacita pendidikan karakter, masih dalam proses mimpi.
Selain tema pendidikan, debat juga akan membahas kesehatan. Sederhana saja pertanyaan rakyat tentang kesehatan ini. Mengapa rakyat Indonesia justru gemar berobat ke Malaysia dan Singapura atau mancanegara?
Berikutnya menyoal tenaga kerja, sosial, dan kebudayaan, semuanya bila diulas berdasarkan fakta, betapa negeri ini penuh ketimpangan akan hal tersebut?
Bisa jadi, semua hal tersebut akar masalahnya karena sektor pendidikan kita yang masih terus tertinggal. Buntutnya seperti yang selama ini kita rasakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H