Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ayo Redakan Tensi!

25 Februari 2019   20:08 Diperbarui: 25 Februari 2019   21:01 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim hebat-hebatan, merasa paling benar, merasa paling pintar semakin menggelora.Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 tinggal menghitung hari. Siapa yang akan menjadi penentu terpilihnya para calon pemimpin bangsa tersebut? Jawabnya sudah barang tentu, rakyat yang sudah memiliki prasyarat hak memilih.
Pertanyaan lainnya, benarkah rakyat sebagai penentu terpilihnya para colon pemimpin bangsa sudah benar-benar memahami kekurangan dan kelebihan calon yang akan dipilihnya? Harapannya, rakyat tidak salah memilih para calon pemimpin tersebut, sehingga daerah dan negara ini akan dipimpin oleh pemimpin yang benar-benar menjalankan amanah untuk rakyat sesuai dengan janji-janjinya yang dikoarkan selama masa kampanye.

Sebelum Pilpres dan Pileg terlaksana, hingga Debat Presiden kedua dilewati (18/1/2019) ternyata ingar-bingar perseteruan antar calon pendukung dan tim pemenangan dalam mencari simpati rakyat, bukan semakin mereda, bahkan benar-benar dirasakan telah melampau batas etika dan sopan santun kehidupan bermasyarakat. Selalu ada saja bahan perdebatan dan perseteruan baru. Saya merasakan, bukan para calon pemimpin yang justru memiliki sikap tak etis dan tak sopan. Namun, justru para pendukung dan tim pemenangannya yang luar biasa meresahkan kerukunan kehidupan berbangsa dan bernegara, karena semuanya yang tampil, merasa dirinya paling hebat.

Bagaimana tidak, para pendukung ini justru bak personal-personal yang berjiwa megalomania. Megalomania berasal dari bahasa Yunani, Megalo, yang artinya sangat besar, hebat, atau berlebih-lebihan. Secara gamblang, megalomania bisa kita artikan sebagai bentuk obsesi berlebihan terhadap dirinya sendiri karena merasa dirinya paling hebat, paling berkuasa, dan paling besar.

Dalam ilmu psikologi, megalomania termasuk salah satu bentuk gangguan kepribadian manusia. Bila dalam pengertian tersebut, megalomania tertuju pada pemimpin atau penguasa, saya melihat sikap megalomania bukan ada pada calon pemimpin yang akan dipilih. Tetapi, sikap megalomania justru ditunjukkan oleh para pendukungnya. Beberapa hal yang nampak sebagai ciri-ciri megalomania kini sangat kental tersaji di media massa (medsos), terutama layar televisi. Fakta-fakta yang dapat diidentifikasi sesuai ciri-ciri megalomania, di antaranya:

Pertama, tidak mau menerima kritik. Apapun pendapat orang, tidak mau mendengarkan. Selalu menganggap dirinya dan perkataannya yang paling benar. Keputusannyalah yang  paling tepat, dan tindakannya pasti hebat. Merasa paling benar sejagat raya kalau sudah berargumentasi. Jika dia dikeritik biasanya malah menyalahkan orang yang mengkritik. Menurutnya, argumen dia ialah yang paling benar. Bagaimanapun keritikan orang terhadapnya, dia akan tetap berdalih karena merasa dirinyalah yang harus didengarkan bukan orang lain.

Kedua, selalu ingin dihargai sebagai orang yang mengaku paling hebat dan tak mau dikritik. Ingin orang sekitar menghargai kerja kerasnya, sekalipun yang dilakukan ialah sesuatu yang dapat merugikan banyak orang. Dia tetep ingin dianggap benar oleh semua orang dan tetap dihargai. Harga dirinya sangat tinggi.

Ketiga, selalu ingin jadi ketua/pimpinan. Karena ingin dihargai dan merasa diri paling benar, maka akan berpendapat posisi yang paling pantas untuknya adalah posisi teratas atau sebagai ketua. Dalam pikirannya, dia sudah merasa yang paling sempurna dan paling benar. Dia menganggap dirinya lah yang pantas untuk memimpin bukan orang lain.

Keempat, senang mencari pendukung. Dia akan sangat puas jika memiliki pengikut. Dan salah satu kelebihan lainnya ialah mudah untuk mempengaruhi orang lain untuk menyetujui perkataannya. Dia sangat senang dan tambah besar kepala jika ada yang mendukung dirinya. Dia sangat senang bila ada yang meneriakkan dirinya yang paling hebat. Ada tepuk tangan. Mudah membuat orang takluk untuk menjadi pendukungnya.

Kelima, suka merendahkan orang lain baik secara langsung maupun tak langsung. Bagi dia, orang lain tidak memiliki kemampuan sehebat dirinya. Dalam pekerjaan dia sering meremehkan hasil kerjaan orang lain dibanding dirinya. Merasa dirinya yang mampu menyelesaikan semua biar dia mendapat sanjungan dan pujian dari banyak orang.

Semoga mereka-mereka yang kini terus merasa dirinya yang paling hebat, bukanlah pribadi-pribadi yang tergolong megalomania. Mereka hanya kelebihan semangat demi mendukung dan membela calon pemimpin yang didukungnya sekuat daya, sepenuh jiwa dan raga, hingga rela berkorban segalanya.

Ayolah para pendukung dan tim pemenangan calon Pilpres dan Pileg, redakan diri dari merasa paling hebat. Rakyat sudah cerdas, tidak perlu diarah-arahkan, tidak perlu dipengaruhi apalagi digurui. Yakinlah, siapa pun Preseden dan Wakil serta Anggota Legislatif yang dipilih oleh rakyat, tentu adalah pilihan yang akan diyakini terbaik. Yang dapat membawa amanah mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat. Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun