Indra Syafri gagal. Kebiasaan rotasi pemain, dan membiarkan pemain bermain monoton, serta membiarkan pemain yang hoby menyiakan peluang tetap berada di lapangan. Justru pemain yang dapat jadi pembeda di simpan sejak awal laga.
Maka, Timnas Indonesia U-22 juga harus puas dengan hasil imbang 2-2 dalam laga kontra Malaysia di Piala AFF 2019. Tampil di Stadion Olimpiade Phnom Penh, Kamboja pada Rabu (20/2/2019).
Budaya gagal Indra seperti didoakan oleh komentator di televisi. Unggul lebih dulu namun selalu lawan dapat membalas menyamakan kedudukan.
Lebih aneh lagi, sudah tahu event ini menggunakan lapangan sintetis, namun selama perisiapan dan uji coba tim justru selalu menggunakan stadion dengan rumput bagus.
Kasihan Marinus Wanewar dan Witan Sulaeman, bersusah payah cetak gol, namun begitu mudah pemain gelandang, bertahan, penjaga gawang membiarkan lawan mencetak gol.
Bila Indra dapat membaca kondisi lawan, mengapa kejadian lawan selalu menyamakan kedudukan terulang hingga lima pertandingan. Tiga uji coba dan dua babak penyisihan.
Kemana gelandang bertahan. Tim bermain seperti tidak ingin menang. Bahkan sudah menangpun tetap main terbuka dan membiarkan lawan menguasai pertandingan hingga sangat leluasa.bergerak di kotak pinalti.
Memang untuk lolos fase gugur belum tertutup, namun melihat lima kali Indra mengolah pemain muda dari uji coba hingga laga, nampaknya tidak ada pembelajaran sama sekali dari diri pelatih ini.
Sudah PSSI dan sepakbola nasional bermasalah, menonton Timnas U-22 juga capai. Bagaimana berharap prestasi?
Apa caramu Indra di laga terakhir hadapi Kamboja? Bila modalnya hanya seperti itu, memasang pemain juga tidak tentu, kasihan publik sepakbola nasional yang lelah menunggu, bangkitnya Timnas.
Masa sudah menang, lalu bermain kendor, sampai lawan bikin gol. Lalu main ngotot bikin gol. Lalu kendor lagi. Hingga lawan samakan gol lagi.
Jangan-jangan ada permainan skor ya?