Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Untuk apa sembuhkan luka, bila hanya tuk cipta luka baru? (Supartono JW.15092016) supartonojw@yahoo.co.id instagram @supartono_jw @ssbsukmajayadepok twiter @supartono jw

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mafia Sepakbola Nasional Ada, Menanganinya Jangan Sekadar Dagelan Lagi

31 Desember 2018   10:57 Diperbarui: 31 Desember 2018   11:36 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tertangkapnya 4  tersangka mafia di sepakbola Indonesia oleh Satgas Antimafia Bola membuktikan bahwa mafia sepakbola di indonesia ada. Publik sepakbola nasionalpun menganggap bahwa itu  hanyalah baru sebagian kecil dari kulit persoalan mafia sepakbola nasional selama ini.

                                                           

Karenanya, publik sepakbola nasional, kini sangat berharap kepada Satgas Antimafia bola untuk dapat menangkap para mafia hingga ke akar-akarnya. Namun, publik juga sangat berharap Satgas harus bersih dari KKN (Korupsi, kolusi, dan nepotisme) dengan para mafia bola pula, karena para mafia ini dikenal sangat piawai dan licik.

Publik sepakbola nasional yang kini tak henti membincang persoalan mafia sepakbola nasional ini, memang sangat geram karena para mafia yang tertangkap justru personal-personal yang dalam organisasi PSSI sendiri.

Secara logika, bila personal yang ditangkap itu menjabat sebagai EXCO PSSI dan ketua Asprov, lalu ada yang anggota Komisi Disiplin PSSI, serta mantan anggota Komite Wasit PSSI, maka apa yang disanksikan lagi bila sebenarnya, sarang mafia ini justru ada dalam tubuh PSSI. Bila kini PSSI juga sok-sokan menghukum para mafiawan lewat Komisi Disiplinnya, lucu. Jangan-jangan ini hanya sandiwara yang memang sengaja dicipta.

4 orang yang tertangkap terkait dengan kompetisi Liga 3 dan Liga 2 di Jawa Tengah. Bagaimana dengan kejadian Liga 3 dan Liga 2 di provinsi lain? Lalu bagaimana dengan kompetisi Liga 1 yang selama gelaran liga berlangsung penuh kontradiksi terutama terkait Komisi Disiplin yang terus mengeruk keuntungan dengan hukuman-demi hukuman.

Pemilik/Manajer Klub tahu

Sejatinya, kasus mafia ini, bukan hanya sekadar masalah pengaturan skor, namun juga ada kasus lain semacam intrik meloloskan calon Ketua Askot/Askab/Asprov hingga calon Ketua PSSI, publik sepakbola nasional sangat mahfum adanya.

Begitupun bila seluruh Pemilik/Manajer Klub di seluruh Indonesia buka suara. Tentu, bila sekarang yang tertangkap baru 4 orang, bisa jadi ke depan akan tertangkap 40 orang atau lebih.

Ini akibat dari sepakbola yang seksi, dapat dijadikan kendaraan politik, dapat dijadikan sebagai tempat KKN, memperkaya diri. Bisa jadi ini sudah laten. Jadi, Satgas Antimafia bola selain menyasar ke PSSI kepengurusan Edy, juga harus diruntut, kepengurusan PSSI sebelum-sebelumnya.

Serahkan semua ke Satgas

Kendati, kini sudah ada Satgas Antimafia bola yang sedang bekerja, Komisi Disiplin PSSI pun masih bekerja, padahal Komisi Disipilin PSSI  dan seluruh personal di PSSI dari mulai Ketua, Sekjen, dan seluruh bagiannya wajib diperiksa, karena faktanya para pelaku mafia justru ada di sarangnya.

Sementara bila mengutip pendapat Wakil Satgas Anti Mafia Bola, Krishna Murti, ada beberapa klub sepakbola di Indonesia yang pemiliknya juga ada di jajaran struktur PSSI. Ini cuma ada di Indonesia. Penggurus PSSI yang memiliki saham mayoritas di masing-masing klub adalah Iwan Budianto, Edy Rahmayadi, dan Joko Driyono alias Jokdir.

Iwan adalah Kepala Staff Ketua Umum PSSI. Dia tercatat sebagai Dirut PT. Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia, yang merupakan pemilik 70 persen saham klub Arema FC. Persija Jakarta dimiliki oleh Jokdri. Wakil Ketua Umum PSSI itu punya 95 persen saham di PT. Jakarta Indonesia Hebat, yang menguasai 80 persen saham Persija. Berikutnya, Edy Rahmayadi selaku Ketua Umum PSSI adalah pemilik klub PSMS Medan, meski di dalam struktur berstatus sebagai penasihat klub. Pria yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara itu punya saham 51 persen di PT. Kinantan Medan, yang menaungi klub PSMS Medan. Belum lagi anggota Exco PSSI, Pieter Tanuri, yang menjadi pemilik Bali United. Pieter adalah Komisaris PT Bali Bintang Sejahtera, yang merupakan tempat klub asal Pulau Dewata itu bernaung.

Itulah hal-hal yang membuat Brigjen. Pol. Krishna Murt kesal. Dia mengungkapkannya di media sosial Instagram."Ada beberapa club sepakbola besar banget. Pemiliknya adalah orang-orang dalam federasi. Itu sama saja pengurus FA Inggris juga punya club Chelsea. Pokoknya elu-elu kupret aja dah yang punya bola. Cuma ada di Indonesia yang seperti itu. BONGKAR.,"

Berdasarkan fakta tersebut, selain sepakbola itu seksi dan dapat dijadikan kendaraan politik, sepakbola adalah tempat basah bagi mereka. Saya penah menulis, persoalan mafia bola di sepakbola nasional serahkan saja ke Komisi pemberantasan Korupsi. Namun, kini bila Satgas Antimafia bola yang dibentuk Polri dapat menangani dengan tuntas, tidak pandang bulu, tidak tebang pilih, dan tidak ada KKN, maka publik publik sepakbola nasional sementara percaya kepada Satgas Antimafia bentukan Polri.

Ayo Satgas Antiamafia bola, stop dagelan sepakbola nasional dari para aktor intelektual yang bersembunyi di balik meja. Berangus dan tangkap mereka sampai akar-akarnya. Jangan sampai Satgas Antimafia juga turut bermain menjadi aktor dagelan mafia sepakbola nasional juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun