Lakon Beringin Setan yang ditulis Budi Ros, berkisah tentang desa bernama Kutowaringin, namun lebih dikenal luas sebagai Kampung Beringin. Gara-garanya, di gerbang desa itu tumbuh pohon beringin yang sangat indah, besar dan rindang. Atas kenyataan itu, Pak Kades kurang senang. Terlebih lagi, ketika setan penghuni pohon beringin itu merasuki Agnes Winarni, putri Pak Kades.
Atas nasihat seorang Dukun, Pak Kades mengambil tindakan cepat. Menebang pohon beringin. Mengingat manfaat pohon tua itu, warga sangat kecewa, tapi apa daya. Beberapa hari setelah itu, desa tenang seperti biasa.Â
Niat Pak Kades mengusir setan dengan menebang bohon beringin agaknya tercapai. Ternyata tidak. Dua minggu kemudian, terjadi kesurupan masal. Para setan kembali dan marah. Kampung Beringin pun geger.
Dukun didampingi Pak Kades sibuk keliling desa dan dengan susah payah membebaskan warga yang kesurupan. Upacara persembahan sesaji juga digelar. Semua berharap, setan melunak dan tidak mengganggu. Tapi setan tetap menuntut supaya pohon beringin dikembalikan ke tempat semula. Hal yang jelas tidak mungkin.Â
Negosiasi berjalan alot. Kesepakatan akhirnya tercapai. Setan tidak akan mengganggu, asalkan pohon beringin baru harus ditanam di depan rumah setiap warga. Dengan berat hati, warga mengalah.
Tapi dalam hati terus bertanya-tanya: Apakah janji setan bisa dipegang? Siapakah sesungguhnya penguasa Kampung Beringin, Pak Kades? Pak Dukun? Atau Setan?
Didukung sepenuhnya oleh Muhamad Tavip, dibantu asisten dalang Sir Ilham Jambak, Yesa Andika, Tony G. Achmad, juga Logo Situmorang yang sekaligus menata grafis bersama Sekar Dewantari, rangkaian pertunjukkan Beringin Setan yang seharusnya angker, justru menjadi sebaliknya, mengocok perut penonton. Budi tidak melawak, namun naskah dan cara budi memerankan tokoh dalang, menjadi daya pikat tersendiri, layaknya Budi melakonkan peran di Teater Koma.
N. Riantiarno dan Wayang Tavip
Wayang Tavip merupakan kreasi Muhammad Tavip, dosen Jurusan Teater STSI Bandung. Sebelumnya, disebut Wayang Motekar. Nama Tavip adalah pemberian dari Norbertus Riantiarno, pendiri Teater Koma.Â
Nama ini juga diambil dari istilah Vivere Pericoloso yang artinya Hidup Secara Berbahaya menurut ungkapan dalam bahasa Italia. Pada 17 Agustus 1964, Presiden pertama RI Sukarno atau Bung Karno pernah berpidato sekaligus menamakan tahun tersebut sebagai Tahun Vivere Pericoloso yang disingkat menjadi Tavip.
Sebelum mementaskan wayang ini, Tavip bersama komunitasnya sering berlatih di rumah yang berlokasi di daerah Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Dia dibantu para pemuda Karang Taruna setempat. Awalnya Sang penggagas Muhammad Tavip membuat gambar motekar.Â