Fakta bahwa, timnas U-16 dapat meraih prestasi juara karena kompetisi swasta, banyak saksinya. Orangtua mereka, tergopoh mencari biaya demi anaknya ikut SSB, dan akhirnya mendapatkan akademi gratis, itu karena memang setimpal dengan prestasinya.
Namun, miris, bila PSSI tidak menanam, tapi maunya memetik. Setali tiga uang dengan beberapa SSB peserta kompetisi swasta. Mau dapat pemain bagus, comot sana-comot sini dengan menggaransi anak bebas biaya alias gratis.
Bukankah SSB macam itu juga seperti PSSI kini? Kasihan SSB yang telah mebina lalu gigit jari karena orangtua dan anak lebih memilih ikut berkompetisi di SSB yang menggratiskan?
Meski tidak sedikit SSB yang legawa mengarahkan siswanya ikut SSB lain demi perkembangnnya karena kesadaran di SSBnya tidak terlibat dalam kompetisi.
Ada komunikasi, ada pembicaraan. Tidak slanang-slonong mengkhianati SSB yang telah membinanya.
Pelajaran personaliti macam mana kejadian seperti itu? Di mana pembinaan dan pelatihan kecerdasan intelegensinya?
Bila sejak usia dini dan muda, anak-anak sudah diiming-imingi kemudahan oleh SSB lain dengan mengabaikan SSB yang telah mendidiknya, terbayang, saat dewasa, mental seperti apa yang akan mengakar dan membekas pada anak-anak itu di kehidupan nyata. Kehudupan sebenarnya. Akan mengakar mental gratisan.
Mari pembina usia dini dan muda di SSB dan akademi serta sejenisya, didiklah anak-anak usia dini dan muda menjadi pesepakbola yang cerdas intelegensi dan santun. Menghargai perjalanan proses. Tidak seperti kacang lupa kulitmya.
Sesama SSB dan sejenisnya, jalinlah komunikasi yang baik bila membutuhkan pemain. Tidak potong kompas. Cabut sana-cabut sini, mendekati anak dan orangtua, mengabaikan SSB yang membesarkannnya.
Bagi para operator kompetisi swasta, pastikan SSB, orangtua, dan pemain yang memiliki mental gratisan, mental.cabutan, cegah mereka tidak usah ada dalam ranah kompetisi.
Mentang-mentang masih  SSB, belum ada yang mengikat secara hukum, dan belum ada regulasi yang mengatur tentang perpindahan dan kontrak serta pinjam pemain, menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pembina-pembina SSB dan sejenisnya yang mau enak sendiri dan curang.
Bila sebelemunya ada slogan "Stop Pencurian Umur", kini saya luncurkan slogan "Jadilah Pembina Sepakbola  Usia Dini dan Muda yang Santun"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H